suuratun anzalnaahaa wafaradhnaahaa wa-anzalnaa
fiihaa aayaatin bayyinaatin la'allakum tadzakkaruuna 1. ( Ini adlh) satu
surat yang Kami turunkn dn Kami wajibkan (menjalankn hukum- hukum yang
ada di dlm)nya, dn Kami turunkan di dlmnya ayat2 yg jlas, agar kmu
selalu mengingatinya. alzzaaniyatu waalzzaanii faijliduu kulla waahidin
minhumaa mi-ata jaldatin walaa ta/khudzkum bihimaa ra/fatun fii diini
allaahi in kuntum tu/ minuuna biallaahi waalyawmi al-aakhiri walyasyhad
'adzaabahumaa thaa-ifatun mina almu/miniina 2. Perempuan yg berzina dan
laki-laki yg brzina, mk deralah tiap2 sorng dari kduanya seratus dali
dera, dan jgnlh blas kasihan kpd kduanya mencegah kamu utk (mnjalankn)
agama Allh, jika kamu briman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman. alzzaanii laa yankihu illaa zaaniyatan aw
musyrikatan waalzzaaniyatu laa yankihuhaa illaa zaanin aw musyrikun
wahurrima dzaalika 'alaa almu/ miniina 3. Laki-laki yang berzina tidak
mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik;
dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
oran-orang yang mu'min [1029 ]. [1029 ]. Maksud ayat ini ialah: tidak
pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula
sebaliknya. SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Bukhari
mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Ikrimah yang ia terima dari
sahabat Ibnu Abbas r.a., bahwasanya Hilal ibnu Umaiah telah menuduh
istrinya berbuat zina di hadapan Nabi saw., lalu Nabi saw. berkata
kepadanya, "Datangkanlah buktimu atau hadd akan menimpa punggungmu".
Hilal menjawab, "Wahai Rasulullah! Jika seseorang di antara kita melihat
ada seorang laki-laki bersama dengan istrinya, apakah ia harus pergi
mencari bukti juga?" Nabi saw. tetap mengatakan, "Datangkanlah bukti
atau hukuman hadd akan menimpa punggungmu". Hilal menjawab, "Demi Tuhan
yang telah mengutusmu dengan sebenarnya, sesungguhnya aku benar dalam
perkataanku ini dan sungguh Allah pasti akan menurunkan wahyu yang
membebaskan punggungku dari hukuman Hadd". Kemudian turunlah malaikat
Jibril membawa firman-Nya kepada Nabi saw., dan membacakannya kepada dia
yaitu firman-Nya, "Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)..."
(Q.S. An Nur, 6). sampai dengan firman-Nya, "Jika suaminya itu termasuk
orang-orang yang benar..." (Q.S. An Nur, 9). Hadis di atas
diketengahkan pula oleh Imam Ahmad, hanya saja lafal hadis yang
diriwayatkannya berbunyi seperti berikut ini, "Ketika turun firman-Nya,
'Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kalian
terima kesaksian mereka buat gelama-lamanya.' (Q.S. An Nur, 4). Maka
Saad ibnu Ubadah pemimpin sahabat Anshar mengatakan, 'Apakah memang
demikian bunyi ayat tersebut, wahai Rasulullah?' Lalu Rasulullah saw.
bersabda, 'Hai orang-orang Anshar! Tidakkah kamu mendengar apa yang
telah dikatakan oleh pemimpin kalian ini?' Mereka menjawab, 'Wahai
Rasulullah, sesungguhnya dia (Saad ibnu Ubadah) adalah lelaki yang amat
cemburuan. Demi Allah, tidak sekali-kali dia melamar seorang wanita,
kemudian ada seorang lelaki dari kalangan kami yang berani untuk
mengawininya, karena sifat cemburunya yang sangat keras itu.' Lalu Saad
berkata, 'Demi Allah, wahai Rasulullah! Aku percaya ayat itu benar-benar
dari sisi Allah, tetapi aku merasa heran, seandainya aku menemukan paha
wanita yang dinaiki oleh laki-laki, apakah aku tidak boleh melarang dan
menjauhkannya dari perbuatannya itu hingga terlebih dahulu aku harus
mendatangkan empat orang saksi. Demi Allah, aku tidak akan mendatangkan
dahulu saksi- saksi itu, karena niscaya dia dapat memenuhi kebutuhannya
terlebih dahulu'". Selanjutnya Imam Ahmad menceritakan bahwa tidak lama
kemudian setelah peristiwa itu, terjadi pula peristiwa lain yang
menyangkut diri Hilal bin Umaiah; dia adalah salah seorang dari tiga
orang yang telah diterima tobatnya. Dia baru datang dari kampungnya pada
waktu Isya, lalu ia menjumpai istrinya bersama dengan lelaki lain. Ia
melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinga sendiri
peristiwa tersebut, akan tetapi ia tidak bertindak apa-apa terhadap
laki-laki itu, hingga keesokan harinya. Lalu pagi-pagi ia pergi
menghadap kepada Rasulullah saw. seraya berkata kepadanya, "Sesungguhnya
aku datang kepada istriku di waktu Isya, kemudian aku menemukan ada
laki-laki lain bersamanya, aku melihat dengan mata kepala sendiri apa
yang ia perbuat terhadap istriku dan aku pun mendengar dengan telingaku
apa yang mereka katakan". Akan tetapi kelihatan Rasulullah saw. tidak
menyukai apa yang dia sampaikan itu, bahkan beliau tampak marah
kepadanya. Orang-orang Anshar berkata, "Kami telah mendapat cobaan
dengan apa yang telah dikatakan oleh Saad bin Ubadah, sekarang
Rasulullah saw. akan mendera Hilal bin Umaiah, serta membatalkan
kesaksiannya di kalangan orang-orang Mukmin lainnya". Hilal berkata,
"Demi Allah, sesungguhnya aku berharap semoga Allah memberikan untukku
jalan keluar dari perkara ini". Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah saw.
telah bermaksud untuk memberikan perintah, supaya Hilal dihukum dera.
Maka pada saat itu juga turunlah wahyu kepadanya, lalu beliau menahan
perintahnya hingga selesai wahyu yang diturunkan kepadanya. Wahyu itu
adalah, "Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina)..." (Q.S. An
Nur, 6). Abu Ya'la mengetengahkan hadis yang serupa, hanya ia
mengemukakannya melalui hadis yang bersumber dari sahabat Anas r.a.
Syaikhain dan lain-lainnya mengetengahkan sebuah hadis melalui Sahl ibnu
Saad yang menceritakan bahwa Uwaimir datang kepada Ashim ibnu Addiy,
lalu Uwaimir berkata, "Tanyakanlah kepada Rasulullah saw. demi untukku,
bagaimana jika seorang lelaki menemukan istrinya sedang bersama dengan
lelaki lain, lalu ia membunuhnya, apakah ia akan dibunuh pula karenanya?
Atau bagaimanakah seharusnya yang ia lakukan?" Selanjutnya Ashim
menanyakannya kepada Rasulullah saw., Rasulullah saw. mencela orang yang
menanyakannya. Lalu Ashim ditemui lagi oleh Uwaimir yang langsung
bertanya, "Apakah yang telah kamu lakukan (bagaimana hasilya)?" Ashim
menjawab, "Tiada jawaban, sesungguhnya kamu datang kepadaku bukan dengan
membawa kebaikan, aku telah bertanya kepada Rasulullah saw. tetapi
ternyata beliau mencela orang yang menanyakannya". Uwaimir langsung
berkata, "Demi Allah, aku akan datang sendiri kepada Rasulullah saw.
untuk menanyakannya". Lalu ia menanyakannya kepada Rasulullah saw. dan
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan
dengan diri kamu dan istrimu", dan seterusnya. Hafiz ibnu Hajar
mengatakan bahwa para Imam telah berselisih pendapat sehubungan dengan
masalah ini. Di antara mereka ada yang mentarjih atau menguatkan bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Uwaimir tadi. Di antara
mereka juga ada yang mentarjih bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan peristiwa Hilal. Ada juga yang menghimpunkan kedua pendapat
tersebut, bahwa peristiwa ini pada mulanya bersumber dari Hilal,
kemudian bertepatan pula dengan kedatangan Uwaimir. Lalu turunlah ayat
ini berkenaan dengan keduanya sekaligus. Berangkat dari pengertian yang
terakhir tadi, Imam Nawawi kemudian diikuti oleh Imam Al Khathib
cenderung mengatakan bahwa, barangkali peristiwa tersebut bertepatan
dialami oleh keduanya secara berbarengan. Hafizh ibnu Hajar sendiri
mengatakan, dapat disimpulkan bahwa turunnya ayat ini lebih dahulu yaitu
berkenaan dengan peristiwa Hilal, kemudian ketika Uwaimir datang dan ia
belum mengetahui apa yang telah terjadi dengan Hilal, maka Nabi saw.
memberitahukan hal itu kepadanya, yakni tentang hukumnya. Oleh sebab itu
dalam hadis Hilal disebutkan, maka turunlah malaikat Jibril membawa
wahyu. Di dalam kisah mengenai Uwaimir disebutkan, bahwa Nabi saw.
bersabda, "Sungguh Allah telah menurunkan wahyu-Nya mengenaimu". Maka
Sabda Nabi saw. tadi ditakwil, bahwa telah diturunkan penjelasan hukum
oleh wahyu sehubungan dengan peristiwa seseorang yang mirip kasusnya
dengan kasusmu ini. Berdasarkan pengertian tadi lbnu Shabbagh di dalam
kitab Asy Syamil mengatakan pendapat tadi di dalam jawaban yang
dikemukakannya. Tetapi Qurthubi lebih cenderung mengatakan, bahwa ayat
ini turun dua kali; dan hal ini boleh. Al Bazzar mengetengahkan sebuah
hadis melalui jalur Zaid ibnu Muthi' yang ia terima dari Huzaifah, yang
menceritakan bahwa Rasulullah saw. bertanya kepada Abu Bakar,
"Seandainya kamu melihat lelaki lain bersama dengan Umu Rauman, apakah
yang akan kamu lakukan terhadap lelaki itu?" Abu Bakar menjawab, "Aku
akan berbuat keburukan terhadapnya". Nabi saw. bertanya, "Kamu
bagaimanakan, hai 'Umar?" Umar menjawab, "Aku katakan, semoga Allah
melaknat orang yang tidak mampu berbuat apa- apa terhadap lelaki itu,
sesungguhnya dia adalah orang yang kotor", maka turunlah ayat ini.
waalladziina yarmuuna almuhsanaati tsumma lam ya/ tuu bi-arba'ati
syuhadaa-a faijliduuhum tsamaaniina jaldatan walaa taqbaluu lahum
syahaadatan abadan waulaa-ika humu alfaasiquuna 4. Dan orang-orang yang
menuduh wanita-wanita yang baik-baik [1030 ] (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh
itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka
buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. [1030 ]
Yang dimaksud "wanita- wanita yang baik" disini adalah wanita-wanita
yang suci, akil balig dan muslimah. illaa alladziina taabuu min ba'di
dzaalika wa-ashlahuu fa-inna allaaha ghafuurun rahiimun 5. kecuali
orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. waalladziina
yarmuuna azwaajahum walam yakun lahum syuhadaau illaa anfusuhum
fasyahaadatu ahadihim arba'u syahaadaatin biallaahi innahu lamina
alshshaadiqiina 6. Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina),
padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan
nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.
waalkhaamisatu anna la'nata allaahi 'alayhi in kaana mina alkaadzibiina
7. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia
termasuk orang-orang yang berdusta [1031 ]. [1031 ] Maksud ayat 6 dan 7
: orang yang menuduh istrinya berbuat zina dengan tidak mengajukan
empat orang saksi, haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali,
bahwa dia adalah benar dalam tuduhannya itu. Kemudian dia bersumpah
sekali lagi bahwa dia akan kena la'nat Allah jika dia berdusta. Masalah
ini dalam fiqih dikenal dengan "Li'an". wayadrau 'anhaa al'adzaaba an
tasyhada arba'a syahaadaatin biallaahi innahu lamina alkaadzibiina 8.
Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas
nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang- orang
yang dusta. waalkhaamisata anna ghadhaba allaahi 'alayhaa in kaana mina
alshshaadiqiina 9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya
jika suaminya itu termasuk orang- orang yang benar. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Syaikhain dan lain-lainnya mengetengahkan sebuah hadis
melalui Siti Aisyah r.a., yang menceritakan bahwa Rasulullah saw. bila
hendak melakukan perjalanan, beliau mengundi di antara istri-istrinya.
Barang siapa yang namanya keluar dalam undian, maka ia akan pergi
bersamanya. Lalu Rasulullah saw. mengadakan undian di antara kami dalam
suatu peperangan yang akan dilakukannya, maka keluarlah bagianku, lalu
aku pergi bersamanya. Peristiwa ini terjadi sesudah ayat hijab
diturunkan. Selanjutnya aku dinaikkan ke atas punggung unta kendaraanku
dan aku berada di dalam sekedupnya. Kami berangkat menuju medan perang
yang dimaksud, ketika Rasulullah saw. telah selesai dari tugasnya,
kemudian beliau kembali lagi, kota Madinah sudah dekat. Pada suatu malam
Rasulullah saw. menyeru semua rombongan pasukannya untuk melanjutkan
perjalanan. Ketika itu juga aku pergi meninggalkan rombongan pasukan
untuk menunaikan hajatku. Setelah aku menyelesaikan hajatku, aku kembali
ke rombongan, tetapi di tengah jalan ketika aku meraba dadaku tiba-tiba
kalungku sudah tidak ada karena terputus. Aku kembali lagi untuk
mencari kalungku itu, sehingga aku tertahan selama beberapa waktu.
Rombongan yang membawa aku, telah berangkat; menaikkan sekedup tempat
aku berada ke atas punggung unta kendaraanku, mereka menduga bahwa aku
telah berada di dalamnya. Siti Aisyah r.a. mengatakan, bahwa kaum wanita
pada masa itu ringan bobotnya, karena badannya kurus. Sebab mereka
makan hanya sedikit sekali. Kaum yang mengangkat sekedupku pun tidak
menaruh rasa curiga terhadap ringannya berat sekedupku sewaktu mereka
mengangkatnya. Oleh karenanya mereka segera menghardik untaku untuk
berangkat, tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun. Aku menemukan kembali
kalungku, sewaktu rombongan pasukan telah berangkat; ketika aku datang
ke tempatku ternyata tidak ada seorang pun, semuanya telah berangkat.
Terpaksa aku menunggu di tempatku itu, karena aku mempunyai dugaan,
bahwa kelak rombongan akan merasa kehilangan aku, kemudian mereka pasti
akan kembali mencariku. Sewaktu aku sedang duduk menunggu, rasa kantuk
menyerangku dan membuatku tertidur nyenyak. Shofwan ibnu Mu'aththal
tertinggal jauh dari rombongan pasukan karena beristirahat, kemudian ia
melanjutkan perjalanannya di waktu malam hari. Pada waktu pagi harinya
ia sampai ke tempatku; sesampainya di tempatku, ia melihat seseorang
yang sedang tidur, yaitu aku sendiri. Begitu ia melihatku, ia langsung
mengenalku karena ia pernah melihatku sebelum aku memakai hijab (kain
penutup). Aku menjadi terbangun sewaktu mendengar Istirja'nya, karena
begitu ia melihat dan mengenalku ia langsung mengucapkan kalimat
Istirja'. Segera aku menutupkan hijab ke mukaku. Demi Allah, sepatah
kata pun tidak keluar dari mulutnya untuk berbicara kepadaku dan aku
tidak mendengar sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya selain
daripada kalimat Istirja'nya, yaitu sewaktu ia merundukkan kendaraannya.
Lalu ia merundukkan kaki untanya dan aku menaikinya, kemudian ia
berangkat seraya menuntun kendaraannya yang kunaiki, sedang ia sendiri
berjalan kaki. Akhirnya kami dapat menyusul rombongan pasukan, yaitu
sewaktu mereka Sedang beristirahat di tengah teriknya matahari waktu
lohor. Sejak saat itu mulai tersiar berita bohong mengenai diriku,
semoga Allah membinasakan para pelakunya. Orang yang menjadi biang
keladi dan sumber berita bohong ini adalah Abdullah ibnu Ubay ibnu
Salul. Ketika aku datang ke Madinah langsung aku mengalami sakit selama
satu bulan dan pada masa itu orang-orang ramai membicarakan tentang
berita bohong itu. Akan tetapi aku masih belum mengetahui dan belum
merasakan adanya berita bohong tersebut, hingga pada suatu hari ketika
aku telah sembuh dari sakit dan sedang kemaruk (sedang banyak nafsu
makan karena habis sakit), aku keluar bersama Umu Misthah menuju ke Al
Manashi' tempat biasa kami membuang hajat besar. Karena terburu-buru Umu
Misthah tersandung, kemudian keluarlah kata makian dari mulutnya,
"Celakalah si Misthah". Maka aku berkata kepadanya, "Alangkah buruknya
apa yang telah kamu katakan itu. Apakah kamu berani mencaci seorang
lelaki yang pernah ikut dalam perang Badar?" Umu Misthah menjawab,
"Wahai saudaraku! Tidakkah kamu mendengar apa yang telah dikatakannya?"
Aku bertanya, "Apakah yang telah dikatakannya itu?" Kemudian Umu Misthah
menceritakan kepadaku apa yang dipergunjingkan oleh para penyiar berita
bohong itu; hal ini menambah sakitku di samping sakit yang baru saja
aku alami itu. Ketika Rasulullah saw. menggilirku, aku berkata, "Apakah
engkau memberi izin kepadaku jika aku pergi ke rumah kedua orang tuaku,
karena aku mau meyakinkan berita tersebut dari mereka berdua". Maka
Rasulullah saw. memberikan izin kepadaku, lalu aku pergi ke rumah kedua
orang tuaku. Aku bertanya kepada ibuku, "Wahai ibuku! Apakah yang sedang
dipergunjingkan oleh orang-orang tentang diriku?" Ibuku menjawab:
"Wahai anakku! Bersabarlah engkau, demi Allah, sesungguhnya seorang
wanita cantik yang menjadi istri seorang lelaki, yang sangat
mencintainya, tetapi ia banyak mempunyai istri-istri lain, tentu
istri-istrinya yang lain itu banyak membicarakan tentang dia". Lalu aku
berkata, "Maha Suci Allah, apakah memang benar orang-orang membicarakan
hal ini". Pada malam itu juga aku menangis tiada henti-hentinya,
sehingga air mataku serasa habis karenanya dan malam itu aku tidak tidur
sama sekali, pagi harinya pun aku masih menangis. Rasulullah saw.
memanggil sahabat Ali ibnu Abu Thalib serta Usamah ibnu Zaid, yaitu
sewaktu wahyu lama tidak turun. Nabi memanggil mereka berdua untuk
diajak bermusyawarah mengenai masalah menjatuhkan talak kepada istrinya
(yaitu aku sendiri). Usamah memberikan isyarat sesuai dengan apa yang ia
telah ketahui tentang istri Nabi, yaitu membersihkan nama istri Nabi
saw. Untuk itu ia mengatakan, "Mereka adalah istri-istrimu, kami tidak
mengetahui tentang mereka melainkan hanya baik-baik saja". Lain halnya
dengan Ali, ia mengatakan, "Allah tidak akan membuatmu sempit, wanita-
wanita selain dia cukup banyak. Jika kamu menanyakannya kepada budak
perempuan, niscaya dia akan berkata sebenarnya kepadamu". Lalu
Rasulullah saw. memanggil Barirah, dan bertanya kepadanya, "Hai Barirah!
Apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakan pada diri Aisyah?"
Barirah menjawab, "Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar, saya
tidak mempunyai gambaran lain terhadapnya kecuali dia adalah seorang
gadis yang masih berusia muda, ia tertidur dengan meninggalkan roti
suaminya, kemudian datanglah seorang lelaki yang kelaparan, lalu ia
langsung memakannya." Rasulullah saw., berdiri di atas mimbar, lalu
meminta dukungan untuk menghadapi Abdullah ibnu Ubay, kemudian beliau
bersabda, "Siapakah yang akan membantuku dalam menghadapi lelaki yang
telah melukai keluargaku. Demi Allah, sepengetahuanku bahwa istriku
adalah seorang yang baik." Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, aku terus
menangis sepanjang hari itu, kemudian pada malam harinya aku pun terus
menangis serta tidak tidur sama sekali. Sedangkan kedua orang tuaku
menyangka bahwa tangisanku itu seolah-olah memecahkan hatiku. Ketika
keduanya sedang duduk bersamaku dan aku masih tetap dalam keadaan
menangis, tiba-tiba ada seorang wanita dari kalangan sahabat Anshar
datang meminta izin untuk menemuiku. Aku memberi izin masuk kepadanya,
ia pun duduk dan menangis pula menemaniku. Kemudian Rasulullah saw.
masuk seraya mengucapkan salam, lalu duduk, sedangkan wahyu masih belum
turun kepadanya selama sebulan mengenai perihal diriku ini. Rasulullah
saw. terlebih dahulu membaca syahadat, lalu beliau bersabda, "Amma
ba'du, wahai Aisyah! Sesungguhnya telah sampai suatu berita kepadaku
tentang dirimu, yaitu demikian dan demikian. Maka jika kamu bersih
niscaya Allah akan membersihkan dirimu (melalui wahyu-Nya), dan jika
kamu telah melakukan perbuatan dosa, maka mintalah ampun kepada Allah,
kemudian bertobatlah, karena sesungguhnya seseorang hamba, apabila ia
mengakui berbuat dosa, kemudian ia bertobat, niscaya Allah akan
mengampuninya". Setelah Rasulullah saw. selesai dari ucapannya itu, aku
berkata kepada ayahku, "Jawablah Rasulullah atas namaku". Tetapi ayahku
berkata, "Demi Allah, aku tidak mengetahui apa yang harus kukatakan
kepadanya". Kemudian aku berkata kepada ibuku, "Jawablah Rasulullah,
sebagai pengganti diriku". Maka ibuku menjawab, "Aku tidak mengetahui
apa yang harus kukatakan kepadanya". Lalu aku menjawab, sedang keadaanku
pada waktu itu adalah seorang gadis yang teramat muda usianya, "Demi
Allah, aku telah mengetahui bahwa engkau telah mendengar berita ini,
hingga berita ini mantap di dalam hati engkau dan engkau percaya
kepadanya. Maka jika aku mengatakan kepada engkau, sesungguhnya aku
bersih, sedangkan Allah Maha Mengetahui bahwa aku bersih, niscaya engkau
tidak akan mempercayaiku". Menurut riwayat yang lain dikatakan, bahwa
Siti Aisyah berkata, "Seandainya aku mengakui kepada kalian telah
melakukan suatu perkara, sedangkan Allah Maha Mengetahui, bahwa aku
bersih dari hal tersebut, maka niscaya kamu percaya kepadaku.
Sesungguhnya aku ini, demi Allah, tidak menemukan suatu perumpamaan
mengenai diriku dan kamu, melainkan hanya seperti apa yang telah
dikatakan oleh bapak Nabi Yusuf, 'Maka kesabaran yang baik itulah
kesabaranku dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa
yang kalian ceritakan.' (Q.S. 12 Yusuf, 18). " Setelah aku mengatakan
demikian lalu aku pergi berpaling darinya, lalu aku langsung merebahkan
diri ke tempat tidur. Demi Allah, setelah peristiwa itu Rasulullah saw.
tidak lagi pergi ke majelisnya dan tidak ada seorang pun dari kalangan
Ahlul Bait yang keluar, hingga Allah menurunkan wahyu-Nya kepada
Nabi-Nya. Setelah wahyu turun, maka tampak kembali kegairahan beliau
saw. sebagaimana biasanya. Dan setelah kedatangan berita gembira itu
kalimat pertama yang diucapkannya ialah, "Hai Aisyah! Bergembiralah,
ingatlah bahwa Allah telah menyucikanmu". Lalu ibuku berkata kepadaku:
"Mendekatlah kepadanya". Maka aku berkata, "Demi Allah, aku tidak akan
mendekat kepadanya dan aku tiada memuji melainkan hanya kepada Allah;
karena Dia-lah yang telah menurunkan kebersihanku". Allah swt. telah
menurunkan firman-Nya, "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita
bohong itu adalah dari golongan kalian..." (Q.S. An Nur, 11 sampai
dengan sepuluh ayat kemudian) walawlaa fadhlu allaahi 'alaykum
warahmatuhu wa- anna allaaha tawwaabun hakiimun 10. Dan andaikata tidak
ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan
Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami
kesulitan-kesulitan). * inna alladziina jaauu bial-ifki 'ushbatun minkum
laa tahsabuuhu syarran lakum bal huwa khayrun lakum likulli imri- in
minhum maa iktasaba mina al-itsmi waalladzii tawallaa kibrahu minhum
lahu 'adzaabun 'azhiimun 11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa
berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira
bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.
Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang
terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar [1032
]. [1032 ] Berita bohong ini mengenai istri
Rasulullah SAW 'Aisyah r.a. Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani
Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik,
dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan
antara istri-istri beliau. Dalam perjalanan mereka kembali dari
peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari
sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba dia merasa
kalungnya hilang, lalu dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu,
rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam
sekedup. Setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat dia
duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali
menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi,
Shafwan ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian
dan dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi
raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. Lalu dia dipersilahkan oleh
Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai
mereka tiba di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya
menurut pendapat masing-masing. Mulailah timbul desas-desus. Kemudian
kaum munafik membesar-besarkannya, maka fitnahan atas 'Aisyah r.a.
itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum
muslimin. lawlaa idz sami'tumuuhu zhanna almu/minuuna waalmu/
minaatu bi-anfusihim khayran waqaaluu haadzaa ifkun mubiinun 12.
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mu'minin
dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan
(mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."
lawlaa jaauu 'alayhi bi-arba'ati syuhadaa-a fa-idz lam ya/tuu
bialsysyuhadaa-i faulaa-ika 'inda allaahi humu alkaadzibuuna 13.
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi
atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan
saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.
walawlaa fadhlu allaahi 'alaykum warahmatuhu fii alddunyaa
waal-aakhirati lamassakum fii maa afadhtum fiihi 'adzaabun 'azhiimun 14.
Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di
dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena
pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. idz talaqqawnahu
bi-alsinatikum wataquuluuna bi-afwaahikum maa laysa lakum bihi 'ilmun
watahsabuunahu hayyinan wahuwa 'inda allaahi 'azhiimun 15. ( Ingatlah)
di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu
katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan
kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah
adalah besar. walawlaa idz sami'tumuuhu qultum maa yakuunu lanaa an
natakallama bihaadzaa subhaanaka haadzaa buhtaanun 'azhiimun 16. Dan
mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu:
"Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci
Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar." ya'izhukumu
allaahu an ta'uuduu limitslihi abadan in kuntum mu/miniina 17. Allah
memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu
selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. wayubayyinu allaahu
lakumu al- aayaati waallaahu 'aliimun hakiimun 18. dan Allah
menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. inna alladziina yuhibbuuna an tasyii'a alfaahisyatu fii
alladziina aamanuu lahum 'adzaabun aliimun fii alddunyaa waal- aakhirati
waallaahu ya'lamu wa- antum laa ta'lamuuna 19. Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu
tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang
pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak
mengetahui. walawlaa fadhlu allaahi 'alaykum warahmatuhu wa- anna
allaaha rauufun rahiimun 20. Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah
dan rahmat- Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha
Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). * yaa ayyuhaa
alladziina aamanuu laa tattabi'uu khuthuwaati alsysyaythaani waman
yattabi' khuthuwaati alsysyaythaani fa- innahu ya/muru bialfahsyaa-i
waalmunkari walawlaa fadhlu allaahi 'alaykum warahmatuhu maa zakaa
minkum min ahadin abadan walaakinna allaaha yuzakkii man yasyaau
waallaahu samii'un 'aliimun 21. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti
langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh
mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah
karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak
seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar
itu) selama- lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Abu Bakar berkata, yang sebelumnya ia selalu memberi
nafkah kepada Misthah, karena masih saudaranya, lagi miskin, "Demi
Allah, aku tidak akan memberi sesuatu lagi kepadanya, sesudah apa yang
telah dikatakannya itu terhadap diri Siti Aisyah". Maka Allah menurunkan
pula firman- Nya, "Dan janganlah orang- orang yang mempunyai kelebihan
dan kelapangan di antara kalian bersumpah..." (Q.S. An Nur, 22). sampai
dengan firman-Nya, "Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni
kalian..." (Q.S. An Nur,22). Abu Bakar berkata, "Demi Allah, aku suka
jika Allah mengampuniku". Kemudian ia kembali memberi nafkah yang biasa
ia berikan kepada Misthah dan keadaannya kini kembali menjadi seperti
semula. Hadis mengenai masalah ini yang bersumber dari Ibnu Abbas dan
Ibnu Umar telah disebutkan pula di dalam hadis Imam Thabrani. Kemudian
yang bersumber dari Abu Hurairah r.a. disebutkan di dalam hadis Al
Bazzar. Dan yang bersumber dari Abul Yusr disebutkan di dalam hadis Ibnu
Murdawaih. walaa ya/tali uluu alfadhli minkum waalssa'ati an
yu/tuu ulii alqurbaa waalmasaakiina waalmuhaajiriina fii sabiili allaahi
walya'fuu walyashfahuu alaa tuhibbuuna an yaghfira allaahu lakum
waallaahu ghafuurun rahiimun 22. Dan janganlah orang-orang yang
mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka
(tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang
yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin
bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang [1033 ], [1033 ] Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar
r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun
orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri
'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya
itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah
mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Imam Thabrani mengetengahkan sebuah hadis melalui
Khushaif. Khushaif menceritakan, aku berkata kepada Said ibnu Jubair:
"Manakah yang dosanya lebih berat, zina atau qadzaf (menuduh berzina)?"
Said ibnu Jubair menjawab, "Zina lebih besar dosanya". Aku menjawab,
"Sesungguhnya Allah telah berfirman, 'Sesungguhnya orang-orang yang
menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat
zina)...'" (Q.S. An Nur, 23). Said ibnu Jubair menjawab, "Sesungguhnya
ayat itu hanya diturunkan berkenaan dengan perihal Siti Aisyah". Hanya
saja hadis ini dalam sanadnya terdapat Yahya Al Hammamy, ia dikenal
seorang yang daif. Imam Thabrani mengetengahkan pula hadis ini, hanya
kali ini ia melalui Dhahhak ibnu Murahim yang menceritakan, bahwa ayat
ini diturunkan berkenaan dengan istri-istri Nabi saw. secara khusus,
yaitu firman-Nya, "Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina)..." (Q.S. An
Nur, 23) inna alladziina yarmuuna almuhsanaati alghaafilaati
almu/minaati lu'inuu fii alddunyaa waal-aakhirati walahum 'adzaabun
'azhiimun 23. Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang
baik-baik, yang lengah [1034 ] lagi beriman (berbuat zina), mereka kena
la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, [1034 ]
Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita yang
tidak pernah sekali juga teringat oleh mereka akan melakukan perbuatan
yang keji itu. SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim
mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Said ibnu Jubair yang ia
terima dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa ayat ini khusus
diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah. Ibnu Jarir mengetengahkan
sebuah hadis melalui Siti Aisyah yang menceritakan, "Aku dituduh
(berbuat zina) sedangkan aku dalam keadaan lalai. Kemudian berita
mengenai hal ini sampai kepadaku. Ketika Rasulullah saw. sedang berada
di rumahku, tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya. Setelah itu beliau
mengusap mukanya dan duduk dengan tegak, seraya bersabda, 'Hai Aisyah
bergembiralah'. Aku menjawab, 'Dengan memuji kepada Allah, bukan
memujimu'. Rasulullah saw. pun membacakan firman-Nya, 'Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina)...' sampai dengan firman-Nya, 'Mereka yang
dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh
itu)'..." (Q.s, 24 An Nur, 26). Imam Thabrani mengetengahkan sebuah
hadis dengan sanad yang para perawinya orang-orang yang dapat dipercaya,
melalui Abdurrahman ibnu Zaid ibnu Aslam, yaitu sehubungan dengan
firman-Nya, "Wanita- wanita yang keji adalah untuk iaki-iaki yang
keji..." (Q.S. An Nur, 26). Abdurrahman ibnu Zaid menceritakan bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah, yaitu sewaktu ia
dituduh berbuat zina oleh orang munafik, kemudian Allah swt.
membersihkannya dari tuduhan itu. Imam Thabrani mengetengahkan sebuah
hadis melalui dua buah sanad yang kedua-duanya berpredikat Daif,
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa firman-Nya,
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yaug keji..." (Q.S. An
Nur,26). diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mengatakan
tuduhan/berita bohong kepada istri Nabi saw. Imam Thabrani
mengetengahkan sebuah hadis melalui Hakam ibnu Utaibah yang
menceritakan, bahwa ketika orang-orang mempergunjingkan perihal Siti
Aisyah r.a. Rasulullan saw. menyuruh seseorang mendatangi Siti Aisyah
r.a. Utusan itu mengatakan, "Hai Aisyah! Apakah yang sedang dibicarakan
oleh orang-orang itu?" Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku tidak akan
mengemukakan suatu alasan pun hingga turun alasanku dari langit". Maka
Allah menurunkan firman-Nya sebanyak lima belas ayat di dalam surah An
Nur mengenai diri Siti Aisyah r.a. Selanjutnya Hakam ibnu Utaiban
membacakannya hingga sampai dengan firman-Nya, "Wanita- wanita yang keji
adalah untuk laki-laki yang keji..." (Q.S. An Nur,26). Hadis ini
berpredikat Mursal dan sanadnya sahih. yawma tasyhadu 'alayhim
alsinatuhum wa-aydiihim wa- arjuluhum bimaa kaanuu ya'maluuna 24. pada
hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka
terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur
Said ibnu Jubair yang ia terima dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan,
bahwa ayat ini khusus diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah. Ibnu
Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Siti Aisyah yang menceritakan,
"Aku dituduh (berbuat zina) sedangkan aku dalam keadaan lalai. Kemudian
berita mengenai hal ini sampai kepadaku. Ketika Rasulullah saw. sedang
berada di rumahku, tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya. Setelah itu
beliau mengusap mukanya dan duduk dengan tegak, seraya bersabda, 'Hai
Aisyah bergembiralah'. Aku menjawab, 'Dengan memuji kepada Allah, bukan
memujimu'. Rasulullah saw. pun membacakan firman-Nya, 'Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina)...' sampai dengan firman-Nya, 'Mereka yang
dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh
itu)'..." (Q.s, 24 An Nur, 26). Imam Thabrani mengetengahkan sebuah
hadis dengan sanad yang para perawinya orang-orang yang dapat dipercaya,
melalui Abdurrahman ibnu Zaid ibnu Aslam, yaitu sehubungan dengan
firman-Nya, "Wanita- wanita yang keji adalah untuk iaki-iaki yang
keji..." (Q.S. An Nur, 26). Abdurrahman ibnu Zaid menceritakan bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah, yaitu sewaktu ia
dituduh berbuat zina oleh orang munafik, kemudian Allah swt.
membersihkannya dari tuduhan itu. Imam Thabrani mengetengahkan sebuah
hadis melalui dua buah sanad yang kedua-duanya berpredikat Daif,
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa firman-Nya,
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yaug keji..." (Q.S. An
Nur,26). diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mengatakan
tuduhan/berita bohong kepada istri Nabi saw. Imam Thabrani
mengetengahkan sebuah hadis melalui Hakam ibnu Utaibah yang
menceritakan, bahwa ketika orang-orang mempergunjingkan perihal Siti
Aisyah r.a. Rasulullan saw. menyuruh seseorang mendatangi Siti Aisyah
r.a. Utusan itu mengatakan, "Hai Aisyah! Apakah yang sedang dibicarakan
oleh orang-orang itu?" Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku tidak akan
mengemukakan suatu alasan pun hingga turun alasanku dari langit". Maka
Allah menurunkan firman-Nya sebanyak lima belas ayat di dalam surah An
Nur mengenai diri Siti Aisyah r.a. Selanjutnya Hakam ibnu Utaiban
membacakannya hingga sampai dengan firman-Nya, "Wanita- wanita yang keji
adalah untuk laki-laki yang keji..." (Q.S. An Nur,26). Hadis ini
berpredikat Mursal dan sanadnya sahih. yawma-idzin yuwaffiihimu
allaahu diinahumu alhaqqa waya'lamuuna anna allaaha huwa alhaqqu
almubiinu 25. Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag
setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang
Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang
sebenarnya). SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim
mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Said ibnu Jubair yang ia
terima dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa ayat ini khusus
diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah. Ibnu Jarir mengetengahkan
sebuah hadis melalui Siti Aisyah yang menceritakan, "Aku dituduh
(berbuat zina) sedangkan aku dalam keadaan lalai. Kemudian berita
mengenai hal ini sampai kepadaku. Ketika Rasulullah saw. sedang berada
di rumahku, tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya. Setelah itu beliau
mengusap mukanya dan duduk dengan tegak, seraya bersabda, 'Hai Aisyah
bergembiralah'. Aku menjawab, 'Dengan memuji kepada Allah, bukan
memujimu'. Rasulullah saw. pun membacakan firman-Nya, 'Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina)...' sampai dengan firman-Nya, 'Mereka yang
dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh
itu)'..." (Q.s, 24 An Nur, 26). Imam Thabrani mengetengahkan sebuah
hadis dengan sanad yang para perawinya orang-orang yang dapat dipercaya,
melalui Abdurrahman ibnu Zaid ibnu Aslam, yaitu sehubungan dengan
firman-Nya, "Wanita- wanita yang keji adalah untuk iaki-iaki yang
keji..." (Q.S. An Nur, 26). Abdurrahman ibnu Zaid menceritakan bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah, yaitu sewaktu ia
dituduh berbuat zina oleh orang munafik, kemudian Allah swt.
membersihkannya dari tuduhan itu. Imam Thabrani mengetengahkan sebuah
hadis melalui dua buah sanad yang kedua-duanya berpredikat Daif,
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa firman-Nya,
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yaug keji..." (Q.S. An
Nur,26). diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mengatakan
tuduhan/berita bohong kepada istri Nabi saw. Imam Thabrani
mengetengahkan sebuah hadis melalui Hakam ibnu Utaibah yang
menceritakan, bahwa ketika orang-orang mempergunjingkan perihal Siti
Aisyah r.a. Rasulullan saw. menyuruh seseorang mendatangi Siti Aisyah
r.a. Utusan itu mengatakan, "Hai Aisyah! Apakah yang sedang dibicarakan
oleh orang-orang itu?" Siti Aisyah r.a. menjawab, "Aku tidak akan
mengemukakan suatu alasan pun hingga turun alasanku dari langit". Maka
Allah menurunkan firman-Nya sebanyak lima belas ayat di dalam surah An
Nur mengenai diri Siti Aisyah r.a. Selanjutnya Hakam ibnu Utaiban
membacakannya hingga sampai dengan firman-Nya, Wanita- wanita yang keji
adalah untuk laki-laki yang keji..." (Q.S. An Nur,26). Hadis ini
berpredikat Mursal dan sanadnya sahih. alkhabiitsaatu
lilkhabiitsiina waalkhabiitsuuna lilkhabiitsaati waalththhayyibaatu
lilththhayyibiina waalththhayyibuuna lilththhayyibaati ulaa-ika
mubarrauuna mimmaa yaquuluuna lahum maghfiratun warizqun kariimun 26.
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki
yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik
adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu
bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi
mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga) [1035 ]. [1035 ] Ayat ini
menunjukkan kesucian 'Aisyah r.a. dan Shafwan dari segala tuduhan yang
ditujukan kepada mereka. Rasulullah adalah orang yang paling baik maka
pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri beliau. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Faryabi dan Ibnu Jarir keduanya mengetengahkan sebuah
hadis melalui Adiy ibnu Tsabit yang menceritakan bahwa ada seorang
wanita dari kalangan sahabat Anshar datang menghadap, lalu ia berkata,
"Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku tinggal di dalam rumahku, tetapi aku
tidak suka jika ada seseorang melihatku. Sesungguhnya sampai sekarang
masih tetap ada seorang lelaki dari kalangan keluargaku yang masuk ke
dalam rumahku, sedangkan aku dalam keadaan demikian itu, maka apakah
yang harus aku lakukan?" Lalu turunlah firman- Nya, "Hai orang-orang
yang beriman! Janganlah kalan memasuki rumah yang bukan rumah kalian
sebelum meminta izin..." (Q.S. An Nur, 27) yaa ayyuhaa alladziina
aamanuu laa tadkhuluu buyuutan ghayra buyuutikum hattaa tasta/nisuu
watusallimuu 'alaa ahlihaa dzaalikum khayrun lakum la'allakum
tadzakkaruuna 27. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki
rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu)
ingat. SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis
melalui Muqatil ibnu Hayyan yang menceritakan, bahwa ketika ayat meminta
izin untuk masuk ke rumah orang lain diturunkan, Abu Bakar berkata,
"Wahai Rasulullah! Bagaimana nanti dengan para pedagang Quraisy, yaitu
orang- orang yang sering bolak-balik antara Mekah, Madinah dan negeri
Syam, sedangkan mereka mempunyai rumah-rumah yang telah dikenal oleh
mereka di tengah-tengah jalan, maka bagaimanakah mereka meminta izin dan
mengucapkan salam, sedangkan di dalam rumah- rumah mereka yang di
tengah jalan itu tidak ada penghuninya?" Maka turunlah firman-Nya,
"Tidak ada dosa atas kalian memasuki rumah yang tidak disediakan untuk
didiami..." (Q.S. An Nur, 29). fa-in lam tajiduu fiihaa ahadan falaa
tadkhuluuhaa hattaa yu/ dzana lakum wa-in qiila lakumu irji'uu fairji'uu
huwa azkaa lakum waallaahu bimaa ta'maluuna 'aliimun 28. Jika kamu
tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sblum
kamu mndapt izin. Dn jika dikatakn kpdmu: Kmbali (saja)lah, maka
hndaklah kamu kembali. Itu bersih bgimu dn Allh Mh Mngetahui apa yg kmu
kerjakn. laysa 'alaykum junaahun an tadkhuluu buyuutan ghayra
maskuunatin fiihaa mataa'un lakum waallaahu ya'lamu maa tubduuna wamaa
taktumuuna 29. Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yg tidk disediakan
untuk didiami, yg di dlamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa
yg kamu nyatakn dn apa yg kamu smbunyikan. Pedoman pergaulan antara
laki-laki dan wanita yang bukan "mahram". SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui
Muqatil yang menceritakan, "Kami telah menerima sebuah hadis dari Jabir
ibnu Abdullh yg mnceritakan, bhw Asma binti Martsad brada dlm kbun kurma
miliknya. Banyak wanita2 yg mengunjunginya tanpa memakai kain sarung,
sehingga kelihatan perhiasan yg ada pada kaki-kaki mereka dan dada
mereka nampak menyembul begitu juga ujung- ujung rambut mereka." Asma
berkata, "Alangkah buruknya pemandangan ini." Lalu Allh menurunkan
firman-Nya, "Ktakanlh kpd wnita- wanita yg briman..." (Q.S. An Nur, 31).
Ibnu Jarir mngetengahkn sbuah hadis melalui sorg Hadhrami bahwa ada
sorg wnita yg mmakai gelang kaki terbuat dari perak yg kmudian diberi
keroncongn. Pada suatu hari ia lewat di hadapn suatu kumpuln kaum laki2,
kmudian ia memukul- mukulkan kakinya ke tanah shingga trdengarlh dgn
nyaring suara beradunya gelang kaki dgn keroncongannya. Setelah itu Allh
mnurunkan firman-Nya, "Dn jganlh mreka mmukulkn kaki mereka..." (Q.S.
An Nur 31). qul lilmu/miniina yaghudhdhuu min abshaarihum
wayahfazhuu furuujahum dzaalika azkaa lahum inna allaaha khabiirun bimaa
yashna'uuna 30. Ktakanlh kpd org laki-laki yg briman: Hndaklh mreka
mnahn pndanganya, dan mmelihara kmaluannya; yg dmikian itu adlh lbih
suci bgi mreka, ssungguhnya Allh Mh Mngetahui apa yg mreka perbuat.
Sambungan Surah An Nuur: jumlah Ayat: 64
waqul lilmu/minaati yaghdhudhna min abshaarihinna
wayahfazhna furuujahunna walaa yubdiina ziinatahunna illaa maa zhahara
minhaa walyadhribna bikhumurihinna 'alaa juyuubihinna walaa yubdiina
ziinatahunna illaa libu'uulatihinna aw aabaa-ihinna aw aabaa-i
bu'uulatihinna aw abnaa-ihinna aw abnaa-i bu'uulatihinna aw ikhwaa
nihinna aw banii ikhwaanihinna aw banii akhawaatihinna aw nisaa-ihinna
aw maa malakat aymaanuhunna awi alttaabi'iina ghayri ulii al- irbati
mina alrrijaali awi alththhifli alladziina lam yazhharuu 'alaa 'awraati
alnnisaa-i walaa yadhribna bi- arjulihinna liyu'lama maa yukhfiina min
ziinatihinna watuubuu ilaa allaahi jamii'an ayyuhaa almu/minuuna
la'allakum tuflihuuna 31. Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yg (biasa) nampak dari pdanya.
Dn hendaklah mreka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera- putera mereka, atau putera- putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap
wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Sakan di dalam kitab 'Fi Ma'rifatish Shahabah'
mengetengahkan sebuah hadis melalui Abdullah ibnu Shubaih yang ia terima
dari ayahnya, yang menceritakan, "Aku pernah menjadi budak milik
Huwathib ibnu Abdul Uzza. Kemudian aku meminta perjanjian Kitabah untuk
merdeka kepadanya, maka turunlah firman-Nya, 'Dan budak-budak yang
kalian miliki yang menginginkan perjanjian...'" (Q.S. An Nur, 33). Imam
Muslim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Abu Sofyan yang ia
terima dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan, bahwa Abdullah
ibnu Ubay pernah mengatakan kepada seorang budak wanitanya, "Pergilah
kamu melacurkan diri untuk mendapatkan sesuatu buat kami". Maka Allah
menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita
kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nur, 33). Imam Muslim
mengetengahkan pula dari jalur sanad ini, bahwasanya seorang budak
wanita milik Abdullah ibnu Ubay yang dikenal dengan nama panggilan
Masikah dan seorang budak lainnya yang bernama Umaimah, keduanya disuruh
secara paksa untuk melakukan pelacuran, kemudian kedua budak wanita itu
melaporkan hal itu kepada Nabi saw., lalu Allah swt. menurunkan firman-
Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk
melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33). Imam Hakim mengetengahkan
sebuah hadis melalui jalur Zubair yang ia terima dari Jabir, yang
menceritakan, bahwa Masikah menjadi budak wanita milik salah seorang
dari kalangan Anshar. Lalu ia menceritakan, "Sesungguhnya tuanku telah
memaksa diriku supaya melacurkan diri, maka turunlah firman-Nya, 'Dan
janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan
pelacuran...'" (Q.S. An Nuur, 33). Al Bazzar dan Imam Thabrani keduanya
mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui Ibnu Abbas
r.a. yang menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay memiliki seorang budak
wanita bekas pelacur di zaman jahiliyah. Ketika perbuatan zina
diharamkan budak wanita itu berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan berzina
lagi untuk selama- lamanya". Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah
kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..."
(Q.S. An Nuur, 33). Al Bazzar mengetengahkan hadis yang serupa dengan
hadis ini melalui Anas r.a. hanya sanadnya daif. Disebutkan di dalam
hadisnya bahwa budak wanita itu bernama Muadzah. Said ibnu Manshur
mengetengahkan sebuah hadis melalui Syakban ibnu Amr ibnu Dinar yang ia
terima dari Ikrimah, bahwa Abdullah ibnu Ubay memiliki dua budak wanita;
yang satu bernama Masikah dan yang kedua bernama Mu'adzah. Abdullah
ibnu Ubay memaksa keduanya untuk melacurkan diri. Salah seorang di
antara keduanya menjawab, "Jika perbuatan zina itu baik, maka
sesungguhnya aku telah mendapatkan keuntungan yang banyak darinya dan
jika perbuatan buruk, maka aku harus meninggalkannya". Maka turunlah
firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak- budak wanita kalian untuk
melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33). wa-ankihuu
al-ayaamaa minkum waalshshaalihiina min 'ibaadikum wa-imaa-ikum in
yakuunuu fuqaraa-a yughnihimu allaahu min fadhlihi waallaahu waasi'un
'aliimun 32. Dan kawinkanlah orang- orang yang sedirian [1036 ] di
antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah
Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. [1036 ] Maksudnya:
hendaklah ladi-laki yang belum kawin atau wanita-wanita yang tidak
bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin. walyasta'fifi alladziina laa
yajiduuna nikaahan hattaa yughniyahumu allaahu min fadhlihi waalladziina
yabtaghuuna alkitaaba mimmaa malakat aymaanukum fakaatibuuhum in
'alimtum fiihim khayran waaatuuhum min maali allaahi alladzii aataakum
walaa tukrihuu fatayaatikum 'alaa albighaa-i in aradna tahashshunan
litabtaghuu 'aradha alhayaati alddunyaa waman yukrihhunna fa-inna
allaaha min ba'di ikraahihinna ghafuurun rahiimun 33. Dan orang-orang
yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga
Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu
miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian
dengan mereka [1037 ], jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka,
dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang
dikaruniakan-Nya kepadamu [1038 ]. Dan janganlah kamu paksa budak-budak
wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini
kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa
yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu [1039 ].
[1037 ] Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan
perbudakan, yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk
dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah
uang yang ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian
itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian
itu dengan harta yang halal. [1038 ] Untuk mempercepat lunasnya
perjanjian itu hendaklah budak-budak itu ditolong dengan harta yang
diambilkan dari zakat atau harta lainnya. [1039 ] Maksudnya: Tuhan akan
mengampuni budak-budak wanita yang dipaksa melakukan pelacuran oleh
tuannya itu, selama mereka tidak mengulangi perbuatannya itu lagi. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Firman Allah swt, "Dan apabila mereka dipanggil..."
(Q.S. An Nuur, 48). Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis yang
bersumber dari hadis Mursal Hasan, bahwa seorang lelaki bila mempunyai
persengketaan dengan orang lain, kemudian ia dipanggil menghadap kepada
Nabi saw. sedangkan ia berada dalam pihak yang benar, maka ia taat.
Karena ia mengetahui bahwa Nabi saw. pasti akan memutuskan peradilan
secara benar bagi pihaknya. Akan tetapi apabila ia telah berbuat aniaya,
kemudian ia dipanggil menghadap kepada Nabi saw. maka ia berpaling
seraya mengatakan, "Aku lebih suka dengan si Polan". Lalu Allah
menurunkan firman-Nya, "Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan
Rasul- Nya..." (Q.S.24 An Nur, 48) walaqad anzalnaa ilaykum
aayaatin mubayyinaatin wamatsalan mina alladziina khalaw min qablikum
wamaw'izh atan lilmuttaqiina 34. Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari
orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang
yang bertakwa. allaahu nuuru alssamaawaati waal-ardhi matsalu nuurihi
kamisykaatin fiihaa mishbaahun almishbaahu fii zujaajatin alzzujaajatu
ka-annahaa kawkabun durriyyun yuuqadu min syajaratin mubaa rakatin
zaytuunatin laa syarqiyyatin walaa gharbiyyatin yakaadu zaytuhaa
yudhii-u walaw lam tamsas-hu naarun nuurun 'alaa nuurin yahdii allaahu
linuurihi man yasyaau wayadhribu allaahu al-amtsaala lilnnaasi waallaahu
bikulli syay-in 'aliimun 35. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit
dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang
tak tembus [1040 ], yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan
tidak pula di sebelah barat(nya) [1041 ], yang minyaknya (saja) hampir-
hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan- perumpamaan bagi manusia,
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [1040 ] Yang dimaksud "lobang
yang tidak tembus" (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang
tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu,
atau barang-barang lain. [1041 ] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di
puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit
maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan
buahnya menghasilkan minyak yang baik. fii buyuutin adzina allaahu an
turfa'a wayudzkara fiihaa ismuhu yusabbihu lahu fiihaa bialghuduwwi
waal-aasaali 36. Bertasbih [1042 ] kepada Allah di masjid-masjid yang
telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama- Nya di dalamnya,
pada waktu pagi dan waktu petang, [1042 ] Yang bertasbih ialah laki-
laki yang tersebut pada ayat 37 berikut. rijaalun laa tulhiihim
tijaaratun walaa bay'un 'an dzikri allaahi wa-iqaami alshshalaati
wa-iitaa- i alzzakaati yakhaafuuna yawman tataqallabu fiihi alquluubu
waal-abshaa ru 37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan
tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan
sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu
hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
liyajziyahumu allaahu ahsana maa 'amiluu wayaziidahum min fadhlihi
waallaahu yarzuqu man yasyaau bighayri hisaabin 38. ( Meraka mengerjakan
yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka
(dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan,
dan supaya ALlah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi
rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas. waalladziina
kafaruu a'maaluhum kasaraabin biqii'atin yahsabuhu alzhzham- aanu maa-an
hattaa idzaa jaa- ahu lam yajidhu syay-an wawajada allaa ha 'indahu
fawaffaahu hisaabahu waallaahu sarii'u alhisaabi 39. Dan orang-orang
kafir amal- amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar,
yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya
air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya
(ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan
amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya
[1043 ]. [1043 ] Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak
didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat
walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan
mereka itu. aw kazhulumaatin fii bahrin lujjiyyin yaghsyaahu mawjun min
fawqihi mawjun min fawqihi sahaa bun zhulumaatun ba'dhuhaa fawqa ba'dhin
idzaa akhraja yadahu lam yakad yaraa haa waman lam yaj'ali allaahu lahu
nuuran famaa lahu min nuurin 40. Atau seperti gelap gulita di lautan
yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di
atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih- bertindih, apabila dia
mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa
yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai
cahaya sedikitpun. * alam tara anna allaaha yusabbihu lahu man fii
alssamaawaati waal-ardhi waalththhayru shaaffaatin kullun qad 'alima
shalaatahu watasbiihahu waallaahu 'aliimun bimaa yaf'aluuna 41.
Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di
langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya.
Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya [1044 ],
dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. [1044 ]
Masing-masing makhluk mengetahui cara shalat dan tasbih kepada Allah
dengan ilham dari Allah. walillaahi mulku alssamaawaati waal-ardhi
wa-ilaa allaahi almashiiru 42. Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit
dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk). alam tara anna
allaaha yuzjii sahaaban tsumma yu-allifu baynahu tsumma yaj'aluhu rukaa
man fataraa alwadqa yakhruju min khilaalihi wayunazzilu mina alssamaa-i
min jibaalin fiihaa min baradin fayushiibu bihi man yasyaau wayashrifuhu
'an man yasyaau yakaadu sanaa barqihi yadzhabu bial-abshaari 43.
Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan
antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka
kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga)
menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-
gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-
butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya
dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir
menghilangkan penglihatan. yuqallibu allaahu allayla waalnnahaara inna
fii dzaalika la'ibratan li-ulii al-abshaari 44. Allah mempergantikan
malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran
yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. waallaahu
khalaqa kulla daabbatin min maa-in faminhum man yamsyii 'alaa bathnihi
waminhum man yamsyii 'alaa rijlayni waminhum man yamsyii 'alaa arba'in
yakhluqu allaahu maa yasyaau inna allaaha 'alaa kulli syay-in qadiirun
45. Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka
sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian
berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan
empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. laqad anzalnaa aayaatin
mubayyinaatin waallaahu yahdii man yasyaau ilaa shiraathin mustaqiimin
46. Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan
Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Perbedaan sikap orang-orang munafik dan orang-orang yang mu'min dalam
bertahkim kepada rasul. wayaquuluuna aamannaa biallaahi wabialrrasuuli
wa- atha'naa tsumma yatawallaa fariiqun minhum min ba'di dzaa lika wamaa
ulaa-ika bialmu/miniina 47. Dan mereka berkata: "Kami telah beriman
kepada Allah dan rasul, dan kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian
dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah
orang-orang yang beriman. wa-idzaa du'uu ilaa allaahi warasuulihi
liyahkuma baynahum idzaa fariiqun minhum mu'ridhuuna 48. Dan apabila
mereka dipanggil kepada Allah [1045 ] dan rasul-Nya, agar rasul
menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka
menolak untuk datang. [1045 ] Maksudnya: Dipanggil utnuk bertahkim
kepada Kitabullah. SEBAB TURUNNYA AYAT: Imam Hakim
di dalam kitab sahihnya dan Imam Thabrani keduanya mengetengahkan
sebuah hadis melalui Ubay ibnu Kaab yang menceritakan, bahwa ketika Nabi
saw. dan para sahabatnya hijrah ke Madinah dan mereka diterima oleh
sahabat Anshar, orang-orang Arab bersatu padu untuk memukul mereka. Oleh
karenanya kaum Muslimin tidak pernah lengah dari senjata mereka, baik
siang dan malam senjata selalu ada padanya. Mereka mengatakan, "Kalian
lihat sendiri beginilah hidup kami, hingga kami tinggal merasa aman dan
tidak takut kepada siapa pun selain kepada Allah". Maka turunlah firman-
Nya, "Dan Allah telah menjanjikan kepada orang- orang yang beriman di
antara kalian..." (Q.S. An Nur, 55). wa-in yakun lahumu alhaqqu
ya/tuu ilayhi mudz'iniina 49. Tetapi jika keputusan itu untuk
(kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. afii
quluubihim maradhun ami irtaabuu am yakhaafuuna an yahiifa allaahu
'alayhim warasuuluhu bal ulaa-ika humu alzhzhaalimuuna 50. Apakah
(ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit,
atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau- kalau Allah
dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah
orang-orang yang zalim. * innamaa kaana qawla almu/ miniina idzaa du'uu
ilaa allaahi warasuulihi liyahkuma baynahum an yaquuluu sami'naa
wa-atha'naa waulaa- ika humu almuflihuuna 51. Sesungguhnya jawaban
oran-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar
rasul menghukum (mengadili) di antara mereka [1046 ] ialah ucapan.
"Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung. [1046 ] Maksudnya: Di antara kaum muslimin dengan kaum
muslimin dan antara kaum muslimin dengan yang bukan muslimin. waman
yuthi'i allaaha warasuulahu wayakhsya allaaha wayattaqhi faulaa-ika humu
alfaa-izuuna 52. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya
dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah
orang-orang yang mendapat kemenangan [1047 ]. [1047 ] Yang dimaksud
dengan "takut kepada Allah" ialah takut kepada Allah disebabkan dosa-
dosa yang telah dikerjakannya, dan yang dimaksud dengan "takwa" ialah
memelihara diri dari segala macam dosa-dosa yang mungkin terjadi.
wa-aqsamuu biallaahi jahda aymaanihim la-in amartahum layakhrujunna qul
laa tuqsimuu thaa'atun ma'ruufatun inna allaaha khabiirun bimaa
ta'maluuna 53. Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat
sumpah, jika kamu suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi.
Katakanlah: "Janganlah kamu bersumpah, (karena ketaatan yang diminta
ialah) ketaatan yang sudah dikenal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan. qul athii'uu allaaha wa-athii'uu alrrasuula
fa-in tawallaw fa- innamaa 'alayhi maa hummila wa'alaykum maa hummiltum
wa-in tuthii'uuhu tahtaduu wamaa 'alaa alrrasuuli illaa albalaaghu
almubiina 54. Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada
rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu
adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah
semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta'at
kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban
rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang". wa'ada
allaahu alladziina aamanuu minkum wa'amiluu alshshaalihaati
layastakhlifannahum fii al-ardhi kamaa istakhlafa alladziina min
qablihim walayumakkinanna lahum diinahumu alladz ii irtadaa lahum
walayubaddilannahum min ba'di khawfihim amnan ya'buduunanii laa
yusyrikuuna bii syay-an waman kafara ba'da dzaa lika faulaa-ika humu
alfaasiquuna 55. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa,
dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka
tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik. SEBAB TURUNNYA
AYAT: Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis mengenai hal ini melalui Barra
yang menceritakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami,
sedangkan kami pada saat itu dalam keadaan ketakutan yang sangat. Firman
Allah swt., "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nur, 61).
Abdur Razzaq mengatakan bahwa kami menerima hadis dari Muammar yang ia
terima dari Ibnu Abu Nujaih, kemudian Abu Nujaih menerimanya dari
Mujahid yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang membawa serta
orang buta, orang pincang dan orang yang sedang sakit ke rumah ayahnya,
atau rumah saudara lelakinya, atau rumah saudara perempuannya, atau
rumah saudara perempuan ayahnya, atau rumah saudara perempuan bibinya.
Maka tersebutlah bahwa orang yang menderita sakit yang menahun itu
merasa berdosa akan hal tersebut, maka mereka mengatakan, "Sesungguhnya
mereka membawa kita pergi hanya ke rumah-rumah orang lain, bukan rumah
mereka Sendiri". Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah atau keringanan
buat mereka, yaitu firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..."
(Q.S. An Nuur, 61). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu
Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya,
"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta
sesama kalian dengan jalan yang batil..." (Q.S. 4 An Nisa, 29). Maka
orang- orang Muslim merasa berdosa, lalu mereka mengatakan: "Makanan
adalah harta yang paling utama, maka tidak dihalalkan bagi seorang pun
di antara kita untuk makan di tempat orang lain". Maka orang- orang pun
menahan diri dari hal tersebut, kemudian turunlah firman-Nya, "Tidak ada
halangan bagi orang buta..." (Q.S. An Nuur, 61). sampai dengan
firman-Nya, "... atau di rumah yang kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An
Nuur, 61). Dhahhak mengetengahkan sebuah hadis, bahwa penduduk kota
Madinah sebelum Nabi saw. diutus, jika mereka makan tidak mau campur
dengan orang buta, orang yang sedang sakit, dan orang yang pincang.
Karena orang yang buta tidak akan dapat melihat makanan yang baik, dan
orang yang sedang sakit tidak dapat makan sepenuhnya sebagaimana orang
yang sehat sedangkan orang yang pincang tidak dapat bersaing untuk
meraih makanan. Kemudian turunlah ayat ini Sebagai rukhshah yang
memperbolehkan mereka untuk makan bersamasama dengan orang-orang yang
sehat. Dhahhak mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Miqsam yang
menceritakan, penduduk Madinah selalu menghindar dari makan bersama
dengan orang yang buta dan orang yang pincang, kemudian turunlah ayat
ini. Tsaklabi di dalam kitab tafsirnya mengemukakan sebuah hadis melalui
Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Harits berangkat bersama
dengan Rasulullah dalam suatu peperangan. Sebelum itu Harits
mempercayakan kepada Khalid ibnu Zaid untuk menjaga istrinya, tetapi
Khalid, ibnu Zaid merasa berdosa untuk makan dari makanan Harits, sedang
ia sendiri orang yang mempunyai penyakit yang menahun, kemudian
turunlah ayat ini, "Tidak ada dosa bagi kalian..." (Q.S. An Nur, 61).
Al Bazzar mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui
Siti Aisysh r.a, bahwa kaum Muslimin ingin sekali berangkat berperang
bersama dengan Rasulullah saw. Oleh karena itu mereka menyerahkan kunci
rumah-rumah mereka kepada orang-orang jompo, seraya mengatakan
kepadanya, "Kami telah menghalalkan bagi kalian untuk memakan dari apa
yang kalian sukai di dalam rumah kami". Akan tetapi orang-orang jompo
itu mengatakan, "Sesungguhnya tidaklah mereka memperbolehkan kami
melainkan hanya karena terpaksa saja, tidak dengan sepenuh hati". Maka
Allah menurunkan firman-Nya, "Tidak ada dosa bagi kalian..." (Q.S. An
Nur, 61). sampai dengan firman- Nya, "...atau di rumah-rumah yang
kalian miliki kuncinya..." (Q.S. An Nur, 61). lbnu Jarir mengetengahkan
sebuah hadis melalui Zuhri, bahwasanya Zuhri pada suatu hari ditanya
mengenai firman- Nya, "Tidak ada dosa bagi orang buta..." (Q.S. An Nur,
61). Si penanya itu mengatakan, "Apakah artinya orang buta, orang
pincang dan orang sakit yang disebutkan dalam ayat ini?" Maka Zuhri
menjawab: "Sesungguhnya kaum Muslimin dahulu, jika mereka berangkat ke
medan perang, mereka meninggalkan orang-orang jompo dari kalangan
mereka, dan mereka memberikan kunci rumah-rumah mereka kepada
orang-orang jompo, seraya mengatakan, 'Kami telah menghalalkan bagi
kalian untuk memakan apa saja yang kalian inginkan dari rumah kami'.
Akan tetapi orang-orang jompo tersebut merasa berdosa untuk melakukan
hal itu, yakni memakan makanan dari rumah mereka. Oleh karena itu orang-
orang jompo mengatakan, 'Kami tidak akan memasuki rumah- rumah mereka
selagi mereka dalam keadaan tidak di rumah'. Maka Allah swt. menurunkan
ayat ini sebagai rukhshah atau kemurahan dari-Nya bagi mereka". Ibnu
Jarir mengetengshkan pula hadis lainnya melalui Qatadah yang
menceritakan, bahwa ayat, "Tidak ada dosa bagi kalian makan bersama-sama
mereka atau sendirian..." (Q.S. An Nur, 61). diturunkan berkenaan
dengan segolongan orang- orang Arab Badui, di mana seorang dari mereka
tidak mau makan sendirian dan pernah di suatu hari ia memanggul
makanannya selama setengah hari untuk mencari seseorang yang menemaninya
makan bersama. Ibnu Jarir mengetengahkan pula hadis ini melalui Ikrimah
dan Abu saleh, yang kedua-duanya menceritakan bahwa orang- orang Anshar
apabila kedatangan tamu, mereka tidak mau makan kecuali bila tamu itu
makan bersama mereka. Maka turunlah ayat ini sebagai rukhshah buat
mereka. wa-aqiimuu alshshalaata waaatuu alzzakaata wa-athii'uu
alrrasuula la'allakum turh amuuna 56. Dan dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat, dan ta'atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.
laa tahsabanna alladziina kafaruu mu'jiziina fii al-ardhi wama/waahumu
alnnaaru walabi/sa almashiiru 57. Janganlah kamu kira bahwa orang-orang
yang kafir itu dapat melemahkan (Allah dari mengazab mereka) di bumi
ini, sedang tempat tinggal mereka (di akhirat) adalah neraka. Dan
sungguh amat jeleklah tempat kembali itu. yaa ayyuhaa alladziina aamanuu
liyasta/dzinkumu alladziina malakat aymaanukum waalladziina lam
yablughuu alhuluma minkum tsalaatsa marraatin min qabli shalaati alfajri
wahiina tadha'uuna tsiyaabakum mina alzhzhahiirati wamin ba'di shalaati
al'isyaa-i tsalaatsu 'awraatin lakum laysa 'alaykum walaa 'alayhim
junaahun ba'dahunna thawwaafuuna 'alaykum ba'dhukum 'alaa ba'dhin
kadzaalika yubayyinu allaahu lakumu al-aayaati waallaahu 'aliimun
hakiimun 58. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak- budak
(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig
di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari)
yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian
(luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga
'aurat bagi kamu [1048 ]. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas
mereka selain dari (tiga waktu) itu [1049 ]. Mereka melayani kamu,
sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain).
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [1048 ] Maksudnya: tiga macam waktu yang
biasanya di waktu- waktu itu badan banyak terbuka. Oleh sebab itu Allah
melarang budak-budak dan anak-anak di bawah umur untuk masuk ke kamar
tidur orang dewasa tanpa idzin pada waktu- waktu tersebut. [1049 ]
Maksudnya: tidak berdosa kalau mereka tidak dicegah masuk tanpa izin,
dan tidak pula mereka berdosa kalau masuk tanpa meminta izin. wa-idzaa
balagha al-athfaalu minkumu alhuluma falyasta/ dzinuu kamaa ista/dzana
alladziina min qablihim kadzaalika yubayyinu allaahu lakum aayaatihi
waallaahu 'aliimun hakiimun 59. Dan apabila anak-anakmu telah sampai
umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang
sebelum mereka meminta izin [1050 ]. Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana [1050 ].
[1050 ] Maksudnya: anak-anak dari orang-orang yang merdeka yang bukan
mahram, yang telah balig haruslah meminta izin lebih dahulu kalau hendak
masuk menurut cara orang- orang yang tersebut dalam ayat 27 dan 28
surat ini meminta izin. waalqawaa'idu mina alnnisaa-i allaatii laa
yarjuuna nikaahan falaysa 'alayhinna junaahun an yadha'na tsiyaabahunna
ghayra mutabarrijaatin biziinatin wa-an yasta'fifna khayrun lahunna
waallaa hu samii'un 'aliimun 60. Dan perempuan-perempuan tua yang telah
terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi),
tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian [1051 ] mereka dengan
tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih
baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana. [1051 ]
Maksudnya: pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat. *
laysa 'alaa al-a'maa harajun walaa 'alaa al-a'raji harajun walaa 'alaa
almariidhi harajun walaa 'alaa anfusikum an ta/ kuluu min buyuutikum aw
buyuuti aa baa-ikum aw buyuuti ummahaatikum aw buyuuti ikhwaanikum aw
buyuuti akhawaatikum aw buyuuti a'maamikum aw buyuuti 'ammaatikum aw
buyuuti akhwaalikum aw buyuuti khaalaatikum aw maa malaktum mafaatihahu
aw shadiiqikum laysa 'alaykum junaahun an ta/ kuluu jamii'an aw
asytaatan fa- idzaa dakhaltum buyuutan fasallimuu 'alaa anfusikum
tahiyyatan min 'indi allaahi mubaarakatan thayyibatan kadzaalika
yubayyinu allaahu lakumu al-aayaati la'allakum ta'qiluuna 61. Tidak ada
halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula)
bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan
(bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu,
dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara-saudaramu yang laki- laki, di rumah
saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki,
dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang
laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu
miliki kuncinya [1052 ] atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan
bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu
memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi
salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu
sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi
baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu
memahaminya. [1052 ] Maksudnya: rumah yang diserahkan kepadamu
mengurusnya. Adab pergaulan orang-orang yang mu'min terhadap Rasul SAW SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah hadis, demikian pula
Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il- nya melalui Urwah dan Muhammad ibnu
Kaab Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan, bahwa ketika
orang-orang Quraisy menyerang Madinah dalam perang Ahzab, mereka
berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di Raumah, nama sebuah
sumur di Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan, kemudian datang
pula bantuan mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di sebelah
gunung Uhud. Berita tentang kedatangan mereka sampai kepada Rasulullah
saw., maka Rasulullah saw. membuat galian di sekitar kota Madinah
bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya dan Rasulullah saw. sendiri
ikut serta bersama mereka menggali parit itu. Akan tetapi beberapa orang
laki-laki dari kalangan kaum munafik, bekerja dengan malas dan mereka
hanya mau mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan saja secara
disengaja. Kemudian mereka secara diam-diam pergi meninggalkan pekerjaan
itu menuju ke rumah masing- masing tanpa sepengetahuan dari Rasulullah
saw. dan tanpa izinnya. Lain halnya dengan seorang Muslim jika ia
mempunyai keperluan yang mendesak, yang harus ia kerjakan, ia
mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan meminta izin kepadanya
untuk pergi menunaikan keperluan pribadinya, maka Rasulullah saw.
memberi izin kepadanya. Apabila keperluannya telah selesai, ia kembali
lagi kepada pekerjaan menggali parit itu. Kemudian Allah menurunkan
firman-Nya, "Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin itu ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka
berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan
pertemuan..." (Q.S. An Nuur, 62) sampai dengan firman-Nya, "Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An Nyr, 64). Firman Allah swt.,
"Janganlah kallan jadikan..." (Q.S. An Nur, 63). Abu Nuaim di dalam
kitab Dala'il mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Dhshhak yang
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa kaum
Muslimin mengatakan, "Hai Muhammad! Hai Abul Qasim!", maka Allah
menurunkan firman-Nya, "Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di
antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang
lain." (Q.S. An Nur, 63). Setelah itu mereka memanggilnya, "Hai Nabi
Allah! Hai Rasulullah!". innamaa almu/minuuna alladziina aamanuu
biallaahi warasuulihi wa-idzaa kaanuu ma'ahu 'alaa amrin jaami'in lam
yadzhabuu hattaa yasta/ dzinuuhu inna alladziina yasta/ dzinuunaka
ulaa-ika alladziina yu/minuuna biallaahi warasuulihi fa-idzaa ista/
dzanuuka liba'dhi sya/nihim fa/ dzan liman syi/ta minhum waistaghfir
lahumu allaaha inna allaaha ghafuurun rahiimun 62. Sesungguhnya yang
sebenar-benar orang mu'min ialah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya, dan apabila mereka berada bersama- sama Rasulullah dalam
sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan
(Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang
yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan rasul- Nya, maka apabila mereka meminta izin
kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu
kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah hadis, demikian pula
Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il- nya melalui Urwah dan Muhammad ibnu
Kaab Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan, bahwa ketika
orang-orang Quraisy menyerang Madinah dalam perang Ahzab, mereka
berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di Raumah, nama sebuah
sumur di Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan, kemudian datang
pula bantuan mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di sebelah
gunung Uhud. Berita tentang kedatangan mereka sampai kepada Rasulullah
saw., maka Rasulullah saw. membuat galian di sekitar kota Madinah
bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya dan Rasulullah saw. sendiri
ikut serta bersama mereka menggali parit itu. Akan tetapi beberapa orang
laki-laki dari kalangan kaum munafik, bekerja dengan malas dan mereka
hanya mau mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan saja secara
disengaja. Kemudian mereka secara diam-diam pergi meninggalkan pekerjaan
itu menuju ke rumah masing- masing tanpa sepengetahuan dari Rasulullah
saw. dan tanpa izinnya. Lain halnya dengan seorang Muslim jika ia
mempunyai keperluan yang mendesak, yang harus ia kerjakan, ia
mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan meminta izin kepadanya
untuk pergi menunaikan keperluan pribadinya, maka Rasulullah saw.
memberi izin kepadanya. Apabila keperluannya telah selesai, ia kembali
lagi kepada pekerjaan menggali parit itu. Kemudian Allah menurunkan
firman-Nya, "Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin itu ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka
berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan
pertemuan..." (Q.S. An Nuur, 62) sampai dengan firman-Nya, "Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An Nyr, 64). Firman Allah swt.,
"Janganlah kallan jadikan..." (Q.S. An Nur, 63). Abu Nuaim di dalam
kitab Dala'il mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Dhshhak yang
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa kaum
Muslimin mengatakan, "Hai Muhammad! Hai Abul Qasim!", maka Allah
menurunkan firman-Nya, "Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di
antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang
lain." (Q.S. An Nur, 63). Setelah itu mereka memanggilnya, "Hai Nabi
Allah! Hai Rasulullah!" laa taj'aluu du'aa-a alrrasuuli baynakum
kadu'aa-i ba'dhikum ba'dhan qad ya'lamu allaahu alladziina
yatasallaluuna minkum liwaadzan falyahtsari alladziina yukhaalifuuna 'an
amrihi an tushiibahum fitnatun aw yushiibahum 'adzaabun aliimun 63.
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan
sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah
mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan
berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi
perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak mengetengahkan sebuah hadis, demikian pula
Imam Baihaqi di dalam kitab Dala'il- nya melalui Urwah dan Muhammad ibnu
Kaab Al Qurazhiy serta lain-lainnya, mereka menceritakan, bahwa ketika
orang-orang Quraisy menyerang Madinah dalam perang Ahzab, mereka
berkemah di tempat terhimpunnya banjir, yaitu di Raumah, nama sebuah
sumur di Madinah. Pemimpin mereka adalah Abu Sofyan, kemudian datang
pula bantuan mereka dari kabilah Ghathafan yang berkemah di sebelah
gunung Uhud. Berita tentang kedatangan mereka sampai kepada Rasulullah
saw., maka Rasulullah saw. membuat galian di sekitar kota Madinah
bersama-sama dengan kaum Muslimin lainnya dan Rasulullah saw. sendiri
ikut serta bersama mereka menggali parit itu. Akan tetapi beberapa orang
laki-laki dari kalangan kaum munafik, bekerja dengan malas dan mereka
hanya mau mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan saja secara
disengaja. Kemudian mereka secara diam-diam pergi meninggalkan pekerjaan
itu menuju ke rumah masing- masing tanpa sepengetahuan dari Rasulullah
saw. dan tanpa izinnya. Lain halnya dengan seorang Muslim jika ia
mempunyai keperluan yang mendesak, yang harus ia kerjakan, ia
mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw. dan meminta izin kepadanya
untuk pergi menunaikan keperluan pribadinya, maka Rasulullah saw.
memberi izin kepadanya. Apabila keperluannya telah selesai, ia kembali
lagi kepada pekerjaan menggali parit itu. Kemudian Allah menurunkan
firman-Nya, "Sesungguhnya yang sebenar-benar orang Mukmin itu ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apabila mereka
berada bersama-sama Rasulullah dalam suatu urusan yang memerlukan
pertemuan..." (Q.S. An Nuur, 62) sampai dengan firman-Nya, "Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An Nyr, 64). Firman Allah swt.,
"Janganlah kallan jadikan..." (Q.S. An Nur, 63). Abu Nuaim di dalam
kitab Dala'il mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Dhshhak yang
bersumber dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Abbas r.a. menceritakan, bahwa kaum
Muslimin mengatakan, "Hai Muhammad! Hai Abul Qasim!", maka Allah
menurunkan firman-Nya, "Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di
antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang
lain." (Q.S. An Nur, 63). Setelah itu mereka memanggilnya, "Hai Nabi
Allah! Hai Rasulullah!" alaa inna lillaahi maa fii alssamaawaati
waal-ardhi qad ya'lamu maa antum 'alayhi wayawma yurja'uuna ilayhi
fayunabbi-uhum bimaa 'amiluu waallaahu bikulli syay-in 'aliimun 64.
Ketahuilah sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di
bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui keadaan yang kamu berada di dalamnya
(sekarang). Dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-
Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Dan Allah Maha mengehui segala sesuatu. SEBAB
TURUNNYA AYAT: Ibnu Abu Syaibah di dalam kitab Mushannaf-nya dan Ibnu
Jarir serta Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui
Khaitsamah yang menceritakan bahwa pada suatu hari dikatakan kepada Nabi
saw., "Jika kamu suka maka Kami akan memberimu kunci-kunci
perbendaharaan bumi, sedikit pun tidak akan mengurangi pahalamu di sisi
Kami kelak di akhirat. Jika kamu suka, Kami akan menghimpun keduanya
kelak di akhirat untukmu". Nabi saw. menjawab, "Tidak, tetapi himpunlan
keduanya untukku kelak di akhirat". Kemudian turunlah firman-Nya, "Maha
Suci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan- Nya bagimu
yang lebih baik dari yang demikian." (Q.S. Al Furqan, 10)
0 komentar:
Posting Komentar