Sujud secara bahasa berarti al-khudû’, yakni tunduk atau merendahkan
diri. Sedangkan sujud dalam shalat bermakna meletakkan dahi di atas
tanah. Inilah wujud peribadatan dan “penghinaan” seorang makhluk di
hadapan Khalik. Sampai-sampai disebutkan dalam riwayat, “Keadaan paling
dekat antara seorang hamba kepada Allah adalah ketika sujud.”
Karenanya menurut saya, shalat sejatinya bukanlah bacaan surah pendek
yang lama (apalagi dilama-lamakan), tapi justru sujud yang lama. Kepala
atau dahi dilambangkan sebagai bagian yang dimuliakan. Padahal
hakikatnya manusia hanya diciptakan dari tanah (turâb, ardh) bahkan
tanah hitam. Kesombongan manusia itu dihancurkan dengan menaruh lambang
kemuliaan (dahi) ke tempat aslinya (tanah) di hadapan Sang Pencipta.
Sujud dalam Fikih dan Sejarah
Dalam fikih Syiah Ahlul Bait, sujud di atas tanah merupakan perintah
Rasulullah dan para imam Ahlul Bait as. Dalam Fiqh Al-Imâm Ja’far
diriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Imam Jakfar tentang tempat
yang boleh dijadikan tempat sujud. Lalu dijawab, “Tidak boleh sujud
kecuali di atas ardh (tanah, bumi) atau yang tumbuh di bumi, kecuali
yang dimakan atau dipakai.”
Orang itu bertanya apa sebabnya, kemudian Imam menjawab, “Sujud
merupakan ketundukan kepada Allah, maka tidaklah layak dilakukan di atas
apa yang boleh dimakan dan dipakai, karena anak-anak dunia adalah hamba
dari apa yang mereka makan dan mereka pakai, sedangkan sujud adalah
dalam rangka beribadah kepada Allah…” Hal ini sesuai dengan perintah
Nabi Muhammad dalam Shahîh Al-Bukhârî:
جعلت لي الأرض مسجداً وطهوراً
“Dijadikannya tanah bagiku sebagai tempat sujud dan suci.” Artinya
tanah bukan saja mensucikan untuk bertayamum tapi juga sebagai tempat
sujud. Dalam segala kondisi Nabi selalu sujud di atas tanah. Pernah
ketika terjadi hujan di bulan Ramadan, masjid Nabi yang beratapkan
pelepah kurma menjadi becek. Abu Said Al-Khudri dalam riwayat Bukhari
berkata, “Aku melihat Rasulullah dikening dan hidungnya terdapat bekas
lumpur.”
Dalam kondisi panas, beberapa sahabat seperti Jabir bin Abdullah
Al-Anshari biasanya akan menggenggam dan membolak-balikkan kerikil agar
dingin sebelum digunakan untuk sujud. Sedangkan beberapa sahabat yang
lain mengadu kepada Nabi, tapi tidak ditanggapi.
عن خباب بن الأرت قال شكونا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم شده الرمضاء في جباهنا وأكفنا فلم يشكنا
Khabab bin Al-Arat berkata, “Kami mengadu kepada Rasulullah saw.
tentang sangat panasnya dahi kami (saat sujud), tapi beliau tidak
menanggapi pengaduan kami.” (HR. Al-Baihaqi) Tapi ada juga sahabat yang
mencari-cari kesempatan untuk sujud di atas kain, tapi ketahuan Rasul,
sebagaimana juga diriwayatkan dalam Sunan Al-Baihaqî:
عن عياض بن عبد الله القرشي قال رأى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا يسجد على كور عمامته فأوما بيده ارفع عمامتك وأومأ إلى جبهته
Iyad bin Abdullah Al-Quraisyi berkata, “Rasulullah saw melihat
seseorang sujud di atas lilitan serbannya. Maka beliau memberi isyarat
dengan tangannya untuk mengangkat serbannya sambil menunjuk pada
dahinya.” Mungkin karena riwayat di atas dan banyak riwayat lainnya
sehingga Imam Syafii pun mengatakan bahwa seseorang harus sujud di atas
tanah:
وَلَوْ سَجَدَ على رَأْسِهِ ولم يُمِسَّ شيئا من جَبْهَتِهِ الْأَرْضَ لم يَجْزِهِ السُّجُودُ وَإِنْ سَجَدَ على رَأْسِهِ فَمَاسَّ شيئا من جَبْهَتِهِ الْأَرْضَ أَجْزَأَهُ السُّجُودُ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
“Apabila seseorang sujud dan dahinya sama sekali tidak menyentuh
tanah, maka sujudnya dianggap tidak sah. Tetapi jika seseorang sujud dan
bagian dahinya menyentuh tanah (al-ardh), maka sujudnya dianggap cukup
dan sah, Insya Allah Taala.” (Al-Umm, 1/114)
Artinya, menurut mazhab Imam Syafii seseorang ketika sujud dahinya
harus menyentuh tanah. Tapi apakah orang Syiah protes ketika teman-teman
bermazhab Syafii sujud di atas sajadah yang terbuat dari kain bahkan
bahan sintetis? Lalu kenapa ada yang protes (bahkan menyebutnya musyrik)
ketika orang Syiah sujud di atas tanah padahal itu sesuai dengan fikih
mereka yang diajarkan Ahlul Bait?!
Meski demikian Rasulullah saw. memberikan keringanan untuk sujud di
atas setiap benda yang tumbuh di atas tanah, jika memang cuaca sangat
panas atau sangat dingin. Terkadang Rasul menggunakan khumrah (semacam
tikar kecil) dan terkadang karena uzur/darurat beliau mengizinkan
sahabat untuk menarik serbannya. Artinya selama bisa sujud di atas
tanah, maka Rasul melarang (seperti dalam riwayat Al-Baihaqi).
Turbah Al-Husain
Sebuah blog menyebut Syiah sebagai penyembah berhala. Hal itu karena
mereka tidak memahami dengan benar makna “muslim”. Ketika seseorang
bersyahadat dan menjadi Muslim, maka yang disembah adalah Allah.
Sedangkan syirik adalah menyembah selain Allah. Bagaimana mungkin
menjadi musyrik dan menyembah berhala padahal dalam shalatnya ia
bertakbir, tahmid, tahlil, salawat dan seterusnya? Tentu kalian tidak
ingin disebut sebagai penyembah berhala karena sujud di atas kain
sajadah, ‘kan?
Turbah hanyalah sebuah lempengan tanah tempat orang-orang Syiah
“sujud di atasnya” (masjûd ‘alaih) bukan “sujud kepadanya” (masjûd
lahu). Lalu mengapa tanah Karbala atau turbatul Husain yang dipilih?
Pertama, yang diwajibkan adalah sujud di atas tanah atau yang tumbuh
dari bumi kecuali yang dapat dimakan atau dipakai. Jadi menurut saya,
tidak ada kewajiban untuk sujud di atas tanah Karbala. Kedua, menjadikan
tanah Karbala sebagai turbah tidak berarti tanah Madinah dekat pusara
Nabi saw. tidak memiliki keutamaan. Karena masing-masing memiliki
keutamaannya sendiri.
Hanya saja tanah Karbala adalah tempat terbunuhnya cucu Nabi dan
keluarganya untuk membela Islam sejati yang hampir musnah. Tanah
tersebut telah dibanjiri darah suci para syuhada yang berjuang di jalan
Allah. Kaum Syiah akan terus mengingat perjuangan Imam Husain as.
Bukankah segala sesuatu yang berkaitan dengan Allah akan memiliki
keutamaan? “Kemuliaan suatu tempat terletak pada siapa yang
menempatinya,” kata pepatah.
Imam ash-Shadiq as berkata, “Sujud di atas tanah adalah suatu kewajiban.” (Wasail Syiah juz 3 hal.)
فقد قال الأمام جعفر الصادق عليه السلام لا تسجد إلا على الأرض أو ما أنبتت الأرض
Berkata Imam Ja’far ash-Shadiq as, “Janganlab kamu sujud kecuali di
atas tanah atau apa-apa yang… tumbuh dari tanah.” (Biharul Anwar juz 85
hal. 149, al-Kafi juz 3 hal. 330).
Seseorang bertanya tentang sujud di atas sorban sedangkan dahinya tidak menyentuh tanah.
Seseorang bertanya tentang sujud di atas sorban sedangkan dahinya tidak menyentuh tanah.
فقال الإمام جعفر الصادق عليه السلام لايجزيه ذلك حتى تصل جبهته الأرض
Berkata Imam ash-Shadiq as, “Tidak boleh sehingga sampai mengena dahinya ke tanah.” (Wasail Syiah juz 3 hal. 609).
سأل هشام بن الحكم الإمام الصادق عليه السلام فقال: أخبرني يا بن رسول :الله عما يجوز السجود عليه السلام يجوز السجود على الأرض أوما أنبتت، إلا ما أآِل أو لُبش
“Hisyam bin hakam bertanya kepada Imam ash-Shadiq as, “Beritahu aku
wahai putra Rasulullah tentang apa-apa yang boleh sujud di atasnya dan
apa-apa yang tidak boleh?” Beliau menjawab,
‘Boleh sujud di atas tanah atau apa-apa yang tumbuh dari tanah, kecuali yang dapat dimakan
atau yang dapat dipakai.” (Wasail Syiah juz 3 hal. 591).
‘Boleh sujud di atas tanah atau apa-apa yang tumbuh dari tanah, kecuali yang dapat dimakan
atau yang dapat dipakai.” (Wasail Syiah juz 3 hal. 591).
عن أنس بن مالك قال: آنا نصلي مع رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم في شدة الحر فيأخذ أحدنا الحصباء في يده، فإذا بردت وضعها و سجد عليها
Dari Anas bin Malik berkata, “Kami salat bersamaRasulullah saw di
musim yang sangat panas, salah satu dari kami mengambil kerikil lalu
diletakkan di tangannya, apabila kerikil tadi sudah dingin lalu kerikil
tersebut diletakkan dan di pakai untuk sujud di atasnya.”(Sunan Baihaqi
juz 2 halo 105, Nailul authar juz 2 hal. 268) ..
عن ابن عباس: إن النبي صلى الله عليه
وآله وسلم آان يصلي على الخُمرة
Dari Abdullah bin Abbas, “Sesungguhnya Nabi saw salat di atas Khumroh
(tikar yangterbuat dari daun pohon kurma sebesar wajah).” (Musnad Ahmad
bin Hambal juz 1 hal. 269/ 309/29/358; Sahih Tirmizi juz 2 hal. 151).
عن ابن عمر: آان رسول الله صلى الله عليه وآله و سلم يصلي على الخُمرة
Dari Abdullah bin Umar, “Bahwasannya Rasulullah saw salat di atas
Khumroh ( tikar yang terbuat dari daun pohon kurma sebesar wajah).”
(Musnad Ahmad bin Hambal juz 2 haI. 92; Sunan Tirmizdi juz 2 hal. 151) .
عن وائل قال: رأيت النبي صلى الله عليه واله وسلم إذا سجد و ضع جبهتة وأنفه على الارض
Dari Wail berkata, “Aku melihat Nabi saw apabila beliau sujud, beliau
meletakkan dahi danhidungnya di atas tanah.” (Ahkamul Qur ‘an lil Jash
Shoh, juz 3 hal. 36 Musnad Ahmad Bin Hanbal, juz 4 hal. 315).
Rasulullah saw melarang para sahabatnya jika bersujud selain di atas tanah.
Rasulullah saw melarang para sahabatnya jika bersujud selain di atas tanah.
www.nurmadinah.com
0 komentar:
Posting Komentar