Seri Manusia Suci (Imam Husein bin Ali a.s.)



Imam Husein bin Ali a.s.

a. Biografi singkat Imam Husein bin Ali a.s.
Imam Husein a.s. adalah putra kedua pasangan Imam Ali a.s. dan Fathimah Az-Zahra` a.s. Ia –berdasarkan pendapat yang masyhur– dilahirkan di Madinah pada tanggal 3 Sya’ban 4 H.
Setelah dilahirkan, Rasulullah SAWW menamainya Husein. Setelah itu, ia menciumnya dan menangis seraya berkata: “Musibah besar telah menunggumu. Semoga Allah melaknat pembunuhmu”.
Ia lebih dikenal dengan sebutan mishbaahul hudaa, safiinatun najaah, sayyidusy syuhadaa` dan Abu Abdillah.
Mas’udi menulis: “Imam Husein a.s. hidup bersama Rasulullah SAWW selama tujuh tahun. Selama masa itu, Rasulullah SAWW sendirilah yang memberikan makan, mengajarinya ilmu dan etika”.
Kecintaan Rasulullah SAWW kepadanya membuatnya tidak tahan melihat penderitaan yang akan menimpa Husein kecil.
Suatu hari Rasulullah SAWW sedang melewati rumah Fathimah Az-Zahra` a.s. Ia mendengar suara tangisan Husein. Langsung ia masuk ke rumah Fathimah a.s. seraya berkata kepada putrinya: “Apakah engkau tidak tahu bahwa tangisan Husein sangat membuatku risau?” Setelah berkata begitu, ia menciumnya seraya berkata: “Ya Allah, aku sangat mencintai anak ini. Oleh karena itu, cintailah dia”.
Hadis yang berbunyi: “Husein adalah dariku dan aku dari Husein, Allah mencintai orang yang mencintai Husein”, dan “Husein adalah cucuku” diterima oleh Syi’ah dan Ahlussunnah.
Sepeninggal Rasulullah SAWW, selama tiga puluh tahun ia selalu setia menemani sang ayah menghadapi segala problema yang menyita segala hidupnya waktu itu.
Sepeninggal sang ayah, ia juga tetap setia menemai saudaranya Imam Hasan a.s. selama sepuluh tahun. Dan setelah Imam Hasan a.s. syahid pada tahun 50 H., selama sepuluh tahun ia mengadakan penelitian terhadap segala problema yang terjadi di masanya dan berulang kali ia mengadakan perlawanan terhadap Mu’awiyah. Setelah Mu’awiyah mati, ia dengan berani menentang Yazid dan menolak untuk berbai’at dengannya. Akhirnya, pada bulan Muharam 61 H. ia bersama segenap keluarga dan para pengikutnya yang setia meneguk cawan syahadah di padang Karbala`.
Husein a.s. adalah seorang teladan yang berkepribadian mulia. Namanya selalu dikenang bersama keberanian, anti kelaliman dan penuh gelora untuk melawan segala manifestasi kezaliman.
b. Tujuan Revolusi Imam Husein a.s
Tujuan revolusi Imam Husein a.s. dapat kita pahami dari ucapannya sendiri. Ketika ia harus keluar dari Madinah karena tekanan dari pemerintahan yang berkuasa saat itu, dalam sebuah surat ia menjelaskan tujuan revolusinya. Ia berkata: “Aku tidak keluar atas dasar kepentingan pribadi dan ingin berfoya-foya atau dengan tujuan ingin merusak dan berbuat kelaliman. Aku keluar dengan tujuan untuk mengadakan perbaikan di tubuh umat kakekku. Aku ingin melaksanakan kewajiban amar ma’ruf dan nahi mungkar dan demi menegakkan sirah kakek dan ayahku, Ali bin Abi Thalib a.s.”.
Pada kesempatan yang lain ia pernah berkata: “Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa apa yang kami lakukan ini bukan untuk memperebutkan kekuasaan dan mencari harta dunia. Kami lakukan itu demi menghidupkan kembali agama-Mu, memperbaiki segala kebejatan yang telah merajalela di negeri-Mu, supaya orang-orang mustadh’afin hidup nyaman dan semua hukum-hukum-Mu dapat dilaksanakan”.
Atas dasar ini, tujuan utama revolusi Imam Husein a.s. adalah menegakkan kebenaran secara sempurna. Semua tujuan yang telah ia sebutkan di atas, seperti mengadakan perbaikan bagi umat, amar ma’ruf dan nahi mungkar, menegakkan sirah Rasulullah SAWW dan Ali a.s., menghidupkan kembali agama, mengadakan perbaikan di segala penjuru negeri, memulihkan kembali keamanan masyarakat dan menjalankan hukum-hukum Ilahi, semua itu dapat direalisasikan ketika tampuk kekuasaan dikembalikan kepadanya. Oleh karena itu, ia berkata: “Kami Ahlul Bayt a.s. lebih layak untuk memegang tampuk kekuasaan ini, bukan para perampas zalim itu”.
Dengan ini, tujuan akhir revolusi Imam Husein a.s. adalah mendirikan negara Islam yang dijalankan atas dasar sirah Rasulullah SAWW dan Imam Ali a.s.
c. Hasil Revolusi Imam Husein a.s
Hasil-hasil yang telah diraih oleh revolusi Imam Husein a.s. –meskipun secara lahiriah ia terbunuh bersama para keluarga dan pengikutnya–adalah sebagai berikut:
Pertama, menggagalkan siasat dan politik kotor dinasti Umaiyah yang telah menjadikan agama sebagai pemoles kejahatan dan kelaliman mereka demi mengelabui opini umum, dan mempermalukan para penguasa Bani Umaiyah di hadapan khalayak yang ingin menghidupkan kembali tradisi-tradisi jahiliah.
Kedua, membangunkan kembali jiwa-jiwa yang telah tertidur lelap. Syahadah Imam Husein a.s. di Karbala` yang memilukan telah berhasil membangkitkan rasa berdosa yang sangat dalam di hati muslimin yang sudah terlanjur tidak membantunya (dalam memberontak melawan Yazid). Rasa berdosa ini memiliki dua dampak positif: Di satu sisi, perasaan tersebut telah memaksa mereka untuk menebus dosa yang telah dilakukannya dengan membayar kaffarah, dan di sisi lain, mereka merasa benci dan dongkol kepada orang-orang yang telah memaksa mereka melakukan dosa tersebut. Pemberontakan Tawwaabiin (yang terjadi setelah peristiwa Karbala` guna menentang pemerintahan Yazid) adalah kaffarah yang telah mereka berikan karena tidak membantu Imam Husein a.s. dan balas dendam dari mereka terhadap Bani Umaiyah.
Mungkin sudah menjadi takdir Ilahi bahwa rasa berdosa ini selalu berkobar sepanjang masa dan rasa ingin balas dendam terhadap Bani Umaiyah ini dapat berubah menjadi sebuah revolusi dan pemberontakan-pemberontakan yang menentang para lalim.
Ketiga, Imam Husein a.s. telah berhasil menunjukkan sebuah etika dan tata krama baru dalam kehidupan sosial yang langsung dimanifestasikannya dengan tingkah laku dan darah.
Masyarakat awam kabilah-kabilah yang hidup pada masa itu memiliki kebiasaan menjual agama dan jiwa mereka dengan harga murah dan menundukkan kepala di hadapan para zalim supaya bantuan yang selama ini mereka terima tidak diputus. Tujuan mereka hanyalah kepentingan pribadi mereka dan mereka hanya memikirkan kehidupan mereka sendiri. Mereka tidak pernah memikirkan problema-problema sosial yang sedang menimpa mereka. Yang dapat mereka lakukan hanyalah menjaga posisi sosial yang mereka miliki dan mendengarkan setiap wejangan para penguasa supaya nama mereka tidak terhapus dari daftar para penerima tunjangan tetap. Oleh karena itu, mereka hanya dapat berdiam diri di hadapan setiap kelaliman dan usaha mereka adalah memamerkan kebanggaan-kebanggaan yang pernah dimiliki oleh kabilah mereka dan menghidupkan kembali kehidupan jahiliah.
Para pengikut Imam Husein a.s. adalah berbeda dari mereka. Demi membangun masa depan, mereka rela mendampinginya. Padahal mereka memiliki istri, anak dan sahabat, menerima tunjangan tetap dari baitul mal dan memiliki kehidupan yang lumayan mapan sehingga mereka –jika mau– dapat menikmati seluruh kelezatan dunia itu. Akan tetapi, mereka lupakan semua itu dan dengan senang hati mereka rela mengorbankan jiwa dan raga mereka bersama Imam Husein a.s. demi melawan para lalim. Satu poin mungkin sangat menarik bagi mayoritas muslimin kala itu. Yaitu seseorang jika harus memilih antara hidup dengan mengemban kehinaan dan mati dengan mulia, ia lebih memilih mati dari pada hidup. Bagi mereka hal ini adalah sebuah figur idola dan menakjubkan. Figur ini telah membangunkan setiap jiwa yang tidur lelap dalam egoisme sehingga kehidupan Islami baru dapat terwujud, sebuah kehidupan Islami baru yang telah sirna bertahun-tahun sebelum berkobarnya revolusi Imam Husein a.s.
Revolusi Imam Husein a.s. telah mampu membangkitkan kembali jiwa untuk memberontak (terhadap setiap kelaliman) dan berhasil mengikis habis setiap penghalang, baik berupa mental maupun sosial yang menghalangi terwujudnya sebuah revolusi.
Revolusi Imam Husein a.s. memberikan pelajaran kepada seluruh umat manusia untuk pantang menyerah, jangan memperjual-belikan nilai kemanusiaan mereka, berontaklah melawan kekuatan-kekuatan lalim, dan korbankanlah segala yang dimiliki untuk merealisasikan tujuan-tujuan Islam.
Begitulah, setelah revolusi Imam Husein a.s. usai, jiwa revolusioner telah tertanamkan di dalam tubuh Islam. Para pengikutnya selalu menanti kedatangan seorang pemimpin yang dapat membimbing mereka, dan setiap kali mereka menemukan orang yang siap untuk menentang kezaliman, mereka menjadikannya pemimpin dalam memberontak melawan dinasti Umaiyah. Syi’ar yang mereka dengung-dengungkan di sepanjang pemberontakan adalah membalas dendam atas syahadah Imam Husein a.s.
Pemberontakan Tawwabiin, masyarakat Madinah, pemberontakan Mukhtar Ats-Tsaqafi pada tahun 66 H. dan pemberontakan Zaid bin Ali pada tahun adalah contoh atas penentangan terhadap kezaliman. Semua pemberontakan ini bersumber dari revolusi Imam Husein a.s. Dalam pemberontakan-pemberontakan ini, muslimin mencari sebuah kebebasan dan keadilan yang pernah hilang karena diinjak-injak oleh para penguasa zalim.
Pada kesempatan ini kami haturkan kepada para pembaca budiman ucapan-ucapan suci pilihan yang pernah diucapkan oleh Imam Husein a.s. dengan harapan semoga kita dapat menjadikan ucapan-ucapan tersebut sebagai penunjuk jalan demi terciptanya sebuah kehidupan yang tentram.
1. Nasihat Imam Husein a.s. kepada para ulama
“Wahai golongan yang dikenal dengan ilmunya, disebut-sebut karena kebaikannya, dikenal pandai menasihati, dan disegani oleh manusia karena mereka dikenal dekat dengan Allah. Kalian diperhitungkan oleh orang mulia, dihormati oleh orang lemah dan orang yang tidak pernah kalian kenal akan lebih mengutamakan kalian dari pada dirinya sendiri. Kalian dijadikan perantara untuk sebuah hajat ketika yang memintanya tidak dapat memperolehnya sendiri dan berjalan di atas bumi bak raja dan orang-orang penting. Hak orang-orang lemah telah kalian injak-injak. Dan adapun hak kalian –yang menurut kalian berhak atasnya– kalian (memaksa untuk mendapatkannya). (Di samping itu) kalian juga masih meminta surga-Nya, berdampingan dengan Rasul-Nya dan aman dari siksa-Nya”.
2. Kesehatan badan dan tazkiah jiwa
“Kuwasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah. Selama usia masih dikandung badan jagalah kesehatan kalian. Janganlah menjadi orang yang mengkhawatirkan dosa-dosa hamba-hamba Allah yang lain dan merasa aman dari siksa dosanya sediri”.
