Muhammad Rasulullah SAWW
a. Biografi Singkat Muhammad SAWW
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Manaf dilahirkan di
kota Makkah. Abdullah, ayahnya meninggal dunia sebelum ia dilahirkan.
Ketika ia berusia enam tahun, ibunya tercinta juga harus meninggalkan
dunia fana ini.
Akhirnya ia dibesarkan oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib
hingga berusia delapan tahun. Setelah Abdul Muthalib meninggal dunia, ia
tinggal bersama pamannya, Abu Thalib. Selama tinggal bersama Abu
Thalib, perilakunya mendapat perhatian penduduk sekitar, dan tidak lama
berselang ia telah mendapat tempat di hati mereka. Berbeda dengan
anak-anak sebayanya yang selalu mengurai rambut dan tidak menatanya
dengan rapi, ia selalu menata rambutnya dengan rapi dan membersihkan
wajahnya layaknya orang dewasa. Ia tidak pernah rakus terhadap makanan.
Teman-teman sebayanya –sebagaimana layaknya kebiasaan anak-anak kecil–
selalu makan dengan tergesa-gesa, dan kadang-kadang mereka berebutan
makanan. Ia selalu mencukupkan diri dengan sedikit makanan dan menahan
diri dari sifat tamak.
Dalam setiap situasi dan kondisi, ia selalu menunjukkan sikap berwibawa.
Setelah bangun dari tidur, kadang-kadang ia pergi ke
sumur Zamzam dan minum darinya beberapa teguk. Ketika matahari sudah
menginjak tinggi dan ia dipanggil untuk sarapan, ia hanya berkata: “Aku
tidak merasa lapar”.
Ia tidak pernah mengucapkan lapar atau haus, baik ketika ia masih kecil mau pun sesudah dewasa.
Pamannya, Abu Thalib selalu menidurkannya di sampingnya. Ia pernah
berkata: “Aku tidak pernah mendengar kata-kata bohong keluar dari
mulutnya dan tidak pernah melihat kelakuan tak layak dan tertawa tidak
senonoh darinya”.
Ia tidak menyukai alat-alat mainan, selalu menyendiri dan rendah hati.
Pada usia tiga belas tahun, ia menemani Abu Thalib berdagang ke Syam
(Syiria sekarang). Dalam perjalanan inilah keagungan jiwa dan sifat
amanahnya teruji.
Pada usia dua puluh lima tahun ia menikah dengan Khadijah binti Khuwailid.
Di kalangan masyarakat Makkah, Muhammad SAWW dikenal sebagai orang
yang amanah dan jujur. Oleh karena itu, mereka memanggilnya Muhammad
Al-Amin (yang terpercaya). Pada usia dua puluh lima tahun ini dengan
menempatkan Hajarul Aswad di tempatnya semula dan mencegah terjadinya
perang antar kabilah Makkah, ia telah membuktikan keahliannya dalam
manajemen, dan dengan ikut serta dalam perjanjian Hilful Fudhul ia telah
membuktikan kecintaannya terhadap persatuan insani.
Kesucian, kejujuran, menjauhkan diri dari segala bentuk syirik dan
menyembah berhala, tidak peduli dengan gemerlapnya dunia dan selalu
merenungkan ciptaan yang maha agung ini adalah poin yang telah
membedakannya dari yang lainnya.
Pada usia empat puluh tahun, ia diangkat menjadi nabi dan selama tiga
tahun ia berdakwah secara diam-diam di kota Makkah. Setelah masa tiga
tahun ini berlalu dan ayat yang berbunyi: “Berilah peringatan kepada
keluarga dekatmu” turun, ia mulai melakukan dakwah dengan
terang-terangan dan memulai hal itu dari keluarga dekatnya sendiri.
Setelah itu, ia menggo-internasionalkan dakwah untuk bertauhid,
meninggalkan syirik dan menyembah berhala.
Semenjak itulah para pembesar Quraisy
mendeklarasikan penentangan terhadap Rasulullah SAWW dan mulai
mengganggu setiap aktivitas dakwahnya.
Selama tiga belas tahun, Rasulullah SAWW menghadapi segala gangguan
dan ejekan para pembesar Quraisy dengan tegar dan tidak mundur selangkah
pun dari missinya.
Setelah tiga belas tahun berdakwah di Makkah, ia terpaksa harus
berhijrah ke Madinah. Pasca hijrah, lahan untuk dakwah Islam tersedia
dengan baik meskipun pada periode sepuluh tahun ini musyrikin, munafikin
dan kabilah-kabilah Yahudi masih selalu mengganggunya.
Setelah melakukan haji Wada’ dan memproklamasikan keimamahan Ali bin
Abi Thalib a.s. di Ghadir Khum pada tahun 10 H, ia meninggalkan dunia
fana ini pada 28 Shafar 11 H.
b. Akhlak Rasulullah SAWW
Rasulullah SAWW adalah manusia paling sempurna dan
penghulu para nabi-nabi terdahulu. Untuk membuktikan keagungannya, kita
cukup mengetahui bahwa Allah SWT memanggilnya dalam Al Quran dengan
sebutan “wahai Rasul” dan “wahai Nabi”. Dan di samping itu, Ia telah
menjadikannya panutan bagi seluruh alam semesta. Ia berfirman: “Sungguh
telah terdapat budi yang luhur bagi kalian dalam diri Rasulullah”.
