Para Imam Ahlulbait as. adalah pewaris kepemimpinan kenabian mereka
adalah hujjah-hujjah Allah di atas bumi…. Mereka adalah adillâ’u Ilal
Khair/penunjuk jalan menuju kebaikan dunia dan akhirat mengkuti
bimbingan para Imam Ahlulbait as. akan menjamin kebahagian umat manusia
dalam berbagai kesempatan, para Imam as. mencurahkan perhatian mereka
terhadap umat Rasulullah saw. secara umum dan kepada para pecinta dan
pengkut secara khusus
Adalah sebuah realita yang tak terbantahkan bahwa ternyata di
tengah-tengah umat Islam, ada sekelompok yang berkiblat, meyakini imamah
para imam Ahlulbait as. dan menjadikan mereka sebagai rujukan dalam
segala urusan agama , mereka itu adalah Syi’ah Ahlulbait/para pengikut
Ahlulbait as. eksistenti mereka selalu digandengakan dengan nama
Ahlulbait as.
Untuk mereka, para imam suci Ahlulbait as. memberikan perhatian
khusus mereka dalam membimbing mereka untuk merealisasikan Islam dengan
segenap ajarannya yang paripurna dan kâffah, baik dalam ibadah maupun
akhlak dan etika pergaulan.
Dalam artikel ini saya mencoba menyajikan untuk Anda irsyâd dan
didikan para imam suci Ahlulbait as. untuk Syi’ah mereka, agar dapat
diketahui batapa agung dan mulianya bimbingan mereka as.
Jadilah Kalian Sebagai Penghias Kami
Dalam sabda-sabda mereka, para Imam suci Ahlulbait as. meminta dengan
sangat dari Syi’ah agar menjadi penghias bagi para imam dan tidak
mencoreng nama harus mereka. Apabila mereka menyandang akhlak islami,
beradab dengan didikan para imam pasti manusia akan memunji para imam
Ahlulbait sebagai pembimbing yang telah mampu mencetak para pengikut
yang berkualitas, mareka pasti akan mengatakan alangkah mulianya didikan
para imam Ahlulbait itu terhadap Syi’ah mereka! Begitu juga sebailnya,
apabila manusia menyaksikan keburukan sifat dan sikap serta perlakuan,
maka mereka akan menyalahkan Ahlulbait as. dan mungkin akan menuduh para
imam telah gagal dalam membina para Syi’ah mereka.
Sulaiman ibn Mahrân berkata, “Aku masuik menjumpai Imam Ja’far ibn
Muhammad ash Shadiq as., ketika itu di sisi beliau ada beberapa orang
Syi’ah, beliau as. bersabda:
معاشِرَ الشيعَةِ! كونُوا لنا زينًا وَ لاَ تكونوا علينا شَيْنًا، و
احفَظُوا أَلْسِنَتَكُمْ و كُفُّها عن الفُضُولِ و قُبْحِ القولِ.
“Wahai sekalian Syi’ah! Jadilah kalian penghias bagi kami dan jangan
jadi pencoreng kami. Katakan yang baik-baik keada manusia, jagalah
lisan-lisan kalian, tahanlah dia dari kelebihan berbicara dan omongan
yang jelak.” [1]
Dalam sabda beliau di atas, Imam Ja’far menekankan pentingnya menjadi
penghias bagi Ahlulbait as., hal demikian tidak berarti bahwa Ahlulbait
as. akan menyandang kemulian disebabkan kebaikan Syi’ah mereka, akan
tetapi lebih terkait dengan penilaian manusia tentang mereka yang biasa
menilai seorang pemimpin melalui penilaian terhadap para pengikutnya.
Imam Ja’far as. menekankan pentinghnya bertutur kata yang baik dan
manjaga lisan dari berbicara jelak.
Dalam hadis lain, Imam Ja’far as. bersabda:
يا معشرَ الشيعَةِ! إِنَّكُمْ نُسِبْتُمْ إلينَا، كونوا لنا زينًا وَ لاَ تكونوا علينا شَيْنًا
“Hai sekalian Syi’ah! Sesungguhnya kalian telah dinisbatkan kepada
kami, jadilah penghias bagi kami dan jangan menjadi pencorang!” [2]
Dalam sabda lain beliau berkata:
رَحِمَ اللهُ عَبْدًا حَبَبَنَا إلى الناسِ لا يُبَغِّضُنا إليهِمْ.
