Seorang misterius berteriak kepadaku, “… JANGAN GUNAKAN AKAL ANDA,
KARENA AL QUR’AN TIDAK BISA SEMBARANGAN DAN DIJELASKAN SECARA SEPOTONG
SEPOTONG”. Nah, apa tanggapan Anda kalau diminta tidak menggunakan akal?
Tanggapan M Shodiq Mustika:
Justru supaya Al-Qur’an bisa dipahami seutuh-utuhnya, bukan
sepotong-sepotong, maka penggunaan akal sehat itu diperlukan. Bahkan,
Allah SWT menyampaikan firman-Nya hanya kepada orang-orang yang berakal.
Sebab, orang yang berakal sehat sajalah yang dapat memahami diin-Nya. Allah berfirman, “… Dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang berakal [sehat].” (Q.S. Shad 37 : 43).
Hasil penelitian di IAIN Walisongo tentang konsep akal dalam tafsir al-Misbah menunjukkan bahwa manusia harus senantiasa menggunakan akal untuk bertafakkur dan bertadzakkur.
Dengan menggunakan akalnya, manusia dapat menjaga dirinya dengan baik
supaya tidak terjerumus dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.
Dengan potensi akalnya, manusia akan mengetahui hakekat kebenaran yang
akan membawanya dalam hidup yang bahagia, jauh dari kemadharatan atau
kemaksiatan. Kalau manusia berusaha menggunakan akalnya dengan baik,
maka akalnya akan tajam; kalau ia menyimpannya atau tidak menggunakannya
untuk berfikir, maka akalnya akan “berkarat”.
Jika kita hanya mengandalkan pancaindera (terutama mata dan telinga)
tanpa akal untuk menerima petunjuk ilahi sewaktu melakukan observasi
terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka kita bisa salah paham. Untuk
contoh mengenai kesalahpahaman ini, silakan simak artikel “Benarkah memenggal orang kafir berarti mengikuti perilaku Nabi Muhammad?” dan “Kisah seorang idola yang mengejar seorang perempuan“.
Memang, ada hadits yang tampaknya melarang kita untuk
menggunakan “akal” dalam menafsirkan Al-Qur’an. Namun, larangan tersebut
tidaklah mutlak untuk segala akal. Mungkin saja yang dimaksud dalam
hadits tersebut adalah “akal yang tidak sehat” (yang diarahkan oleh hawa
nafsu). Sedangkan penggunakan akal (yang “sehat”) justru diperintahkan
oleh Al-Qur’an itu sendiri! (Lihat “Analisis Hadis Larangan TAfsir bi al-Ra’yi.”)




0 komentar:
Posting Komentar