3. Macam-macam jihad
“Jihad itu ada empat macam: dua dari empat macam tersebut adalah wajib, satu jihad adalah sunnah yang tidak dijalankan kecuali bersamaan dengan jihad yang wajib dan selebihnya adalah sunnah.
a. Adapun jihad yang wajib adalah (1) jihad seseorang untuk tidak bermaksiat kepada Allah, –dan ini adalah jihad yang paling agung–, dan (2) jihad melawan orang-orang kafir.
b. Adapun jihad yang sunnah dan tidak dijalankan kecuali bersamaan dengan jihad yang wajib adalah jihad melawan musuh. Jihad melawan musuh adalah wajib bagi seluruh umat. Jika mereka meninggalkannya, akan datang azab menimpa mereka. Dan azab ini adalah azab atas nama mereka. Jenis jihad ini adalah sunnah bagi imam (pemimpin), dan jika ia hendak melaksanakannya, ia harus melaksanakannya bersama umat.
c. Adapun jihad yang sunnah adalah semua sunnah yang dilakukan oleh seseorang dan ia sangat konsisten dalam melakukan dan menghidupkannya. Usahanya dalam mengerjakan sunnah tersebut adalah amalan terbaik, karena hal itu adalah satu usaha untuk menghidupkan sunnah. Rasulullah SAWW bersabda: “Barang siapa yang meninggalkan sunnah hasanah (sebagai warisan darinya), maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya hingga hari kiamat tanpa dikurangi sedikit pun”.
4. Ibadah para pedagang, hamba dan orang merdeka
“Sebagian orang menyembah Allah karena ingin mendapatkan sesuatu. Ibadah ini adalah ibadah para pedagang. Sebagian yang lain menyembah Allah karena takut. Ibadah ini adalah ibadah para hamba sahaya. Dan sebagian kaum menyembah Allah karena hanya ingin bersyukur (kepada-Nya). Ibadah ini adalah ibadah orang-orang yang merdeka. Dan ini adalah ibadah yang paling utama”.
5. Tidak berbuat lalim
“Janganlah engkau berbuat lalim kepada orang yang penolongnya adalah Allah azza wa jalla semata”.
6. Kepada siapakah kita harus meminta?
“Janganlah engkau meminta hajatmu kecuali kepada salah satu dari tiga orang ini: orang yang beragama, orang yang memiliki harga diri dan orang yang berasal dari keturunan baik”.
7. Orang yang kikir
“Orang yang kikir adalah orang yang tidak mau mengucapkan salam”.
8. Akibat mengikuti orang yang berdosa
“Barang siapa yang bersahabat dengan seseorang atas dorongan ingin bermaksiat kepada Allah, maka ia tidak akan mendapatkan apa yang diharapkannya dan ditimpa apa yang ditakutinya”.
9. Menghormati anak-cucu Fathimah Az-Zahra` a.s.
“Demi Allah, aku tidak akan pernah mau hidup hina selamanya. Fathimah Az-Zahra` akan bertemu dengan ayahnya (pada hari kiamat) seraya mengadukan apa yang diperbuat oleh umatnya terhadap anak-cucunya. Dan tidak akan masuk surga orang yang mengganggunya dengan cara mengganggu anak-cucunya”.
10. Melawan orang-orang zalim
“Wahai manusia, sesungguhnya Rasulullah SAWW pernah bersabda: “Barang siapa yang melihat seorang raja (baca : penguasa) yang lalim, menghalalkan segala yang diharamkan oleh Allah, mengingkari janjinya kepada-Nya, menentang sunnah Rasul-Nya dan melakukan dosa dan kezaliman di dunia kemudian enggan merubahnya, maka Ia akan memasukkannya ke dalam golongannya”.
11. Ridha Allah adalah sumber kebahagiaan
“Tidak akan bahagia sebuah kaum yang berani membeli kerelaan makhluk dengan kemurkaan Allah”.
12. Pengikut terbaik
“Sungguh aku tidak mengenal pengikut yang lebih baik dari para pengikutku dan tidak pernah menemukan keluarga yang lebih setia dari keluargaku. Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan”.
13. Ucapan pemusnah duka
“Sesungguhnya seluruh bumi akan mati dan penduduk langit tidak akan kekal serta segala sesuatu akan musnah kecuali Dzat-Nya yang telah menciptakan bumi dengan kekuatan-Nya dan membangkitkan semua makhluk kelak. Mereka akan bangkit kembali sedangkan Ia tetap tunggal”.
14. Kesabaran adalah jembatan kemenangan
Imam Husein a.s. menghibur para sahabatnya pada hari Asyura` seraya berkata: “Bersabarlah wahai orang-orang mulia, kematian hanyalah sebuah jembatan yang akan mengantarkan kalian menyeberangi dunia kesengsaraan menuju surga-surga yang luas dan nikmat yang abadi”.
15. Apakah dunia itu?
“Wahai hamba-hamba Allah, berhati-hatilah terhadap dunia, karena jika dunia harus kekal dimiliki oleh seseorang, maka para nabilah yang lebih berhak untuk hidup kekal dan lebih utama (untuk menyerahkan sepenuhnya apa yang mereka miliki untuk kehidupan dunia). Hanya saja Allah telah menciptakannya untuk dimusnahkan. Segala yang baru darinya akan sirna, nikmatnya akan musnah, kesenangannya akan berubah menjadi kesusahan, dan ia adalah sebuah rumah sementara. Oleh karena itu, berbekallah. Dan bekal yang terbaik adalah takwa. Dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung”.
16. Ketegaran yang menawan
“Tidak, demi Allah. Aku tidak akan menyerah kepada mereka seperti orang yang hina dan tidak akan lari dari medan perang seperti seorang hamba (yang lari dari majikannya)”.
17. Tidak kenal hina
“Ingatlah bahwa Yazid telah mengancam dengan dua hal: pedang dan kehinaan. Kami tidak mungkin memilih kehinaan. Allah, Rasul-Nya dan mukminin tidak menghendaki hal itu untuk kami. Jiwa-jiwa yang suci tidak mengizinkan kami mengorbankan manisnya terbunuh bersama orang-orang mulia demi menaati orang-orang yang tidak tahu diri”.
18. Kemurkaan Allah terhadap bangsa Yahudi, Majusi dan musuh Ahlul Bayt a.s.
“Allah sangat murka kepada bangsa Yahudi karena mereka menjadikan anak untuk-Nya, Ia sangat murka kepada pengikut agama Nasrani karena mereka menjadikan-Nya tuhan ketiga dari tiga tuhan, Ia sangat marah kepada penganut agama Majusi karena mereka menyembah matahari dan bulan di samping menyembah-Nya, dan Ia sangat marah kepada sebuah kaum yang sepakat untuk membunuh cucu nabi mereka”.
19. Agama tidak? Jadilah orang yang merdeka!
“Wahai pengikut Abu Sufyan, jika kalian tidak memiliki agama dan tidak takut hari kebangkitan, maka jadilah orang yang merdeka di duniamu, dan kembalilah untuk menengok keturunan kalian jika kalian memang keturunan Arab sebagaimana kalian yakini”.
20. Lebih dahulu berdamai
“Jika di antara dua orang terjadi percekcokan dan salah satu dari mereka berdua lebih dahulu minta untuk berdamai, maka ia akan masuk surga”.
21. Pahala mengucapkan salam
“Mengucapkan salam memiliki tujuh puluh kebaikan; enam puluh sembilan dari kebaikan itu akan diberikan kepada orang yang terlebih dahulu mengucapkan salam dan satu darinya akan diberikan kepada yang menjawabnya”.
22. Ridha Allah
“Barang siapa yang mengorbankan kemurkaan manusia demi ridha Allah, maka Ia akan mencukupkannya darinya, dan barang siapa yang mengorbankan kemurkaan Allah demi ridha manusia, maka Ia akan menyerahkan segala urusannya kepada manusia itu”.
23. Sebuah mimpi
“Ketahuilah bahwa dunia ini, manis dan pahitnya adalah sebuah mimpi, dan kesadaran sejati akan terjadi di akhirat kelak”.
24. Hindarilah!
“Janganlah kalian ucapkan sebuah ucapan yang dapat mengurangi harag diri dan nilaimu”.
25. Hidup kekal dengan sebuah kematian
“Mati dalam menempuh kemuliaan tidak lain adalah sebuah kehidupan abadi, dan hidup terhina tidak lain adalah sebuah kematian yang tidak berarti”.
oleh Mahdi Alhusaini

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger