Khumus




Khumus adalah salah satu hukum Islam yang memiliki peranan penting dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial. Khumus adalah kalimat yang sering kita dengar, bahkan ketika membahas tentang pembagian ghanimah (rampasan perang), Alquran juga menggunakan kalimat tersebut :
Ketahuilah, sesungguhnya apa yang saja yang dapat kamu peroleh (sebagai rampasan perang), maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. (QS Al-Anfal, 8 : 41).
Meskipun khumus merupakan konsep Islam, namun hukum ini kurang populer di kalangan kaum Muslim. Hal itu karena terjadi perbedaan pemahaman kata ghanimah di antara mereka. Sebagian menilai bahwa khumus hanya berlaku pada hasil rampasan perang dan ketika perang tidak pernah ada, maka hukum tersebut praktis tidak berlaku.
Arti Ghanimah
Ghanimah berasal dari ghunmun yang berarti keuntungan, sedang kalimat jamaknya maghanim. Dalam ayat 94 surat An-Nisa’ disebutkan :
Maka di sisi Allah terdapat banyak keuntungan (maghanim)…
Dalam sebuah hadis, Imam ‘Ali as juga menggunakan kata ghanimah : “Taatlah pada orang yang berakal, kamu akan beruntung, dan lawanlah (jauhilah) orang yang bodoh kamu akan selamat.”
Ghanimah berarti setiap keuntungan yang diraih oleh setiap orang, baik dari perniagaan, kerja, harta karun, pertanian, dan termasuk harta rampasan perang.
Imam Ja’far Ash-Shadiq ketika ditanya tentang khumus, beliau menjawab : “Khumus berlaku pada setiap keuntungan yang diraih oleh setiap manusia, sedikit maupun banyak.”
Antara Khumus dan Zakat
Zakat adalah mengeluarkan sebagian harta sebagai upaya membersihkan dan mengembangkan harta kekayaan tersebut, sedang khumus adalah suatu kewajiban yang harus dikeluarkan karena dalam setiap keuntungan terdapat hak orang – orang yang telah disebutkan Allah bagian-bagiannya. Zakat memiliki nishab tertentu sedang khumus tidak, kecuali dalam beberapa hal seperti Al-Ghaus dan Al-Kanz [harta karun].
Zakat hanya terbatas pada hal-hal seperti : unta, sapi, dan kambing (zakat An’am); emas dan perak (zakat naqd); gandum, kurma, dan anggur kering (zakat ghulat). Sedang selain sembilan hal tersebut zakat tidak wajib hukumnya tapi wajib khumus. Zakat dapat diberikan kepada setiap yang miskin, sedang khumus khusus hak Allah, Rasul, dan keluarganya. Karena mereka telah diharamkan menerima zakat, sebagai gantinya mereka harus mendapat khumus. Orang yang telah mengeluarkan zakat, dia tetap berkewajiban mengeluarkan khumus. Bagi yang tidak mengeluarkan khumus dari setiap keuntungan yang mereka dapatkan, maka mereka termasuk orang-orang yang menzalimi hak Muhammad Saww dan keluarganya.
Imam Ash-Shadiq as bersabda : “Sesungguhnya tiada Tuhan selain Dia, ketika mengharamkan kami menerima sedekah, maka Allah menurunkan khumus bagi kami. Haram bagi kami menerima sedekah sedang khumus bagi kami wajib dan kehormatan bagi kami halal.”
Dalam riwayat lain Imam Ja’far as mengatakan : “Tidak ada alasan bagi seorang hamba yang membeli sesuatu dari khumus lalu berkata ‘Ya Rabbi, saya beli dengan hartaku sendiri’ sehingga orang tersebut mendapat izin dari dari pemilik khumus.”
Imam as juga pernah bersabda : “Tidak dihalalkan bagi seseorang membeli sesuatu dari khumus sehingga hak kami sampai pada hak kami.”
Orang yang menggunakan hasil keuntungannya sebelum dikeluarkan khumusnya, berarti dia telah menzalimi hak orang lain, dan sesuatu yang dia beli dengan uang tersebut, haram hukumnya untuk beribadah.
Yang Berhak Menerima Khumus
Khumus dibagi dalam enam bagian : untuk Allah, Nabi, dan Imam. Tiga bagian ini untuk masa sekarang berada di tangan Imam Mahdi as. Sedang tiga yang lainnya : untuk anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil dari orang-orang yang ayahnya berhubungan nasab dengan ‘Abdul Muththalib, yang mereka beriman kepada Allah, bukan ahli maksiat, dan bahkan khumus tidak boleh diberikan untuk berbuat dosa. Hanya sekadar mengaku sayyid [keturunan Nabi], dia tidak berhak menerima khumus kecuali di daerahnya sudah dikenal dan tak seorang pun mengingkarinya.
Cara Mengeluarkan Khumus
• Tiga bagian khumus yang pertama – untuk Allah, Nabi, dan Imam – harus diberikan kepada hakim syar’i atau kepada marja’ yang ditaklidinya, atau dikelola untuk kepentingan lain tapi harus dengan izin hakim syar’i atau marja’ taqlid tersebut.
• Sedang tiga bagian yang lain dapat dikeluarkan dan diberikan kepada mereka yang berhak secara langsung, tapi tetap dengan catatan mendapat izin dari seorang hakim syar’i atau marja’ atau wakilnya yang mendapat mandat [dari marja’].
Yang Berhak Mengelola Khumus di Negara Kita Ini
Ada beberapa orang yang berhak menerima dan mengelola khumus di negara kita ini. Di antaranya adalah lembaga-lembaga yang mendapat lisensi (izin) langsung dari marja’ (mujtahid) dalam pengelolaan khumus. Persoalannya bukan siapa yang siap menerima dan mengelola khumus tapi siapakah yang mengeluarkan khumusnya.
Beberapa hal wajib khumus :
1. Setiap rampasan dan curian dari orang-orang kafir harbi ketika dalam perang dan dengan izin Imam Maksum. Sedang rampasan yang didapat dari peperangan dengan orang kafir tanpa izin dari Imam dan memungkinkan untuk izin darinya, maka rampasan tersebut dianggap sebagai anfal. Sementara perang di masa kegaiban Imam, seperti sekarang ini dan tidak memungkinkan izin darinya, maka rampasan tersebut wajib dikeluarkan khumusnya, khususnya jika perang tersebut untuk dakwah Islam. Begitu juga ketika mereka menyerang dan kaum Muslim mengadakan defensi (pertahanan). Kafir harbi adalah kafir yang memusuhi Islam yang darah dan hartanya halal serta perempuan dan anak-anak mereka bisa dijadikan tawanan. Termasuk kafir harbi adalah kaum nawashib yaitu orang-orang yang memusuhi Ahlul Bait Nabi Saww dengan batas-batas tertentu.
2. Semua jenis tambang, dan hukum penentuannya kembali kepada ‘urf. Artinya apakah hal yang ditemukan dari perut bumi tersebut sebagai tambang atau tidak tergantung pada hukum masyarakat umum. Ukuran nisabnya satu dinar atau seharganya. Baik tambang tersebut dikeluarkan oleh orang Muslim atau kafir. Untuk mengambil khumus dari orang kafir berada di tangan seorang hakim syar’i, dialah yang harus memintanya. Tapi ketika barang tersebut berpindah tangan kepada kaum Muslim, maka tidak perlu dikeluarkan khumus-nya sekalipun tahu benda tersebut belum dikeluarkan khumus-nya. Sebab para Imam Maksum telah menghalalkan hal tersebut bagi pengikut-pengikutnya.
3. Harta karun (Al-Kanz), dan hukum penentuannya kembali kepada ‘urf. Jika tidak diketahui, siapa pemiliknya, baik itu ditemukan di daerah kafir atau di daerah gersang kaum mukmin, baik itu peninggalan Islam atau tidak, maka yang menemukannyalah sebagai pemiliknya dan dia harus mengeluarkan khusmus-nya. Ukuran nisabnya adalah dua puluh dinar jika emas dan dua ratus dirham jika perak. Dan termasuk kategori kanz (harta karun) adalah apa yang ditemukan dalam perut binatang termasuk ikan, dan hukumnya tidak perlu nisab.
4. Hasil penyelaman, yaitu setiap mutiara, luk-luk dan marjan yang didapatkan dari cara menyelam. Sedang nisabnya jika senilai satu dinar dan seterusnya. Baik tambang, harta karun dan hasil penyelaman, nisab pengeluaran khumus-nya adalah hasil bersih setelah diambil biaya tenaga dan alat-alat lainnya.
5. Setiap kelebihan keuntungan satu tahun dari industri, pertanian, perdagangan dan bahkan dari setiap yang disebut mata pencaharian, setelah diambil dari seluruh kebutuhannya, anak dan keluarganya. Artinya, bagi setiap yang mendapat keuntungan, maka dia wajib mengeluarkan khumus-nya jika keuntungan tersebut masih tersisa setelah digunakan untuk biaya hidupnya, keluarga dan anak-anaknya selama satu tahun (keuntungan bersih).
Hal-hal yang tidak wajib dikeluarkan khumusnya: Hadiah, hibah, warisan, sedekah dan mahar.
Uang khumus dan zakat tidak wajib dikeluarkan khumusnya sekalipun lebih dari satu tahun, kecuali apabila bertujuan untuk mengembangkan, maka hukumnya wajib dikeluarkan khumusnya.
Jika ada orang yang memiliki barang yang tidak wajib dikeluarkan khumusnya, atau sudah dikeluarkan khumusnya, lalu dipasaran harganya meningkat maka kelebihan tersebut tidak wajib dikeluarkan khumusnya, kecuali jika memang dimaksudkan untuk berdagang, maka kelebihan tersebut harus dikeluarkan khumusnya jika sudah satu tahun.
Jumlah Khumus yang Harus Dikeluarkan
Dari lima hal tersebut di atas, khumus yang wajib dikeluarkannya adalah sebanyak seperlima atau 20 % dari hal-hal tersebut. Artinya, jika keuntungan Anda sebanyak satu juga rupiah, maka jumlah khumus yang harus Anda keluarkan sebesar Rp 200.000,00 dan seterusnya. Jika mutiara yang Anda dapatkan dari hasil menyelam atau harta karun yang Anda gali hanya senilai satu dinar atau dua puluh dirham, maka jumlah khumus yang harus Anda keluarkan adalah seperlima atau dua puluh persen dari jumlah tersebut.
Peranan dan Fungsi Khumus
Khumus memiliki peranan penting dalam Islam, baik kepentingan individual maupun sosial.
Yang dimaksud kepentingan individu artinya, orang yang telah mengeluarkan khumus dari setiap keuntungan yang dia raih, maka hartanya bersih, suci dan halal seratus persen.
Sedang yang dimaksud kepentingan sosial adalah orang yang mengeluarkan khumus, secara tidak langsung telah ikut andil dalam pengembangan Islam dan membantu tersebarnya ajaran Islam itu sendiri. Sebab setiap khumus yang diberikan kepada pengelolanya, tidak akan pernah dimanfaatkan kecuali kepentingan Islam. Pendirian pesantren, lembaga pendidikan, kesejahteraan para da’i Allah dan bahkan santunan kepada fakir miskin. Hal itu karena pengelolanya memiliki mandat penuh untuk memanfaatkan khumus tersebut. Sekiranya umat Islam, Sunni maupun Syi’i, masing-masing mengeluarkan khumusnya, tentu tradisi meminta-minta untuk membangun sebuah Mushalla atau Masjid yang ukuran luasnya relatif kecil, tidak akan pernah ada.
Setiap lembaga pendidikan yang mendapat khumus serta seluruh keperluannya tercukupi, maka eksistensi lembaga tersebut tidak akan pernah bergantung pada pemerintah. Artinya lembaga tersebut akan mandiri dan tidak akan bisa dijadikan sebagai kekuatan tirani.
Salah satu kelemahan mentalitas kaum Muslimin di Indonesia khususnya, adalah karena ketergantungan hidup mereka pada dana bantuan pemerintah sehingga lembaga tersebut tidak memiliki kebebasan dalam bersikap, akibatnya lembaga tersebut menjadi reperesentasi kekuatan pemerintah dan bukan kekuatan umat.
* Tafsir Al-Mizan karya ‘Allamah Thabathaba’i
* Tahrir Al-Wasilah karya Imam Khomeini

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger