Tafsir Surah Al-Fatihah





Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 1-7

بسم الله الرحمان الرحیم

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Sejak dahulu sudah menjadi kebiasaan di kalangan umat manusia bahwa ‎pekerjaan-pekerjaan penting selalu dimulai dengan menyebut nama para ‎pembesar mereka untuk mendapat berkah darinya. Umpamanya, para penyembah ‎patung atau berhala, mencari berkah dengan nama atau dengan kehadiran para ‎kepala negara. Akan tetapi, Zat yang lebih besar diantara segala sesuatu yang ‎besar adalah Allah SWT dimana kehidupan segala sesuatu yang hidup ini bermula ‎dari-Nya.‎
Bukan hanya kitab alam semesta, akan tetapi kitab syareat, yaitu Al-Quran dan ‎semua kitab samawi dimulai dengan nama-Nya. Islam mengajarkan kepada kita ‎agar pekerjaan-pekerjaan kita, yang kecil dan yang besar, makan dan minum, tidur ‎dan bangun, bepergian dan menaiki kendaraan, berbicara dan menulis, kerja dan ‎usaha, dan seterusnya hendaknya kita mulai dengan menyebut nama Allah ‎‎(Bismillah).‎
Jika seekor binatang disembelih tanpa menyebut nama Allah, maka kita dilarang ‎memakan daging binatang tersebut. Kata-kata “Bismillah” tidak terbatas pada ‎agama Islam saja. Menurut ayat-ayat Al-Quran, kapal Nabi Nuh as juga bergerak ‎diawali dengan kalimat “Bismillah.” Begitu juga surat Nabi Sulaiman as kepada ‎Ratu Balqis. “Bismillah adalah sebuah ayat lengkap, dan bagian dari Surat Al-‎Fatihah.‎
Oleh sebab itu, Ahlul Bait Nabi saw tidak menyukai orang yang tidak membacanya ‎atau membacanya dengan suara pelan di dalam salatnya. Mereka sendiri selalu ‎membaca ayat: “bismillahirrahmanirrahim” dengan suara keras di dalam setiap ‎salat yang mereka lakukan.‎
Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
‎1.‎ Bismillah merupakan sumber berkah dan jaminan bagi setiap pekerjaan, juga ‎merupakan tanda tawakkal kepada Allah dan permohonan bantuan dari-nya.‎
‎2.‎ Kata Bismillah memberi warna ketuhanan kepada setiap pekerjaan, dan ‎menyelamatkan pekerjaan-pekerjaan manusia dari bahaya syirik dan riya. ‎
‎3.‎ Bismillah artinya: Ya Allah aku tidak melupakan-Mu, maka janganlah Engkau ‎melupakan aku.‎
‎4.‎ Orang yang mengucapkan Bismillah berarti telah menggabungkan diri ‎kepada kekuatan tak terbatas dan lautan rahmat Ilahi yang tak bertepi.‎

الحمد لله الرب العلمین

Segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh Alam
Setelah menyebut nama Allah, maka kalimat pertama yang kita ucapkan ialah ‎syukur kepadanya. Allah Tuhan yang pertumbuhan dan kehidupan segala sesuatu ‎di jagad raya dan alam semesta ini bersumber darinya, baik alam benda mati ‎maupun benda hidup, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Dia-lah ‎yang mengajarkan kepada lebah madu dari mana mencari makanan dan ‎bagaimana cara membuat sarang. Dia juga mengajarkan kepada semut bagaimana ‎menyimpan makanannya untuk musim dingin. Dia pulalah yang menumbuhkan ‎batang-batang gandum yang penuh dengan biji-biji hanya dari sebutir gandum, ‎juga menumbuhkan sebatang pohon apel dari sebutir biji apel.‎
Dia-lah yang menciptakan langit dengan kehebatan yang amat besar ini dan ‎menetapkan garis peredaran setiap bintang dan setiap galaksinya. Dia-lah yang ‎menciptakan kita dari setetes air yang memancar dan menumbuhkan kita di dalam ‎perut ibu selama kurang lebih 6 hingga 9 bulan. Lalu setelah kita lahir ke dunia, Dia ‎pun menyediakan segala keperluan untuk pertumbuhan kita. Dia membentuk ‎badan kita sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan diri dari kuman-‎kuman penyebab penyakit dan jika salah satu tulang tubuh kita patah atau retak, ‎maka tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengatasinya sedemikian rupa.‎
Kemudian jika tubuh memerlukan darah maka secara alami ia memproduksinya ‎untuk memenuhi keperluan tersebut. Meski demikian, yang berada di tangan Allah ‎bukan hanya perkembangan dan pemeliharan tubuh kita saja, karena Dia juga ‎menciptakan akal dan perasaan untuk kita lalu mengutus para nabi dan ‎menurunkan kitab-kitab samawi untuk membina kita.‎
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
‎1.‎ Ketergantungan kita dan seluruh alam semesta ini kepada Allah. Bukan ‎hanya pada saat perciptaan, akan tetapi perkembangan dan keterpeliharaan ‎kita juga datang dari-Nya. Oleh karena itu, hubungan Allah dengan segala ‎yang maujud ini bersifat selamanya dan kekal.‎
‎2.‎ Atas dasar ini pula kita harus mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Bukan hanya ‎di dunia, di hari akhiratpun ucapan para penghuni surga ialah alhamdulillahi ‎rabbil alamiin.‎

الرحمن الرحیم

Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Allah yang kita imani ialah Zat yang penuh kasih sayang, cinta, maaf dan ampunan. ‎Contoh-contoh rahmat dan cinta-Nya terdapat di dalam kebesaran nikmat-nikmat-‎Nya yang tak terhingga untuk kita. Bunga-bunga yang indah berbau harum, buah-‎buahan yang manis dan lezat rasanya, berbagai bahan makanan yang lezat dan ‎bergizi, bahan-bahan pakaian yang beraneka warna, dan lain sebagainya adalah ‎anugerah yang diberikan Allah kepada kita.‎
Kecintaan seorang ibu kepada anaknya Dia tanamkan di dalam sanubari ibu kita, ‎sedangkan Allah sendiri memiliki cinta yang jauh lebih besar daripada kecintaan ibu ‎kepada anaknya. Kemurkaan dan siksaan-Nya pun datang dari tindakan Allah yang ‎bertujuan memperingatkan dan adanya perhatian Allah terhadap kita. Bukannya ‎karena sifat dendam atau niat menuntut balas. Oleh karena itu jika kita bertaubat ‎dan menutupi kesalahan yang kita lakukan maka Allah pasti akan mengampuni dan ‎menghapus kesalahan.‎
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
‎1.‎ Allah selalu mendidik dan memelihara segala yang maujud ini dengan ‎rahmat dan mahabbah, karena di samping sifatnya sebagai Rabbul Alamin, ‎penguasaan dan pemeliharaan semesta alam, Dia juga menyebut diri-Nya ‎sebagai Arrahman dan Arrahim, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.‎
‎2.‎ Bila para pengajar dan pendidik ingin mendapatkan sukses, maka mereka ‎harus bekerja berdasarkan mahabbah dan kasih sayang.‎

مالک یوم الدین

Pemilik hari pembalasan
Kata-kata ‘din’ berarti mazhab atau agama dan juga berarti pembalasan. Adapun ‎yang dimaksudkan dengan Yaumiddin ialah Hari Kiamat yang merupakan hari ‎perhitungan pemberian pahala dan pembalasan.‎
Meskipun Allah SWT adalah pemilik dan penguasa dunia sekaligus pemilik Akhirat, ‎namun kepemilikan dan kekuasaan-Nya di Hari Kiamat memiliki bentuk yang ‎berbeda. Di hari itu tak ada siapa pun yang menguasai sesuatu. Harta kekayaan ‎dan anak sama sekali tidak memiliki peran. Sahabat dan kerabat tak memiliki ‎kekuasaan apapun. Bahkan seseorang tidak memiliki kekuasaan terhadap anggota ‎tubuhnya sendiri. Lidah tak diizinkan untuk mengucapkan permohonan ampun. ‎Tidak pula pikiran memiliki kesempatan untuk berpikir. Hanya Allah yang memiliki ‎kekuasaan penuh di hari itu.‎
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
‎1.‎ Di samping mengharapkan rahmat Allah yang tak terbatas sebagaimana ‎yang dipaparkan dalam ayat sebelumnya, kita juga harus merasa takut ‎kepada perhitungan dan pembalasan hari kiamat.‎
‎2.‎ Dengan beriman kepada hari kiamat kita tidak perlu cemas bahwa ‎perbuatan-perbuatan baik kita tidak akan memperoleh balasan atau pahala. ‎
‎3.‎ Allah SWT Maha Mengetahui segala perbuatan baik dan buruk yang kita ‎lakukan dan Dia Maha Mampu untuk memberikan balasan dan pahala. ‎

ایاک نعبد و ایاک نستعین

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta ‎pertolongan
Di dalam ayat-ayat yang lalu Allah telah kita kenal bahwa Dia itu Rahman dan ‎Rahim serta Rabbul `Alamin juga Maliki Yaumiddin. Sementara oleh karena ‎kehebatan ciptaan-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang tak terhitung yang Dia ‎curahkan kepada kita, maka kita mengucapkan syukur dan pujian kepadanya ‎dengan mengatakan Alhamdulillahi rabbil `alamin.‎
Sudah sepatutnyalah jika sekiranya kita menghadapkan diri kita kepadanya, dan ‎seraya mengakui ketidakmampuan dan kelemahan kita maka kita juga mengatakan ‎bahwa kita adalah hamba-hamba-Nya yang tulus. Kita ucapkan, Ya Allah, hanya ‎dihadapan perintah-Mu-lah kami menundukkan kepala, bukan dihadapan perintah ‎selain-Mu. Kami bukanlah hamba-hamba emas dan kekayaan duniawi juga bukan ‎budak-budaknya kekuatan dan kekuasaan imperialis.‎
Oleh karena shalat yang merupakan manifestasi ibadah dan penyembahan Tuhan ‎ditunaikan secara berjamaah maka umat Islam satu suara di dalam satu barisan ‎secara kompak menyatakan ‘iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin’ , yaitu bahwa ‎bukan hanya aku melainkan kami semua adalah hamba-hamba-Mu dan kepada-‎Mu lah kami memohon pertolongan. Ya Allah! bahkan ibadah yang kami tunaikan ‎ini pun adalah berkat pertolongan-Mu. Jika Engkau tidak menolong kami, niscaya ‎kami akan menjadi hamba dan budak selain-Mu.‎
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
‎1.‎ Meskipun undang-undang yang menguasai alam materi dan formula-formula ‎fisika dan kimia kita yakini, namun semua itu berada di bawah kekuasaan ‎Allah dan di bawah kehendak-Nya. Karenanya, kita harus berserah diri ‎kepada Allah, bukan kepada alam. Hanya kepada Allah kita memohon ‎bantuan, termasuk dalam urusan materi. ‎
‎2.‎ Jika dalam setiap solat dengan sepenuh hati dan khusyuk kita nyatakan ‎bahwa kita hanya menghambakan diri kepada Allah, maka kita tidak akan ‎menjadi orang yang congkak dan takabur.‎

اهدنا الصراط المستقیم

Tunjukilah kami ke jalan yang lurus
Dalam Al-Quran ada dua bentuk hidayah; hidayah cipta (takwini) seperti hidayah ‎lebah madu untuk menghisap sari bunga dan bagaimana ia membuat sarangnya ‎atau hidayah burung-burung saat berpindah dari satu daerah ke daerah lain di ‎musim dingin. Dan yang kedua adalah hidayah tinta (tasyri’i). Hidayah tinta inilah ‎yang terwujudkan dalam pengutusan para nabi ilahi dan kitab-kitab langit untuk ‎menghidayahi manusia.‎
Kata shirat atau jalan disebutkan lebih dari 44 kali dalam Al-Quran. Memilih jalan ‎dan garis pemikiran yang benar menunjukkan keistimewaan manusia. Terlebih lagi ‎manusia harus memilih jalan yang lurus dari banyak jalan yang terbentang di ‎hadapannya. Di sini, seorang mukmin akan memilih jalan Allah dan wali-wali-Nya. ‎Karena jalan ilahi pasti dan tidak akan ada perubahan dan jalan-Nya hanya satu ‎tidak lebih. Seseorang yang mengikuti jalan ilahi tidak akan pernah mengenal kata ‎kalah dan gagal.‎
Namun manusia tidak boleh lupa bahwa dalam memilih jalan lurus dan ‎melanjutkannya harus meminta bantuan Allah. Sama seperti lampu yang ‎cahayanya yang setiap saat mengambil energinya dari pembangkit listrik. Dalam ‎jalan lurus, satu-satunya keinginan setiap muslim di setiap shalat selalu diminta ‎dari Allah, bahkan Rasulullah saw dan para Imam as juga memohon kepada Allah ‎agar tetap teguh di jalan yang lurus.‎
Jalan lurus itulah jalan tengah yang menjadi pemecah sikap ekstrim, baik kanan ‎dan kiri dalam akidah maupun amal. Karena terkadang ada orang yang tergelincir ‎dalam akidah dan ada juga di tingkat perbuatan.‎
Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
‎1.‎ Semua keberadaan di alam semesta bergerak dalam jalur dan kehendak ‎Allah.‎
‎2.‎ Permintaan akan hidayah meraih jalan yang lurus merupakan keinginan ‎paling penting orang-orang yang menyembah Allah yang Esa.‎
‎3.‎ Demi meraih jalan yang lurus, seseorang harus berdoa, “Tunjukilah kami ke ‎jalan yang lurus.”‎

صراط الذین انعمت علیهم غیر المغضوب علیهم و لا الضالین

Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang ‎yang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat
Dalam memilih jalan kehidupan, manusia terbagi menjadi tiga golongan. Golongan ‎pertama ialah orang-orang yang memilih jalan Allah, dan meletakkan kehidupan ‎pribadi dan masyarakat mereka di atas dasar undang-undang dan perintah-‎perintah yang telah Allah jelaskan di dalam Kitab-Nya. Golongan ini selalu tercakup ‎oleh rahmat dan nikmat Ilahi yang khusus.‎
Golongan kedua berada di dalam keadaan yang berlawanan dengan golongan ‎pertama. Mereka ini meskipun mengetahui adanya kebenaran, namun tetap saja ‎menolak Allah bahkan lari menuju kepada selain-Nya. Mereka ini lebih ‎mengutamakan hawa nafsu mereka, hasrat buruk orang-orang dekat dan keluarga ‎serta masyarakat mereka daripada keinginan dan kehendak Allah SWT.‎
Kelompok ini secara perlahan memperlihatkan akibat-akibat perbuatan dan perilaku ‎mereka di dalam keberadaan mereka. Sedikit demi sedikit mereka menjauh dari ‎shirath al-mustaqhim dan bukan menuju ke arah rahmat Allah SWT dan rahmat-‎Nya. Mereka terpelosok masuk ke jurang kesengsaraan dan kesusahan serta ‎menjadi sasaran kemurkaan dan kemarahan Ilahi yang disebut oleh ayat ini ‎sebagai orang yang ‎‏”‏maghdluubi ‘alaihim‏”‏‎, orang-orang yang dimurkai.‎
Sementara itu, kelompok ketiga ialah orang-orang yang tidak memiliki jalan yang ‎jelas dan tertentu. Mereka ini disebut sebagai orang-orang yang bingung dan tidak ‎mengetahui. Di dalam ayat ini, mereka disebut sebagai ‎‏”‏dhollin‏”‏‎, atau orang-orang ‎yang sesat.‎
Dalam setiap salat kita mengatakan, “ihdinash shiraathal mustaqiim”, yang artinya, ‎‎”Ya Allah tunjukilah kami jalan yang lurus”. Jalan yang dilalui oleh para Nabi, ‎auliya’, orang-orang suci dan orang-orang yang lurus. Mereka yang selalu berada ‎di bawah curahan rahmat dan nikmat-nikmat khusus-Mu. Dan jauhkanlah kami dari ‎jalan orang-orang yang telah menyimpang dari kemanusiaan dan menjadi sasaran ‎kemurkaan-Mu, juga dari jalan orang-orang yang kebingungan dan sesat.‎
Siapakah orang-orang yang sesat itu? Di dalam Al Qur’an banyak kelompok dan ‎kaum yang disebut dengan sebutan di atas. Di sini kita akan menyinggung salah ‎satu contohnya yang jelas dan nyata.‎
Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
‎1.‎ Dalam pendidikan manusia selalu membutuhkan teladan. Para nabi, ‎syuhada, orang-orang yang jujur dan saleh merupakan contoh indah ‎manusia.‎
‎2.‎ Apa yang sampai kepada manusia adalah nikmat. Sementara kita yang ‎menghadirkan kemarahan.‎
‎3.‎ Menyatakan kebencian terhadap orang-orang yang dimurkai dan dan ‎tersesat membuat masyarakat Islam senantiasa berjuang dan melawan ‎kekuasaan mereka.‎
Sumber: http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=18950:tafsir-surah-al-fatihah&catid=49:tafsir-quran&Itemid=75

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger