SHALAT JUM’AT



Salat Jumat berjumlah dua rakaat. Tata caranya adalah seperti tata cara salat Shubuh. Dalam salat Jumat, sunah kita membaca qirâ’ah dengan suara keras, membaca surah Al-Jumu‘ah pada rakaat pertama, dan surah Al-Munâfiqûn pada rakaat kedua. Salat Jumat memiliki dua qunut: pertama, sebelum rukuk rakaat pertama dan kedua, setelah rukuk rakaat kedua.
Pada saat imam maksum as. berkuasa, salat Jumat memiliki hukum wajib ta‘yînî. Akan tetapi, pada masa kegaiban beliau, salat Jumat memiliki hukum wajib takhyîrî; yaitu kita bisa memiliki antara mengerjakan salat Jumat atau salat Zhuhur. Akan tetapi, mengerjakan salat Jumat adalah afhdal (lebih utama), dan mengerjakan salat Zhuhur adalah ahwath (lebih hati-hati). Dan lebih ihtiyâth lagi adalah kita mengumpulkan antara mengerjakan salat Jumat dan salat Zhuhur.
Syarat-Syarat Salat Jumat
Salat Jumat harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
a. Jumlah peserta; minimal jumlah peserta salat Jumat yang diperlukan adalah 5 orang dan salah seorang dari mereka bertindak sebagai imam. Salat Jumat tidak bisa terlaksana dengan jumlah peserta kurang dari 5 orang.
b. Dua khutbah; dua khutbah adalah wajib dan salat Jumat tidak bisa terbentuk tanpa kedua khutbah ini.
c.Berjamaah; salat Jumat tidak bisa terbentuk dengan salat furâdâ.
d. Tidak ada salat Jumat lain yang didirikan dalam jarak yang kurang dari 3 mil. Jika jarak antara kedua salat Jumat itu adalah 3 mil atau lebih, maka kedua salat Jumat itu sah. Jika terdapat sebuah kota besar yang berukuran beberapa farsakh, maka beberapa salat Jumat boleh didirikan pada setiap batas 3 mil.
Ada beberapa hal yang diwajibkan dalam kedua khutbah tersebut berikut ini:
a. At-Tahmîd (memuji Allah) dan—berdasarkan ihtiyâth wajib[1]—lantas diikuti dengan Ats-Tsanâ’ (menjunjung dan memuja-Nya).
b. Kemudian, mengirimkan salawat kepada Rasulullah saw. berdasarkan ihtiyâth wajib[2] pada khutbah pertama dan berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada khutbah kedua.
c. Kemudian, berwasiat untuk bertakwa kepada Allah berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada khutbah pertama dan berdasarkan ihtiyâth wajib[3] pada khutbah kedua.
d. Kemudian, membaca satu surah Al-Qur’an yang pendek berdasarkan pendapat yang lebih kuat pada khutbah pertama dan berdasarkan ihtiyâth wajib pada khutbah kedua.
e.Berdasarkan ihtiyâth mustahab,[4] mengirimkan salawat kepada para imam maksum as. setelah mengirimkan salawat kepada Rasulullah saw. dan memintakan ampun untuk mukminin dan mukminat pada khutbah kedua.
Yang paling utama adalah kita membaca khutbah yang telah diriwayatkan dari para maksum as.
Imam salat Jumat yang juga bertindak sebagai khatib harus menyebutkan hal-hal berikut ini dalam khutbahnya:
a. Seluruh kemaslahatan muslimin yang berhubungan dengan agama dan dunia mereka.
b. Memberitahukan kepada mereka segala peristiwa yang terjadi di negara-negara Islam dan non-Islam dan memiliki hubungan dengan mereka dalam agama dan dunia mereka, seperti masalah politik dan ekonomi yang memiliki peran penting dalam mewujudkan kemerdekaan dan tata cara hubungan mereka dengan negara-negara lain.
c. Memperingatkan mereka akan bahaya campur tangan negara-negara kolonialis asing dalam urusan politik dan ekonomi mereka.
d. Seluruh kemasalahatan muslimin yang lain.
Kedua khutbah Jumat boleh dibaca sebelum matahari tergelincir (zawâl). Akan tetapi, pembacaan khutbah ini harus diatur sedemikian rupa sehingga matahari tergelincir pada saat khatib usai membaca kedua khutbah tersebut. Dan ahwath[5] adalah kedua khutbah itu dibaca pada saat matahari tergelincir.[6]
Kedua khutbah Jumat harus dibaca sebelum salat Jumat didirikan. Jika imam salat Jumat mengerjakan salat Jumat terlebih dahulu, maka salat Jumat itu batal, dan ia harus mengulangi salat Jumat setelah membaca kedua khutbah Jumat.
Menurut pendapat yang zhâhir, imam salat Jumat tidak wajib mengulangi salat Jumat apabila ia lebih dahulu mengerjakan salat Jumat itu sebelum membaca kedua khutbah karena tidak tahu hukum atau lupa. Bahkan, ketidakwajiban mengulangi salat Jumat itu apabila ia mengerjakannya terlebih dahulu karena tidak sengaja dan tanpa pengetahuan adalah sebuah pendapat yang memiliki dalil (kâna lahu wajh).
Khatib harus berdiri pada saat membaca khutbah Jumat. Khatib dan imam salat Jumat harus satu orang; (yaitu orang yang bertindak sebagai khatib Jumat juga harus bertindak sebagai imam salat Jumat—pen.).
Berdasarkan ihtiyâth, bila bukan berdasarkan pendapat yang lebih kuat, khatib harus mengeraskan suaranya sehingga jumlah minimal peserta salat Jumat dapat mendengar suaranya. Bahkan menurut pendapat yang zhâhir, ia tidak boleh memelankan suaranya. Khatib selayaknya mengeraskan suaranya sehingga seluruh hadirin dapat mendengar suaranya, dan bahkan hal ini adalah ahwath.[7]
Jika peserta salat Jumat sangat banyak, maka ia selayaknya membaca khutbah dengan menggunakan pengeras suara untuk menyampaikan nasihat dan tablig agama, khususnya tentang masalah-masalah yang sangat penting, kepada mereka.
Berdasarkan ihtiyâth,[8] bahkan menurut pendapat yang awjah (lebih jitu), para peserta salat Jumat harus mendengarkan khutbah Jumat. Bahkan, berdasarkan ihtiyâth, mereka harus diam dan tidak berbicara apapun pada saat pembacaan khutbah Jumat berlangsung. Meskipun demikian, menurut pendapat yang lebih kuat, makruh mereka berbicara pada saat itu. Jika berbicara menyebabkan fungsi khutbah Jumat hilang dan mereka tidak dapat mendengarkan khutbah, maka mereka wajib tidak berbicara.
Orang yang Wajib Mengerjakan Salat Jumat
Salat Jumat adalah wajib atas mereka yang memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a.Berusia taklif (berusia balig dan berakal).
b.Laki-laki.
c. Merdeka, (bukan budak).
d. Tidak buta dan tidak terjangkit penyakit.
e. Bukan orang yang sudah tua bangka.
f. Jarak antara tempat tinggal mereka dan tempat salat Jumat didirikan tidak lebih dari 2 farsakh.
Mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas tidak wajib menghadiri salat Jumat, meskipun kita berpendapat bahwa salat Jumat adalah wajib ta‘yînî.
Jika mereka yang tidak memenuhi persyaratan di atas secara kebetulan menghadiri salat Jumat atau memaksakan diri untuk menghadirinya, maka salat Jumat mereka sah dan mencukupi dari salat Zhuhur. Begitu juga halnya berkenaan dengan mereka yang diizinkan untuk tidak menghadiri salat Jumat lantaran hujan atau hawa dingin yang menyengat, dan juga berkenaan dengan mereka yang menghadiri salat Jumat menyulitkan mereka.
Ya, salat Jumat orang yang gila tidak sah. Akan tetapi, salat Jumat yang dikerjakan oleh anak kecil adalah sah. Hanya saja, jumlah minimal salat Jumat tidak boleh disempurnakan dengan menggunakan anak kecil dan salat Jumat juga tidak bisa terwujud bila hanya dihadiri oleh anak-anak kecil saja.
Musafir boleh[9] menghadiri salat Jumat; salat Jumatnya adalah sah dan mencukupi salat Zhuhur. Akan tetapi, salat Jumat yang hanya didirikan oleh para musafir tanpa mengikuti orang-orang yang tidak musafir adalah tidak sah. Musafir juga tidak boleh menjadi penyempurna jumlah minimal peserta salat Jumat.
Orang perempuan juga boleh menghadiri salat Jumat dan salatnya ini mencukupi salat Zhuhur, asalkan minimal jumlah peserta salat Jumat telah sempurna oleh kalangan kaum laki-laki.
Waktu Salat Jumat[10]
Waktu salat Jumat tiba pada saat matahari tergelincir. Jika imam salat Jumat telah usai membaca kedua khutbah pada saat matahari tergelincir, maka ia boleh memulai salat Jumat. Berdasarkan pendapat yang aqrab (lebih dekat), akhir waktu salat Jumat adalah bila ukuran bayangan orang yang memiliki tinggi tubuh normal telah berukuran dua langkah.
Jika kita telah memulai salat Jumat, lalu waktunya habis, maka salat Jumat kita adalah sah, asalkan kita telah mengerjakan satu rakaat dari salat Jumat itu pada waktunya. Jika tidak, maka salat Jumat kita adalah batal. Dan dalam kondisi ini, ihtiyâth dengan memilih salat Zhuhur—berdasarkan pendapat bahwa salat Jumat adalah wajib takhyîrî, sebagaimana hal ini adalah pendapat yang lebih kuat—jangan kita tinggalkan.[11]
Jika waktu salat Jumat telah habis, maka kita harus mengerjakan salat Zhuhur. Salat Jumat tidak memiliki qadha.
Beberapa Poin Penting
Pertama, seluruh persyaratan yang harus terpenuhi dalam salat jamaah juga harus terpenuhi dalam salat Jumat; yaitu tidak boleh ada penghalang, tempat imam berdiri tidak boleh lebih tinggi dari tempat makmum berdiri, jarak antara imam dan antara saf-saf salat harus terjaga, dan lain sebagainya. Begitu juga, seluruh persyaratan yang harus terpenuhi dalam diri imam salat jamaah juga harus terpenuhi dalam diri imam salat Jumat; yaitu berakal, bermazhab Syi‘ah Imamiah, adil, dan syarat-syarat yang lain.[12] Ya, salat Jumat tidak sah bila anak kecil atau orang perempuan bertindak sebagai imam salat Jumat, meskipun kita memperbolehkan mereka berdua menjadi imam bagi sejenis kelamin mereka dalam selain salat Jumat.
Kedua, azan kedua pada hari Jumat adalah sebuah bid‘ah yang haram. Azan ini dikumandangkan setelah azan asli (pertanda salat Zhuhur sudah masuk). Azan ini juga disebut dengan “azan ketiga”.
[1] Syaikh Behjat: Kedua khutbah Jumat tidak boleh kosong dari nasihat dan bacaan Al-Qur’an.
[2] Syaikh Behjat: Berdasarkan pendapat yang azhhar, salawat ini harus dibaca pada setiap khutbah.
[3] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, setiap khutbah harus berisi nasihat dan bacaan Al-Qur’an.
[4] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, khutbah kedua harus berisi salawat atas seluruh maksum as., satu per satu.
[5] Imam Khamenei: Berdasarkan ihtiyâth mustahab, sebagian dari kedua khutbah itu harus dibaca setelah matahari tergelincir.
Syaikh Behjat: Berdasarkan pendapat yang azhhar, kadar yang wajib dari kedua khutbah itu harus dibaca setelah matahari tergelincir.
[6] Sayyid Khu’i: Kedua khutbah itu harus dibaca setelah matahari tergelincir.
[7] Syaikh Behjat: Berdasarkan ihtiyâth wajib, kedua khutbah Jumat harus dibaca sedemikian rupa sehingga para hadirin dapat memahami artinya, sekalipun dengan menggunakan selain bahasa Arab. Meskipun demikian, kesahan salat Jumat bergantung pada memperdengarkan khutbah pada jumlah minimal peserta salat Jumat.
[8] Syaikh Behjat: Mereka wajib diam dan haram berbicara di pertengahan khutbah, apabila hal itu menyebabkan fungsi khutbah Jumat hilang.
[9]
Sayyid Khu’i: Berdasarkan ihtiyâth, setelah matahari tergelincir, kita jangan bepergian dari kota tempat didirikan salat Jumat yang memenuhi persyaratan.
[10] Masalah: Waktu salat Jumat dimulai dari awal waktu Zhuhur. Berdasarkan ihtiyâth, salat Jumat jangan ditunda hingga melebihi permulaan ‘urfi waktu salat Zhuhur (± 1 atau 2 jam dari awal waktu Zhuhur). Jika salat Jumat tidak didirikan hingga saat itu, maka berdasarkan ihtiyâth kita harus mengerjakan salat Zhuhur sebagai ganti dari salat Jumat itu.
[11] Syaikh Behjat: Jika kita menunda salat Jumat dari awal waktu, maka berdasarkan ihtiyâth wajib kita harus mengumpulkan antara salat Jumat dan salat Zhuhur.
[12] Imam Khamenei: Imam salat Jumat disyaratkan harus ditunjuk oleh pemimpin negara Islam (Al-Hâkim Asy-Syar‘i) yang adil. Akan tetapi, syarat ini hanya diperlukan berkenaan dengan aktualisasi efek-efek yang hanya khusus dimiliki oleh imam salat Jumat yang ditunjuk secara langsung, bukan berkenaan dengan pendirian salat Jumat itu sendiri.
www.nurmadinah.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger