Renungan puncak smpai mnuju
Ilahi Keakraban adalh kebersamaan yang dicapai dengan cinta. Begitu
banyaknya kesamaan diri kita dgan Allh SWT sehingga kita akn merasa kan
begitu dekat dengan-Nya. Diri kita memang tidak bisa dipisahkan
dengan-Nya karena kita semua be rasal dari-Nya, Inna lillahi wa inna
ilayhi roji'un.
Sprti laut dan gelombangnya, lmpu dan cahayanya, api dan panasnya; berbeda tetapi tidk dpt dipisahkan. Allh SWT dan makhluk-Nya, brbeda tetapi tak bisa dipisahkan. Kita tidk bisa mengatakan bahwa laut sama dengan gelombang, lampu sama dengan cahaya, atau api sama dgn bara, demikian pula kita tidak bisa mengatakan bahwa makhluk sama dengan Kholiq. Lautan cinta pda diri seseorang akan mngimbas pada sluruh ruang. Jika cinta sudah trpatri dlam seluruh jaringan badan kita mka vibrasinya akn mnghapus smua kbncian. Sbgai manifestasinya dalam kehidupan, begitu bertemu dengan seseorang, ia tersenyum, sebagai ungkapan dan tanda rasa cinta.
Sprti laut dan gelombangnya, lmpu dan cahayanya, api dan panasnya; berbeda tetapi tidk dpt dipisahkan. Allh SWT dan makhluk-Nya, brbeda tetapi tak bisa dipisahkan. Kita tidk bisa mengatakan bahwa laut sama dengan gelombang, lampu sama dengan cahaya, atau api sama dgn bara, demikian pula kita tidak bisa mengatakan bahwa makhluk sama dengan Kholiq. Lautan cinta pda diri seseorang akan mngimbas pada sluruh ruang. Jika cinta sudah trpatri dlam seluruh jaringan badan kita mka vibrasinya akn mnghapus smua kbncian. Sbgai manifestasinya dalam kehidupan, begitu bertemu dengan seseorang, ia tersenyum, sebagai ungkapan dan tanda rasa cinta.
Nikmat sekali brmesraan dengan Allah SWT. Kadang tidak terasa air mata
meleleh. Air mata kerinduan dan air mata tobat inilah yng kelak akan
memadamkan api neraka. Air mata cinta akan memutihkan noda-noda hitam
dan menjadikannya suci. Cinta tidak bisa dite rangkan, hanya bisa
dirasakan. Ter kadng terasa tidak cukup kosakata yang tersedia untuk
menggambar kan bagaimana nikmatnya cinta. Kosakata yang tersedia
didominasi oleh kebutuhan fisik sehingga utk mencari kata yang bisa
mmfasilitasi keinginan rohani tidak cukup. Terminologi dan kota kata
yang tersedia lebih banyak berkonotasi cinta kepada fisik materi,
tetapi terlalu sedikit kosa kata cinta secara spiritual. Mungkin itulah
sebabnya mengapa Alloh SWT memilih bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur'
an karena kosa kata spiritualnya lebih kaya. Kosa kata cinta dalam
Al-Qur'an menurut ulama tafsir ada 14 kosa kata, mulai dari cinta
monyet sampai kepada cinta Ilahi. Cinta Alloh SWT bersifat primer,
sementara cinta hamba sekunder. Primer itu inti, substansi, yang
sekunder itu tidak substansial. Pemilik cinta sesungguhnya hanya Alloh
SWT. Hakikat cinta yang sesungguhnya adalah unconditional love (cinta
tanpa syarat). Tanpa pamrih ini cinta primer, ini berbeda dengan cinta
kita yang memiliki kepentingan. Ketika sebelum kawin, masya Alloh,
kita sampai kehabisan kata-kata melukiskan kebaikan pujaan kita. Akan
tetapi sesudah kawin, kata-kata paling kasar pun tak jarang kita
lontarkan. Unconditional love prnh ditunjukan Rosululloh Muhammad SAW
ketika dilempari batu sampai tumitnya berdarah-darah oleh orang Thoif.
Rosul hanya tersenyum. "Aduh umatku, seandainya engkau tahu visi misi
yang kubawa, engkau pasti tidak akan melakukan ini", demikian
bisiknya,. Bahkan ketika datang malaikat penjaga gunung Thoif
menawarkan ban tuan untuk membalas perbuatan orang Thoif itu, Nabi
berucap,
Terima kasih, Alloh SWT lebih kuasa daripada makhluk,
jangan diapa-apakan, mereka hanya tidak tahu. Kelak kalau mereka sadar,
mereka akan mencintai saya". Nabi Nuh AS pernah menyesal sejadi-
jadinya kenapa ia pernah mendoakan umatnya binasa. 950 tahun ia
berdakwah mengajak kaumnya ke jalan Alloh, namun hanya segelintir yang
mengikuti ajakannya. Yang lainnya ingkar sehingga Nabi Nuh berdoa kepada
Alloh agar dikirimkan bencana kepada kaumnya yang ingkar itu. Maka
datanglah banjir besar yang menenggelamkan mereka, sedangkan Nuh dan
para pengikutnya sudah mempersiap kan diri dengan membuat perahu. Ada
sebuah ungkapan dari ahli hakekat: "Kalau cinta sudah meliputi, maka
tak ada lagi ruang kebencian di dalam diri seseorang. Sejelek apapun
dan kasarnya orang lain, ia tak akan membalas dengan kejelekan."
Banyak ulama besar kita telah mencapai tingkatan itu. Imam Syafi'i
pernah "dikerjai" oleh seorang tukang jahit saat memesan pembuatan
baju. Lengan kanan baju itu lebih besar/longgar dibanding lengan
kirinya yang kecil dan sempit. Imam Syafi'i bukannya komplain dan marah
kepada tukang jahit itu, malah berterima kasih. Kata Imam Syafi'i,
"Kebetulan, saya suka menulis dan lengan yang lebih longgar ini
memudahkan saya untuk menulis sebab lebih leluasa bergerak". Indah
hidup ini kalau tidak ada benci, ini bukan berarti kita harus menahan
marah. Yang kita lakukan adalah bagaimana menjadikan diri ini penuh
cinta sehingga potensi kemarahan kita berkurang. Kita punya hak untuk
marah, dan itu harus diungkapkan dengan proporsional. Jangan karena
makanan sedikit kurang enak lalu marah, istri salah sedikit marah.
Banyak hal yang membuat kita marah, akan tetapi, selesaikah persoalan
dengan marah? Semakin meningkat kadar cinta maka semakin mesra pula
belaian Alloh SWT. Bagaimanakah nikmatnya belaian Alloh SWT?
Bayangkanlah seorang bayi yang dibelai ibunya, tersenyum, dan
sekelilingnya menggoda. Itu baru belaian makhluk, apalagi belaian Sang
Pencipta. Kita pun akan semakin akrab dengan Alloh, dan semakin tipis
garis pembatas alam gaib di hadapan kita sehingga semua rahasia akan
terkuak dan semakin banyak keajaiban yang kita lihat. Seperti sepasang
kekasih yang saling mencintai, masih adakah rahasia antara keduanya?
Ruh sifatnya tinggi dan cenderung dekat dengan Alloh SWT. Raga sifatnya
rendah dan jauh dari Alloh SWT, ruh itu terang, sedangkan raga gelap.
Para sufi mengungkapkan, "Wahai raga, sibukkan dirimu dengan sholat dan
puasa. Wahai kalbu, sibukkan dirimu dengan bisikan munajat kepada
Alloh SWT. Wahai raga, ungkapkan iyyaka na'budu. Wahai kalbu, ungkapkan
iyyaka nasta'în." Ta'abbud mendaki ke atas, sedangkan isti'nah turun
ke bawah. Yang melakukan ta'abbud adalah hamba, sedangkan isti' nah
adalah Tuhan. Siapa yang naik akan memancing yang di atas untuk turun
menyambut. Kalau tidak pernah naik, jangan harap akan ada yang turun.
Indah perjumpaan itu. Ada ketakutan dan ada harapan, kadang kita takut
kepada Alloh SWT, tetapi juga kita berharap. Ada Al-khouf dan ada
Ar-roja', di balik ketakutan sehabis berdosa ada harapan bahwa kita
akan diampuni, ada keinginan bersama Alloh SWT kembali. Maka lahirlah
tobat, seperti pendaki gunung yang tak pernah bosan, naik ke atas,
terperosok ke bawah, naik lagi, terperosok, dan naik lagi. Semakin
tinggi pendakian itu semakin licin dan sulit. Begitulah cobaan bagi
manusia, semakin tinggi kedudukan seseorang maka cobaannya semakin
berat. Namun, cobaan itu jangan membuat kita putus asa, Jika kita terus
mendaki, pasti kita akan sampai ke puncak. Ada ketakjuban dan ada
keakraban, ketakjuban itu ada jarak. Untuk mengagumi suatu objek, kita
harus mengambil jarak dari objek itu. Indahnya sebuah lukisan hanya
akan terasa jika kita agak jauh dari lukisan itu. Keakraban itu tidak
ada jarak, atau sangat dekat sekali. Inilah kita dengan Tuhan. Akrab
tetapi takjub. Ada pemusatan dan ada penyebaran. Alloh Maha Esa, kita
fokus ke situ. Akan tetapi, apa yang dilihat pancaindera itu beragam
dan beraneka. Namun, semuanya terhubungkan dengan Alloh. Warna-warni
yang kita lihat di alam semesta ini sumbernya satu, Alloh Yang Esa. Ada
kehadiran dan ada ketiadaan, ini lebih menukik. Satu sisi kita
merasakan Alloh SWT hadir dalam diri kita, di sisi lain hampa. Kadang
kita kosong, kadang penuh, kadang Dia muncul, kadang tiada. Dia adalah
Maha Ada, meski tak terlihat, dan yang terlihat ini sebetulnya adalah
manifestasi dari Yang Ada, ketiadaan di sini bukan berarti menafikan.
Ada kemabukan dan ada kewarasan, yang bisa memabukkan bukan hanya
alkohol dan narkoba. Ada mabuk positif dan ada mabuk negative, mabuk
bagi seorang sufi adalah super sadar(di atas kesadaran). Kesadaran
seperti ini susah dijelaskan, ketika kita sedang bermesraan dengan Alloh
SWT, menangis di atas sajadah, terisak-isak, orang lain mungkin
melihat kita sedang tidak sadar. Akan tetapi, sebenarnya kita sangat
sadar, bahkan kita sedang berada di puncak bersama Alloh. Ketika
mencintai seseorang saja kita bisa mabuk, begadang semalaman, membuat
surat, dan lain-lain. Berkhayal, berimajinasi, membayangkan si dia hadir
bersama kita. Bagaimana mabuknya kalau kita mencintai Alloh SWT….. ?
Seorang sufi yang sedang mabuk kepada Alloh SWT, suka mengungkapkan
ucapan-ucapan yang terdengar aneh di mata orang lain (syathohat).
Misalnya " tak ada di dalam jubahku ini selain Alloh", berarti dalam
jubah itu ada dua sosok yang bergumul menjadi satu, hamba dan Tuhan.
Atau ungkapan subhnî subhnî (Maha Suci aku), aku adalah Alloh, Alloh
adalah aku. Aku ini siapa? Tak ada, yang ada hanyalah Alloh. Hanya Alloh
lah yang wujud, selain itu hanya efek dari yang wujud. Ada penafian
dan ada penetapan, kadang kita ragu, benarkah yang datang di dalam kalbu
ini Allah SWT…? Jangan-jangan bukan, tetapi hanya imajinasi saja. Di
sini terjadi pertentangan antara rasio dan rasa. Maka untuk
meyakinkannya, kecilkan rasio dan besarkan rasa. Yakinilah bahwa kita
telah mendaki, dan kita sudah sampai puncak. Maka yang kita jumpai
pastilah Alloh SWT. Maka akan ada penampakan. Dan segala rahasia gaib
pun tersibak.
1 komentar:
Win Real Money with JackpotCity Casino - Get a 100% Bonus
Jackpot City Casino is an 우리 카지노 instant-play and mobile 카지노 사이트 casino, 메리트카지노 launched in 2017. aprcasino.com It is a new online 카지노 사이트 gambling site that features slots, poker, bingo,
Posting Komentar