وايمُ اللهِ لَوْ يرْوونَ مَحاسِنَ كلامِنا لَكانوا أَعَزَّ، و ما استَطاعَ
أَحدٌ أَنْ يَتَعَلَّقَ عليهِمْ بشيْئٍ.
“Semoga Allah merahmati seorang yang mencintakan kami kepada manusia
dan tidak membencikan kami kepada mereka. Demi Allah andai mereka
menyampaikn keindahan ucapan-ucapan kami pastilah mereka lebih berjaya
dan tiada seorangpun yang dapt bergantung atas (menyalahkan) mereka
dengan sesuatu apapun.”[3]
Dalam salah satu pesannya melalui sahabat beliau bernama Abdul A’lâ, Imam Ja’far bersabda:
يَا عبدَ الأعلى … فَأَقْرَأْهُمْ السلام و رحمة الله و قل: قال لكم:
رَحِمَ اللهُ عبْدًا اسْتَجَرَّ مَوَدَّةَ الناسِ إلى نفسِهِ و إلينا
بِأَنْ يُظْهِرَ ما يَعْرِفُونَ و يَكُفَّ عنهُم ما يُنْكِرُونَ.
“Hai Abdul A’lâ… sampaikan salam kepada mereka (syi’ahku) dan
katakana kepada mereka bahwa Ja’far berkata keada kalian, “Semoga Allah
merahmati seorang hamba yang menarik kecintaan manusia kepada dirnya dan
keada kami dengan menampakkan apa-apa yang mereka kenal dan menahan
dari menyampaikan apa-apa yang tidak mereka kenal.”[4]
Wara’ dan Ketaqwaan
Tidak kita temukan wasiat yang paling ditekankan para imam suci
Ahlulbait as. untuk Syi’ah mereka seperti ketaqwaan dan wara’. Syi’ah
adalah mereka yang mengikuti dan bermusyâya’ah kepada Ahlulbait as.. Dan
mereka yang paling berpegang teguh dengan ketaqwaan dan wara’lah yang
paling dekat dan paling istimewa kedudukannya di sisi Ahlulbait as.,
sebab inti kesyi’ahan adalah mengikuti, beruswah dan meneladani. Maka
barang siapa hendak mengikuti dan meneladani Ahlulibat as. tidak ada
jalan untuk itu selain ketaatan kepada Allah SWT. bersikap wara’ dan
bertaqwa.
Abu Shabâh al Kinani berkata, “Aku berkata kepada Abu Abdillah (Imam
Ja’far) as. ‘Di kota Kufah kami diperolok-olokkan karena (mengikuti
tuan), kami diolok-olok ‘Ja’fariyah’. Maka Imam murka dan bersabda:
إنَّ أصحابَ جعفر مِنكُم لَقليلٌ، إنما أصحابُ جَعْفَر مَنْ اشْتَدَّ وَرَعُهُ و عَمِلَ لِخالِقِهِ.
“Sesungguhnya pengikut Ja’far di antara kalian itu sedikit.
Sesungguhnya pengikut ja’fa itu adalah oran yang besar kehait-hatiannya
dan berbuat untuk akhiratnya.’”[5]
Syi’ah adalah mereka yang telah menjadikan manusia-manusia suci
pilihan Allah SWT sebagai panutan mereka. Para imam itu adalah
hamba-hamba Allah yang telah mencapai derajat yang sangat tinggi di sisi
Allah disebabkan ketaqwaan mereka, maka dari mereka yang mengikuti para
imam Ahlulbait as. itu adalah yang paling berhak menghias diri mereka
dengan ketaqwaan dan wara’.
Bassâm berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah as. bersabda:
إنَّ أَحَقَّ الناسِ بالورعِ آلُ محمدٍ و شِيْعَتُهُم
“Yang paling berhak bersikap wara’ adalah keluarga Muhammad dan Syi’ah mereka.”[6]
Dan berkat didikan para imamsuci Ahlulbait as., maka sudah
seharusnyaSyi’ah Ahlulbait adalah seperti yang disabdakan Imam Ja’far
as.:
شيعتُنا أهلُ الورعِ و الإجتهادِ، و أهلُ الوقارِ و الأمانَةِ، أهلُ
الزهدِ و العبادَةِ. أصحابُ إحدَى و خمسونَ رَكْعَةً في اليومِ و الليلَةِ،
القائمونَ بالليلِ، الصائمونَ بالنهار، يَحِجُّونَ البيتَ… و يَجْتَنِبونَ
كُلَّ مُحَرَّمٍ.
“Syi’ah kami adalah ahli/penyandang wara’ dan bersungguh-sungguh
dalam ibadah, pemilik ketenangan/keanggunan dan amanat, penyandang zuhud
dan getol beribadah. Pelaksana shalat lima puluh satu rakaat dalam
sehari sealam. Berdiri (mengisi malam dengan shalat) puasa di siang hari
dan berangkat haji ke tanah suci… dan mereka menjauhkan dri dari setiap
yang haram.”[7]
Imam Ja’far as. bersabda:
و اللهِ ما شيعَةُ علي (عليه السلام) إلاَّ مَنْ عَفَّ بطنُهُ و فرْجُهُ، و عمل لِخالقِهِ، و رجَا ثوابَهُ، و خافَ عقابَهُ.
“Demi Allah, tiada Syi’ah Ali as. kecuali orang yang menjaga perutnya
dan kemaluannya, berbuat demi Tuhannya, mengharap pahala-Nya dan takut
dari siksa-Nya.”[8]
Dalam sabda lain Imam Ja’far as. bersabda mengarahkan Syi’ah beliau:
يا شِيْعَةَ آلِ محمَّدٍ، إنَهُ ليسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَملكْ نفسَهُ
عندَ الغضَبِ، و لَمْ يُحسِنْ صُحْبَةَ مَن صحِبَهُ، و مرافَقَةَ مَن
رافقَهُ، و مصالَحَةَ مَن صالَحَهُ.
“Wahai Syi’ah Âli (keluarga) Muhammad, sesungguhnya bukan dari kami
orang yang tidak menguasai nafsunya disaat merah, tidak berbaik
persahabatan dengan orang yang ia temani, dan tidak berbaik kebersamaan
dengan orang yang bermasa dengannya serta tidak berbaik shulh dengan
oranf yang berdamai dengannya.” [9]
Para Imam Ahlubait as. tidak puas dari Syi’ah mereka apabila di
sebuah kota masih ada orang selain mereka yang lebih berkualitas. Syi’ah
Ahlulbait as. harus menjadi anggota masyarakat paling unggul dalam
berbagai kebaikan. Imam Ja’far as. bersabda:
ليسَ مِنْ شيعَتِنا مَنْ يكونُ فِيْ مِصْرَ، يكونُ فيْهِ آلآف و يكون في المصرِ أورَعُ منهُ.
“Tidak termasuk dari Syi’ah kami seorang yang betinggal di sebuah
kota yang terdiri dari beribu-ribu masyarakat, sementara di kota itu ada
seorang yang lebih wara’ darinya.” [10]
Dengan berwilayah, mengakui imamah Ahlulbait as. dan mengikuti ajaran
mereka, Syi’ah benar-benar berada di atas jalan yang mustaqîm dan di
atas agama Allah SWT. Jadi dari sisi keyakinan dan I’tiqâd mereka sudah
berasa di atas kebenaran, sehingga yang petning sekarang bagi mereka
adalah memperbaikit kualitas amal dan akhak mereka. Kulaib ibn Mu’awiyah
al Asadi berkata, “Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ja’far) as.
bersabda:
و اللهِ إنَّكُمْ لَعلَى دينِ اللهِ و دينِ ملآئكَتِهِ فَأَعِيْنُونِيْ
بورَعٍ و اجتهادٍ. عليكُمْ بصلاةِ الليلِ و اعبادَةِ، عليكم بالورعِ.
“Demi Allah kalian benar-benar berada di atas agama Allah dan agama
para malaikat-Nya, maka bantulah aku dengan wara’ dan
kesungguh-sungguhan dalam ibadah. Hendaknya kalian konsisten shalat
malam, beribadah. Hendaknya kalian konsisten berpegang dengan wara’.”
[11]
Memelihara hati agar selalu ingat kepada Allah SWT.; perintah dan
larangan-Nya juga menjadi sorotan perhatian parta imam suci Ahlulbait
as.
Penulis kitab Bashâir ad Darâjât meriwayatkan dari Murâzim bahwa Imam Zainal Abidin as. bersabda kepadanya:
يا مرازِم! ليسَ مِن شيعَتِنا مَنْ خَلاَ ثُمَّ لَمْ يَرْعَ قَلْبَهُِ
“Hai Murâzim, bukan dari Syi’ah kami seorang yang menyendiri kemudian ia tidak menjaga hatinya.”[12]
Diriwayatkan ada seseorang berkata kepada Imam Hsain as., “Wahai putra Rasulullah, aku dari Syi’ah kamu.” Maka Imam bersabda:
إنَّ شِيْعَتَنا مَنْ سَلِمَتْ قلوبُهُم من كُلِّ غِشٍّ و غِلِّ و دَغْلٍ.ُ
“Syi’ah kami, adalah orang-oarng yang hati-hati mereka selamat/bersih
dari segala bentuk pengkhianatan, kedengkian dan makar.”[13]
Imam Ja’far as. juga bersabda:
ليسَ مِنْ شيعَتِنا مَن قال بلسانِهِ و خالفَنا في أعمالِنا و آثارِنا،
لَكِنْ شيعتُنا مَنْ وافقَنا بلسانِهِ و قلبِهِ و تَب~عَ أثارَنا وَ عمِلَ
بِأَعمالِنا. أولئكَ شيعتُنا.
“Bukan termasuk Syi’ah kami orang yang berkata dengan lisannya namun
ia menyalahgi kami dalam amal-amal dan tindakan kami. Tetapi Syi’ah kami
adalah orang yang menyesuai kami dengan lisan dan hatinya dan mengikuti
tindakan-tindakan kami serta beamal dengan amal kami. Mereka itulah
Syi’ah kami.”
Hadis di atas adalah pendefenisian yang sempurna siapa sejatinya
Syi’ah Ahlulbiat itu, dan sekaligus membubarkan angan-angan dan
klaim-klaim sebagian yang mengaku-ngaku sebagai Syiah sementara dari
sisi ajaran tidak mengambil dari Ahlulbait as. dan dalam beramal tidak
menteladani Ahlulbait as. Semoga kita digolongkan dari Syi’ah Ahlulbait
yang sejati. Amin.
Semangat Beribadah
Ciri lain yang seharusnya terpenuhi dapa Syi’ah Ahlulbait as. adalah
bergeloranya semangat beribadah kepada Allah SWT. mengisi hari-hari
mereka dengan mendekatkan diri kepada Allah, drengan bersujud, menangisi
kesahalan dan dosa-dosa yang dikerjakannya dan kekurangan serta
keteledorannya, membaca Alqu’an al Karim.
Dalam sebuah sabdanya, Imam al baqir as. bersabda kepada Abu al Miqdâm:
… إِذا جَنَّهُمُ الليلُ اتَّخَذُوا الأرْضَ فِراشًا، و استقلُُّوا
الأرضَ بِجِباهِهِمْ ، كثيرٌ سجودُهُم ، كثيرَةٌ دموعُهُمْ، كثيرٌدعاؤُهُم ،
كثيرٌ بكاؤُهُمْ ، يَفْرَحُ الناسُ و هُمْ يَحْزَنونَ.
“…jika malam menyelimuti mereka, mereka menjadikan tanah sebagai
hamparannya, dan meletakkan dahi-dahi mereka ke bumi. Banyak sujudnya,
deras air matanya, banyak doanya dan banyak tangisnya. Orang-orang
bergembira sementara mereka bersedih.”[14]
Imam Ja’far as. bersabda:
شيعتُنا أهلُ الورعِ و الإجتهادِ ، و اهلُ الوفاء و الأمانةِ، و أهل
الزهدِ و العبادةِ، أصحابُ إحدِىَ و خمسينَ ركعَةً في اليومِ و الليلَةِ، و
القَائِمُونَ باللَّيلِ، الصائِمونَ بالنهارِ ،يُزَكُّوْنَ أَموالَهُمْ ، و
يَحِجُّوْنَ البيتَ و يَجْتَنِبُوْنَ كُلَّ مُحَرَّمٍ.
“Syi’ah kami adalah ahli (penyandang) wara’, dan kesungguh-sungguhaa
dalam ibadah, ahli menepati janji dan amanat, ahli zuhud dan ibadah,
ahli (pelaknasa) salat lima puluh sau raka’at dalam sehari, bangun di
malam hari, puasa di siang hari, menzakati hartanya, melaksanakan haji,
dan menjauhkan diri dari setiap yang diharamkan.”[15]
Rahib Di Malam Hari Dan Singa Di Siang Hari
Nauf, -seorang sahabat Imam Ali as.- mensifati kenangan indahnya
bersama Imam Ali as. ketika menghidupkan malamnya di atas atap rumah
dengan shalat… Imam Ali as. menatap bintang- gemintang di langit seakan
sedih, kemudian beliau bertanya kepada Nauf, “Hai Nauf, apakah engkap
tidur atau bangun?” Aku terjaga. Jawab Nauf. Lalu beliau bersabda:
أَ تَدْرِيْ مَنْ شيعتِيْ؟ شيعتِيْ الذُبْلُ الشِفاهِ، الخُمْصٌ
البُطُونِ، الذي تُعْرَفُ الرَّهْبانِيَّةُ و الربانية في وُجُوهِهِمْ،
رهبانٌ بالليلِ ، أسَدٌ بالنهارِ، إذا جّنَّهُم الليلُ اتَّزَرُوا على
أوساطِهِمْ و ارْتَدَوْا على أطرافِهِمْ، و صَفُّوا أقدامَهُمْ و افترشُوا
جناهَهُمْ، تَجْرِي الدموعُ على خدودِهِم، يَجْأَرونَ إلى اللهِ فكتكِ
رقَبَتِهِمْ مِنَ ، أمَّا الليلُ فَحُلماءُ علماؤ أبرارٌ أتقِياءُ.
“Hai Nauf, tahukan engkau siapa Syi’ahku? Syi’ahku adalah yang layu
bibir-bibr mereka, cekung perut-perut mereka, penghambaan dan rabbaniyah
dikenal dari wajah-wajah mereka. Mereka adalah para rahib di malam
hari, dan singa di siang hari. Jika malam telah menyelimuti mereka,
mereka mengencangkan kain ikatan (baju) mereka, mereka berkain di atas
pundak mereka, mereka merapatkan kaki-kaki mereka, mereka meletakkan
dahi-dahi mereka. Air mata mereka mengalir di atas pipi-pipi mereka,
mereka meraung-raung memohon kepada Allah agar dibebaskan dari siksa
neraka. Adapun di siang hari mereka adalah orang-orang yang dingin
hatinya, pandai, baik-baik dan bertaqwa.”[16]
Sungguh indah gambaran yang dilukiskan Imam Ali as. bagi Syi’ah
beliau as. para rahib di malam hari, dan singa di siang hari. Ia adalah
ungkapan yang sangat tepat yang menggambarkan kondisi serasi dalam
mengombinasikan aktifitas kehidupan mereka. Mereka menguasa mala-malam
taktaka kegelapan telah menyelimuti angkasa. Kamu saksikan mereka
meletakkan dahi-dahi kerendahan di hadapan Sang Khaliq dalam keadaan
khusyu’ dan penuh penghambaan. Mereka meraung-raung menangis mengharap
ampunan Allah dan kebebasan dari belenggu ap neraka.
Dan ketika siang datang menyinari bumi, berubalah mereka menjadi para
pendekar di ddalam arena perjuangan kehidupan… mereka adalah ulama yang
meresap ilmu dan ma’rifahnya tentang Allah SWT…. mereka adalah berhati
dingin, pemaaf, bertaqwa dan penyabar serta berjuang tak kenal lelah.
Dzikir dim ala hari, ketaqwaan dan perjuangan dim ala hari… kebuah
komposisi seimbang bagi kepribadian seorang Muslim Mukmin yang ideal.
Itulah Syi’ah Ali as.!
[1] Amâli ath Thûsi,2/55 dan Bihar al Anwâr,68/151.
[2] Misykât al Anwâr:67.
[3] Ibid.180.
[4] Bihal al Anwâr,2/77.
[5] Al Bihar,68/166.
[6] Bisyâratul Mushthafa:17.
[7] Al Bihâr,68/167.
[8] Ibid.168.
[9] Ibid.266.
[10] Ibid.164.
[11] Bisyâratul Mushthafa:55 dan 174, dan Al Bihâr,68/87.
[12] Bashâir ad Darajât:247 darinya al Bihâr,68/153.
[13] Al Bihâr,68/164.
[14] Al Khishâl,2/58 darinya al Bihâr,68/1490-150.
[15] Shifâtusy Syi’ah:2 dari al Bihâr,68/167 hadis 33.
[16] Al Bihâr,68/191
www.nurmadinah.com
0 komentar:
Posting Komentar