Sungguh beliau memiliki akhlak yang luhur dan sempurna.
Allah berfirman: “Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) berada di atas
puncak budi pekerti yang agung”, “Seandainya engkau berperangai kasar
dan keras hati, niscaya mereka akan berpaling darimu”.
Dengan ini dapat diketahui bahwa salah satu faktor
berkembangnya Islam dengan pesat adalah akhlak Rasulullah SAWW yang
terpuji. Ia tidak pernah menyia-siakan waktu dan kesempatan yang
dimilikinya. Ketika berdoa ia selalu merintih: “Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari segala bentuk pengangguran dan rasa malas”. Ia
berprinsip untuk selalu menegakkan keadilan. Dalam menjalankan
perdagangan ia tidak pernah berbohong dan melaksanakan praktek penipuan,
serta mempersulit pembeli. Ia tidak pernah berdebat dengan siapa pun,
dan tidak pernah melimpahkan tanggung jawabnya kepada orang lain.
Ia memiliki pendirian bahwa kejujuran dan menjaga amanat adalah
pondasi utama kehidupan. Ia pernah bersabda: “Dua hal itu (kejujuran dan
menjaga amanat) sangat ditekankan oleh para nabi terdahulu”.
Ia memiliki statemen bahwa semua anggota masyarakat harus berdiri tegak melawan para lalim dan jangan hanya menjadi penonton.
Ia pernah berpesan: “Bantulah saudaramu, baik ia sebagai zalim atau
mazlum”. Para sahabat bertanya dengan penuh keheranan: “Kita telah
mengetahui bagaimana cara membantu saudara yang dimazlumi. Bagaimana
cara membantu saudara yang zalim?” Ia menjawab: “Cegahlah ia jangan
sampai berbuat lalim kepada orang lain”.
Pembaca yang budiman, kita sekarang sedang hidup di sebuah dunia yang
didominasi oleh dekadensi moral dan berkuasanya hawa nafsu. Solusi
terbaik -–untuk menanggulangi kondisi tersebut– adalah kita harus
mengkaji kembali sejarah para nabi umumnya, dan sejarah Rasulullah SAWW
khususnya yang dipenuhi oleh berbagai pelajaran berharga. Sejarah mereka
–-untuk masa sekarang– adalah sebuah teladan perikemanusiaan yang
luhur.
Sejarah telah menunjukkan tiga contoh golongan yang dapat dijadikan
pelajaran oleh umat manusia. Mereka adalah para raja dan kaisar, para
filsuf dan para nabi. Para nabi a.s. memiliki masa lalu yang layak untuk
dijadikan teladan. Kejujuran dan keakraban lebih mendominasi kehidupan
mereka dari pada keangkuhan dan kekuasaan. Dari kening-kening mereka
terpancar sinar ilahi yang menjadikan mata terbelalak melihatnya, bak
sinar matahari pagi yang sejuk dipandang, akan tetapi bak misteri ghaib
yang tidak terungkap substansinya.
Mata yang paling sederhana pun dapat melihat sinar
tersebut dengan mudah. Akan tetapi, kejeniusan seseorang tidak dapat
memecahkan rahasianya dengan mudah.
Jiwa-jiwa yang peka terhadap segala keindahan dan rahasia (spiritual)
akan dapat merasakan kehangatannya bagaikan kehangatan cinta dan
harapan. Dan hal itu akan didapatkannya di dalam gerak-gerik dan
perilaku mereka.
Jiwa mereka dipenuhi oleh ilham dan wahyu yang mengalir dengan tenang
di dalamnya. Setiap kali kita menengok sejarah masa lalu, kita akan
mendapatkan bahwa umat manusia selalu mencari wajah-wajah sederhana nan
menakjubkan itu. Ibrahim, Nuh, Musa dan Isa adalah sekelumit contoh dari
mereka. Akan tetapi, bagaimana dengan Muhammad SAWW sebagai penutup
para nabi a.s.? Menghadapi orang-orang yang menentangnya, ia hanya
membaca ayat-ayat Al Quran, atau ia menerangkan keyakinannya dengan
metode yang sederhana dan enggan berdebat. Kehidupannya mengingatkan
kita kepada orang agung dan zahid. Ia sangat mencintai kelaparan dan
menguji kesabarannya dengan menahan lapar. Kadang-kadang ia sangat
merasa lapar dan dengan hanya mengganjalkan batu di perutnya ia berusaha
untuk mencegah rasa sakit karenanya.
Menghadapi orang-orang yang selalu menyakitinya, ia selalu
memaafkannya dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga mereka malu
sendiri.
Suatu hari ketika ia melalui sebuah lorong Madinah, seorang Yahudi
menuangkan air di atas kepalanya dari atap rumahnya. Akan tetapi, ia
berlalu begitu saja tanpa marah sedikit pun setelah membersihkan diri
dan bajunya di sebuah pojok lorong. Di hari yang lain, padahal ia tahu
bahwa perlakuan itu akan terulang lagi, ia tetap berjalan di lorong
tersebut.
Pada hari berikutnya ketika ia sedang berlalu di lorong tersebut,
orang Yahudi itu tidak lagi menuangkan air di atas kepalanya. Ia heran.
Dengan tersenyum ia berkata: “Mengapa hari ini ia tidak menyiramkan air
lagi?” Penduduk yang bermukim di sekitar lorong itu berkata: “Ia sakit”.
“Kita harus menjenguknya”, tegasnya.
Ketika melihat keakraban dan kecintaan luhur di wajah Muhammad SAWW,
orang Yahudi merasa bahwa dirinya adalah sahabat lamanya. Dihadapkan
kepada pandangan mata Muhammad SAWW yang penuh cinta dan kasih sayang,
ia merasa jiwanya telah tercuci bersih dan kehendak untuk menyakitinya
lagi hilang musnah.
Ia sangat rendah hati sehingga bangsa Arab yang congkak dan fanatis
tunduk di hadapannya. Kehidupan, perilaku dan akhlaknya mengilhamkan
kecintaan, kekuatan, kerelaan, ketegaran, cara berpikir yang tinggi dan
keindahan jiwa. Kesederhanaan perilakunya dan kerendahan hatinya tidak
mengurangi keteguhan jiwa dan daya tarik spiritualnya. Setiap kalbu akan
tunduk di hadapannya. Setiap kali duduk bersama orang lain dalam sebuah
pertemuan, ia tampil sebagai sosok yang teragung.
c. Karakter dan Keutamaan Rasulullah SAWW
Salah satu karakter Rasulullah SAWW yang paling
menonjol adalah kemenangan tidak menjadikannya bangga –hal ini dapat
kita lihat pada peristiwa perang Badar dan pembebasan kota Makkah– dan
kekalahan tidak membuatnya putus asa –hal ini dapat kita lihat pada
peristiwa perang Uhud yang tidak membuatnya menggigit jari, bahkan
dengan cekatan ia mempersiapkan pasukan baru untuk menghadapi perang
Hamra`ul Asad, dan peristiwa pengingkaran perjanjian perdamaian yang
dilakukan oleh kaum Yahudi Bani Quraizhah serta bergabungnya mereka
dengan pasukan Ahzab.
Karakter lainnya adalah kewaspadaan. Ia selalu
mengecek kekuatan musuh dengan seksama dan untuk menghadapinya ia selalu
mempersiapkan segalanya.
Karakter lainnya adalah elastisitas yang dibarengi oleh keteguhan
pendirian. Pada situasi perang yang tidak menentu, Rasulullah SAWW
membuktikan karakter di atas, dan disebabkan oleh perubahan situasi yang
sangat cepat tersebut ia selalu mengeluarkan instruksi baru (yang
dianggap perlu). Kecekatan dalam mengeluarkan sebuah instruksi –dalam
pandangannya– adalah syarat utama dalam menghadapi problema-problema
serius. Ia sangat menekankan menunggalnya sumber instruksi.
Ia memperlakukan kaum dan para pengikutnya dengan
tujuan untuk mempererat hubungan dan memperbaiki mereka, dan selalu
menanamkan rasa percaya diri dalam diri mereka. Ia selalu mengasihani
anak-anak kecil dan menghormati orang-orang dewasa. Ia selalu
menggembirakan anak-anak yatim dan mengayomi mereka. Ia selalu berbuat
baik terhadap para fakir dan miskin. Terhadap hewan pun ia selalu
berbuat kasihan dan melarang orang lain mengganggunya.
Salah satu contoh dari rasa berperikemanusiaan Rasulullah SAWW adalah
ketika mengutus pasukan untuk memerangi dengan musuh, ia selalu
berpesan untuk tidak menyerang masyarakat sipil.
Ia lebih menyukai untuk berdamai dengan musuh dari
pada berperang. (ketika harus berperang) ia berpesan untuk tidak
membunuh para lansia dan anak-anak kecil serta tidak menganiaya badan
musuh yang telah tak berdaya.
Ketika bangsa Quraisy meminta suaka politik kepadanya, ia tidak
memberlakukan boikot ekonomi terhadap mereka, bahkan ia menyepakati
import gandum dari Yaman.
Ia menyerukan terealisasikannya sebuah perdamaian dunia dan melarang peperangan kecuali untuk situasi darurat.
Surat-surat yang dikirimnya kepada para raja (yang
hidup di masa itu) dihiasi dengan kata-kata salam sejahtera dan ajakan
untuk berdamai.
Dalam setiap peperangan Rasulullah SAWW selalu menunjuk lebih dari
satu komandan pasukan. Ia menetapkan peraturan-peraturan yang sangat
teliti demi mengomando dan memperkuat semangat sebuah pasukan. Ia
menggabungkan antara teori politik dan teori militer dan menganggap
kepatuhan terhadap komandan pasukan adalah sebuah rahasia bagi
kedisiplinan dan ketaatan sebuah pasukan terhadap komandannya. Ia telah
berhasil membangun sebuah manajemen dan sistem kemiliteran yang patut
ditiru, serta memilih seorang komandan pasukan berdasarkan kelayakan dan
wawasannya. Ia menyatukan semua pasukan di bawah kepemimpinannya dan
memberikan tugas kepada setiap orang sesuai dengan kemampuannya.
d. Usaha Rasulullah SAWW dalam Membentuk Masyarakat yang Berperikemanusiaan
Keberadaan Rasulullah SAWW adalah sebuah rahmat bagi
seluruh umat manusia. Ia tidak pernah membedakan seseorang pun dari
kaidah di atas dikarenakan warna kulit dan suku bangsanya. Menurut
pandangannya, semua manusia makan dari rezeki yang dianugerahkan oleh
Allah.
Rasulullah SAWW mengajak manusia untuk:
Pertama, meningkatkan harkat dan martabat manusia. Ia bersabda: “Semua manusia berasal dari Adam, dan ia berasal dari tanah”.
Kedua, mengajak berdamai sebelum berperang.
Ketiga, memaafkan sebelum membalas, dan
Keempat, mempermudah (seseorang) sebelum membalas perbuatannya.
Dari realita di atas dapat kita ketahui bahwa
seluruh peperangan yang dilaksanakannya bertujuan untuk merealisasikan
tujuan-tujuan insani yang agung dan berlangsung untuk menciptakan sebuah
tatanan masyarakat yang berperikemanusiaan.
Ia memerintahkan kepada seluruh pengikutnya untuk selalu betindak
bijaksana, penuh rasa toleransi dan sikap bersahabat dengan semua
manusia.
Ia telah menunjukkan bahwa dirinya adalah sebuah rahmat bagi seluruh
alam semesta dalam peristiwa pembebasan kota Makkah. Dengan segala
kemenangan yang telah digapainya saat itu, ia tetap berbuat baik
terhadap para musuhnya dan enggan untuk bertindak balas dendam padahal
ia dapat melaksanakannya. Ia memaafkan mereka dengan sabdanya: “Pergilah
kalian, karena kalian sekarang telah bebas”. Pada perang Dzatur Riqa’
ia berhasil menangkap Gauts bin Al-Harits yang telah berusaha beberapa
kali untuk membunuhnya. Akan tetapi, ia memaafkannya.
Rasulullah SAWW selalu memperlakukan para tawanan perang dengan penuh
toleransi. Ia telah membebaskan sejumlah besar dari mereka dan berpesan
kepada pasukannya untuk tidak menyakitinya. Sebagai contoh, pada sebuah
peperangan, ia melepaskan tali yang mengikat tangan seorang tawanan
perang dengan tangannya sendiri ketika ia mendengarnya mengeluh
kesakitan.
e. Rasulullah SAWW Sebagai Seorang Panglima Militer
Rasulullah SAWW memiliki akhlak yang sempurna. Oleh
karena itu, Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad)
berada di atas puncak akhlak yang agung”.
Akhlak di atas telah membentuknya menjadi seorang panglima militer
yang berhasil dalam merealisasikan segala tujuannya dan memenangkannya
dalam setiap peperangan.
Ia selalu bertindak asih terhadap semua manusia. Di
segala situasi dan kondisi ia selalu bertoleransi terhadap seluruh
masyarakat dan para anggota pasukannya. Ia jujur, tepercaya dan selalu
memegang teguh janjinya. Ketika marah, ia selalu berusaha untuk menahan
kemarahannya dan ketika menang perang, ia selalu memaafkan para
musuhnya.
Ia selalu berusaha untuk merealisasikan perdamaian
dan hidup bersahabat di antara anggota masyarakat, membersihkan mereka
dari segala rasa dengki dan permusuhan, dan memberikan tugas kepada
setiap orang sesuai dengan kemampuannya.
Karakter rasional yang telah terpatri dalam dirinya adalah merenung
dan memandang jauh ke depan. Dengan melihat kondisi kaumnya kita dapat
memahami ia adalah seorang penduduk dunia yang paling berakal. Hal itu
dikarenakan dengan kekerasan watak, rasa berbangga diri dan fanatisme
suku yang mereka miliki, ia dapat merubah mereka menjadi pembelanya yang
setia sehingga mereka berhasil mengibarkan bendera Islam di seantero
dunia.
Rasulullah SAWW berhasil menciptakan sebuah metode
baru dalam teori peperangan, pemerintahan, manajemen, politik, ekonomi
dan sosial.
Di perang Ahzab ia menggali jurang (yang dapat melindungi Madinah
dari serbuan musuh), di perang Hudaibiyah ia mengadakan perjanjian
perdamaian dengannya yang hasilnya dapat dibuktikan pada masa-masa
berikutnya. Begitulah seterusnya di setiap peperangan, ia selalu
menggunakan taktik-taktik baru sehingga ia dapat memenangkan peperangan
dan musuh menyaksikan kemenangan tersebut dengan penuh keheranan.
Rasulullah SAWW berhasil membentuk sebuah
pemerintahan yang hebat sehingga masyarakat dapat menikmati
kepemimpinannya dengan melaksanakan segala instruksi dan perintahnya.
Ajakan Rasulullah SAWW kepada Islam berdasarkan
kepada perealisasian perdamaian, dan instruksi perang hanya dilakukannya
ketika musuh sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Pada hakikatnya, ia
hanya ingin menangkal sebuah kekerasan dengan kekerasan yang sama.
Atas dasar ini, seluruh peperangannya –dari awal hingga akhir–
bersandarkan pada satu pondasi yang permanen yang tidak pernah dilupakan
oleh pasukannya. Pondasi itu adalah mengajak seluruh umat manusia
kepada agama baru, mengadakan perjanjian perdamaian dengan musuh dan
mereka harus membayar jizyah atau negara mereka dikuasai oleh tentara
Islam, dan mengadakan peperangan dengan orang-orang yang memusuhinya.
f. Kebersihan
Rasulullah SAWW sangat menyukai kebersihan, dan dalam menjaga kebersihan badan ia tidak ada tandingannya.
Di samping melaksanakan tata krama wudhu`, ia selalu
mandi pada hari-hari tertentu. Ia menganggap dua hal tersebut adalah
ibadah. Ia sering menyuci rambutnya dengan daun Sidir lalu menyisirnya
dan memakai minyak wangi. Gamis putih yang menutupi badannya hingga
setengah betis selalu tampak bersih. Sebelum dan sesudah makan ia selalu
menyuci tangan dan mulutnya, dan enggan untuk memakan sayur-sayuran
yang berbau tak sedap. Sisir, celak, gunting dan cermin adalah teman
setianya ketika ia mengadakan pepergian. Rumahnya yang sangat sederhana
selalu tampak bersih. Ia sangat menekankan sampah-sampah harus
dikeluarkan pada siang hari dan ketika malam tiba sampah-sampah itu
sudah tidak ada di tempatnya lagi.
Kebersihan badan dan kesucian jiwanya bak dua sejoli yang tak dapat
dipisahkan. Ia memerintahkan kepada para pengikutnya untuk membersihkan
diri, pakaian dan rumah mereka. Khususnya pada hari Jumat, ia
memerintahkan mereka untuk mandi sunah dan memakai wewangian sebelum
pergi melaksanakan shalat Jumat.
g. Tata Krama Bergaul
Ketika berada di tengah-tengah masyarakat, ia selalu
tersenyum, dan ketika menyendiri, ia selalu bertafakur. Ia tidak pernah
memandang seseorang secara terus-menerus. Ia sering melihat ke bawah.
Ia sering duduk bersimpuh dan tidak pernah menelonjorkan kakinya di
hadapan siapa pun. Ia selalu mengucapkan salam terlebih dahulu, baik
kepada para budak maupun anak-anak kecil. Setiap kali ia memasuki sebuah
pertemuan, ia memilih duduk di barisan akhir. Ia tidak pernah
mengizinkan siapa pun untuk berdiri menyambut kedatangannya, atau
menyerahkan tempat duduknya kepadanya.
Ia tidak pernah memotong pembicaraan lawan bicaranya dan ia
memperlakukannya sebagai orang yang paling mulia dalam pandangannya. Ia
tidak pernah berbicara melebihi kadar yang perlu, ia berbicara dengan
tenang dan tidak pernah mengotori lidahnya dengan umpatan dan ejekan. Ia
sangat pemalu dan tidak ada orang yang lebih pemalu darinya. Ketika
sedang marah terhadap seseorang, yang tampak hanyalah kekesalan di
wajahnya, dan ia tidak pernah untuk memprotesnya. Ia selalu menjenguk
orang-orang yang sakit dan menghadiri tasyyi’ jenazah orang-orang yang
meninggal dunia. Ia tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk mencerca
atau menjelekkan orang lain kecuali dalam pengadilan.
h. Sifat Pemaaf
Ia tidak pernah menghiraukan kekurang ajaran
seseorang terhadap dirinya dan menyimpan rasa dengki –apalagi rasa ingin
balas dendam terhadap seseorang– dalam hatinya. Jiwanya yang agung
lebih mengutamakan untuk memaafkan dari pada membalas dendam. Pada
peristiwa perang Uhud ketika melihat perlakuan buas dan tidak senonoh
terhadap jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, ia hanya merasa sedih dan
tidak melakukan hal serupa terhadap jenazah-jenazah kaum Quraisy.
Setelah berhasil menangkap para pelaku tersebut, ia pun tidak bermaksud
untuk membalas dendam. Bahkan ia melarang Abu Qatadah Al-Anshari yang
ingin mencaci-maki mereka.
Setelah pembebasan benteng Khaibar, sekelompok orang-orang Yahudi
yang telah menyerahkan diri mengirimkan makanan beracun untuknya. Ia
mengetahui maksud jahat mereka. Akan tetapi, ia tetap membiarkan mereka
hidup sebagaimana layaknya manusia hidup. Pada kesempatan yang lain
seorang wanita Yahudi juga bermaksud untuk meracuninya. Akan tetapi, ia
memaafkannya.
Abdullah bin Ubay, salah seorang tokoh munafikin yang berhasil
menyelamatkan diri dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, masih
menyimpan rasa permusuhan di dalam hatinya dengannya ketika Rasulullah
SAWW berhijrah ke Madinah, dan lewat kerja sama dengan para pemeluk
Yahudi penentang Islam, ia masih melakukan tindakan-tindakan oposisi.
Rasulullah SAWW tidak hanya tidak mengizinkan para pengikutnya untuk
menghabisinya, bahkan ia masih memperlakukannya dengan penuh toleransi
dan ketika sakit, ia masih menjenguknya.
Di saat pulang dari perang Tabuk sekelompok munafikin mengadakan
rencana untuk meneror Rasulullah SAWW. Mereka ingin melemparkannya dari
atas sebuah tebing –-ketika ia melewati sebuah tebing yang terjal–
dengan cara meliarkan kudanya sehingga ia terpental dari pelananya.
Meskipun mereka semua mengenakan topeng, Rasulullah SAWW masih mengenal
mereka. Para sahabat memaksa untuk mananyakan nama-nama mereka, akan
tetapi ia enggan untuk mengekspos nama-nama tersebut dan membalas
kelakuan mereka.
i. Tunduk Kepada Undang-undang
Rasulullah SAWW selalu memaafkan setiap orang yang
menyakiti dirinya. Akan tetapi, ia tidak pernah memaafkan orang-orang
yang melanggar undang-undang. Ia tidak pernah menoleransi siapa pun yang
melakukan hal itu. Hal itu dikarenakan undang-undang yang adil dan
bijaksana adalah penjamin keamanan kehidupan bermasyarakat dan penegak
berdirinya sebuah masyarakat yang kokoh. Tidak mungkin undang-undang
dijadikan alat permainan oleh sebagian orang dan kepentingan masyarakat
dijadikan korban bagi kepentingan individu.
Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, salah seorang wanita dari
kabilah Bani Makhzum mencuri dan pencurian yang dilakukannya sudah
terbukti. Dengan ini harus dijalankan hukum atas dirinya. Keluarganya
yang masih terjangkiti cara berpikir fanatisme kabilah menganggap bahwa
dijalankannya hukum atas wanita itu adalah aib besar bagi kabilahnya.
Dengan ini mereka sepakat untuk mencegah hukum itu dijalankan.
Rasulullah SAWW dengan lantang berkata: “Kaum-kaum sebelum kalian binasa
karena mereka pilih kasih dalam menjalankan hukum. Demi Allah yang
jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dalam menjalankan keadilan aku tidak
akan pernah mundur selangkah pun meskipun pelaku kriminalitas itu adalah
keluarga dekatku sendiri”.
Ia tidak pernah mengistimewakan dirinya sendiri dan tidak menganggap dirinya kebal hukum.
Suatu hari ia pergi ke masjid. Di sela-sela pesan yang disampaikan di
mimbar ia bersabda: “Allah bersumpah bahwa pada hari pembalasan Ia
tidak akan memaafkan orang yang pernah berbuat zalim. Jika aku pernah
menzalimi salah seorang dari kalian, aku siap untuk menerima qishash”.
Seorang sahabat yang bernama Sawadah bin Qais berdiri seraya berkata:
“Wahai Rasulullah, pada suatu hari saat anda pulang dari Tha`if, ketika
anda menggerakkan tongkat, tongkat itu mengenai perutku dan perutku
merasa sakit karenanya”.
“Tidak mungkin aku melakukan itu dengan sengaja. Meskipun demikian,
aku siap untuk diqishash”, lanjutnya. Lalu ia memerintahkan salah
seorang sahabat untuk mengambil tongkat tersebut. Kemudian ia
menyerahkan tongkat tersebut kepada Sawadah seraya berkata: “Engkau bisa
memukul perutku seperti tongkatku dulu menyentuh perutmu dan ambillah
hakmu di dunia ini”.
Sahabat itu akhirnya berkata: “Tidak, aku telah memaafkan anda”.
“Semoga Allah memaafkanmu”, Rasulullah SAWW menimpali.
Begitulah perlakuan seorang pemimpin agama dan pemerintahan dalam rangka menegakkan keadilan sosial dan supremasi hukum.
j. Menghormati Pendapat Umum
Berkenaan dengan masalah yang telah ditentukan
hukumnya oleh Al Quran, baik berupa ibadah maupun mu’amalah, baik untuk
dirinya sendiri maupun untuk kepentingan umum, Rasulullah SAWW selalu
mengerjakannya dengan tanpa syarat dan tidak pernah memperbolehkan
dirinya untuk ikut campur tangan dalam hal itu. Hal itu dikarenakan
mengingkari hukum tersebut sama artinya dengan kufur terhadap Allah SWT.
“Dan barang siapa tidak menjalankan hukum sesuai dengan ketentuan hukum
Allah, maka ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. Akan tetapi,
jika masalah tersebut berhubungan dengan pekerjaan dan kehidupan dunia
yang hanya bersangkutan dengan kepentingan pribadi seseorang, ia dapat
menentukan nasib sendiri dengan pendapat yang ia anggap baik asalkan hal
itu masih mubah. Tidak seorang pun berhak mencampuri urusan pribadi
orang lain.
Sebaliknya, jika masalah tersebut berhubungan dengan kepentingan
sosial masyarakat, ia memberikan hak kepada mereka untuk mengeluarkan
pendapat. Meskipun Rasulullah SAWW memiliki kejeniusan yang luar biasa
dalam menentukan kemaslahatan melebihi orang lain, akan tetapi beliau
tidak pernah memaksakan pendapat kepada orang lain dan ia selalu
menghormati pendapatnya. Ia merenungkan pendapat orang lain yang telah
dihasilkan lewat musyawarah bersama dan meminta seluruh muslimin untuk
memelihara sunnah yang terpuji ini.
Pada peristiwa perang Badar, ia meminta pendapat
para sahabat sebanyak tiga kali dalam tiga permasalahan: pertama, apakah
mereka harus berperang melawan Quraisy atau kembali ke Madinah dan
tidak jadi berperang. Seluruh sahabat memilih untuk berperang dan
Rasulullah SAWW setuju dengan itu.
Kedua, dalam menentukan pusat pertahanan muslimin. Dalam hal ini pendapat Hubab bin Mundzir mendapat persetujuannya.
Ketiga, dalam menentukan perlakuan yang layak bagi para tawanan
perang. Sebagian sahabat berpendapat agar mereka dibunuh saja, dan
sebagian yang lain berpendapat agar mereka dibebaskan dengan syarat
membayar fidyah. Rasulullah SAWW menyetujui pendapat kedua ini.
Pada peristiwa perang Uhud, Rasulullah SAWW meminta
pendapat para sahabat berkenaan dengan taktik perang melawan musuh
apakah mereka bertahan di dalam kota dan memperkuat benteng pertahanan
atau keluar kota menyongsong musuh dengan tujuan untuk melawan serangan
musuh supaya mereka tidak masuk ke dalam kota. Ia memilih pendapat yang
kedua.
Pada peristiwa perang Ahzab, Rasulullah SAWW membentuk sebuah badan
musyawarah yang membahas apakah pasukan harus ke luar kota atau bertahan
di dalam kota. Setelah berlangsung tukar pendapat yang agak lama,
akhirnya diputuskan bahwa gunung Sala’ dijadikan benteng pertahanan dari
arah belakang dan untuk menghambat gerakan musuh dari depan akan digali
sebuah parit (khandaq) yang agak lebar.
Pada peristiwa perang Tabuk, dengan mendekatnya
pasukan besar Islam ke perbatasan Syiria, Imperatur Romawi merasa
ketakutan dan kehilangan kepercayaan diri, dan karena tidak percaya
penuh kepada kekuatan pasukannya, akhirnya ia membatalkan perang.
Menghadapi realita ini Rasulullah SAWW mengadakan musyawarah dengan para
sahabat apakah mereka terus mengejar musuh yang sudah ketakutan atau
kembali ke Madinah. Mereka lebih memilih untuk kembali ke Madinah.
Kita semua (muslimin) tahu bahwa Rasulullah SAWW terjaga (ma’shum)
dari segala dosa dan kesalahan, dan seluruh perilakunya tidak layak
untuk diprotes. Meskipun demikian, ia tetap menerima segala kritikan
para sahabat dengan lapang dada meskipun kritikan tersebut tidak pada
tempatnya. Ia tidak pernah mengikat mereka (dengan menolak
kritikan-kritikan mereka), bahkan dengan segala kelembutan ia menjawab
kritikan tersebut sehingga mereka terpuaskan dan menyadari akan
kekeliruannya. Ia meyakini bahwa Pencipta alam semesta ini telah
menganugerakan sarana berpikir, menimbang baik dan buruk dan kemampuan
mengkritik kepada semua manusia. Ia menganggap hal itu adalah suatu yang
alami dan tidak dikhususkan untuk para pemimpin saja. Dengan ini,
bagaimana mungkin setiap orang tidak berhak untuk memiliki semua hak di
atas dan harus dicabut darinya? Ia telah menekankan bahwa jika
orang-orang atasan melakukan sebuah perbuatan yang bertentangan dengan
keadilan, masyarakat harus memprotesnya.
Rasulullah SAWW pernah mengeluarkan instruksi perang
kepada sebuah pasukan dan menentukan seorang sahabat Anshar menjadi
komandan mereka. Di tengah jalan ia marah terhadap mereka karena sebuah
permasalahan. Lalu ia memerintahkan mereka untuk mengumpulkan kayu-kayu
kering dan membuat unggun api. Ketika api sudah menyala, ia berteriak:
“Apakah Rasulullah tidak memerintahkan kalian untuk menaati segala
perintahku?” “Rasulullah memerintahkan hal itu”, jawab mereka singkat.
“Sekarang kuperintahkan kalian untuk masuk ke dalam api ini”, jeritnya
lantang. Mereka enggan untuk melakukan perintahnya. Ketika Rasulullah
SAWW mendengar peristiwa itu ia bersabda: “Jika mereka menaati
perintahnya, niscaya mereka akan kekal di dalam api neraka. Perintah
seorang komandan wajib ditaati ketika ia mengeluarkan instruksi sesuai
dengan hukum”.
Pada peristiwa perang Hunain, Rasulullah SAWW membagi sebagian saham
pampasan perang kepada orang yang baru memeluk Islam. Sa’d bin Ubadah
dan sekelompok sahabat Anshar yang nota bene telah lama masuk Islam
protes terhadap kebijakan itu dan dalam benak mereka bertanya-tanya
mengapa Rasulullah lebih mengutamakan mereka dari pada para sahabat
terdahulu? Akhirnya ia memerintahkan orang-orang yang protes tersebut
berkumpul di suatu tempat. Setelah mereka berkumpul, Rasulullah SAWW
menjelaskan dengan lemah-lembut segala faktor yang menyebabkan pampasan
perang itu harus dibagi kepada mereka. Setelah mendengar penjelasannya
itu mereka semua menangis dan akhirnya mereka minta maaf atas perbuatan
yang telah mereka perbuat.
Pada peristiwa yang sama, salah seorang sahabat yang berasal dari
kabilah Bani Tamim dan bernama Hurqush memprotes kebijakan tersebut
seraya berkata dengan nada bicara yang pedas: “(Wahai Muhammad),
berbuatlah dengan adil”. Ketika melihat kelancangannya, Umar bin Khattab
berkata dengan marah: “Izinkanlah kupenggal lehernya”. “Tidak,
biarkanlah dia”, jawab Rasulullah SAWW singkat. Ia menatap wajahnya
seraya berkata dengan penuh kelembutan: “Jika aku tidak bertindak secara
adil, siapa yang dapat bertindak dengan adil?”
Pada peristiwa perdamaian Hudaibiyah, Umar bin
Khattab memprotes perjanjian yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAWW
tersebut. Alasannya mengapa ia menerima perjanjian dengan persyaratan
yang tidak adil? Dengan logika dan argumentasi yang jitu, Rasulullah
SAWW berhasil memuaskannya.
Dengan metode dan perlakuan di atas Rasulullah SAWW telah menebar
rahmat bagi seluruh alam dan mengajarkan cara dan manajemen menjalankan
sebuah pemerintahan kepada seluruh penguasa dengan tujuan supaya mereka
mengetahui bahwa kedudukan yang mereka miliki adalah kedudukan seorang
ayah yang penuh asih, bukan kedudukan seorang pemilik hamba sahaya.
Dalam setiap kondisi, mereka hendaknya memikirkan kemaslahatan
rakyatnya, bukan memaksakan kehendaknya.
Rasulullah SAWW bersabda: “Aku telah diturunkan
kepada umat manusia sebagai orang yang paling utama dari mereka sendiri
untuk memikirkan kemaslahatan mereka. Al Quran telah memperkenalkan
kedudukanku dalam firmannya: “Nabi (Muhammad) lebih utama (untuk
mengurus urusan) mukminin dari pada diri mereka sendiri”. Oleh karena
itu, jika salah seorang dari kalian meninggal dunia dan meninggalkan
harta warisan, maka hartanya tersebut dimiliki oleh para pewarisnya. Dan
jika ia masih memiliki hutang atau meninggalkan keluarga yang fakir dan
papa, maka aku yang akan menanggung hutangnya dan mengayomi
keluarganya”. Begitulah keluhuran budi Rasulullah SAWW dan perilakunya
sehari-hari.
Rasulullah SAWW seoranglah yang telah mampu mewujudkan segala sesuatu
dari nol dan menebarkan akhlak insani di dalam lubuk hati muslimin
dalam waktu yang singkat. Dengan perilakunya yang terpuji ia telah
berhasil menjadikan kaum Arab yang sombong itu rendah hati, menjadikan
para pemaksa menjadi iba hati, menjadikan para pemecah belah para
pencetus persatuan, menjadikan orang-orang kafir beriman, menjadikan
penyembah berhala bertauhid, menjadikan orang-orang bejat berharga diri,
menjadikan para pendengki pemaaf, menjadikan para penganggur cinta
pekerjaan, menjadikan orang-orang yang memiliki watak keras pelembut,
menjadikan orang-orang kikir pemurah, menjadikan orang-orang bodoh
berakal dan membebaskan mereka dari kebodohan dan kesesatan menuju
petunjuk dan makrifat.
Di penutup biografi singkat ini kami haturkan kepada pembaca budiman
hadis-hadis pilihan yang pernah disabdakan oleh junjungan kita Muhammad
SAWW:
1. Keutamaan mencari ilmu
“Barang siapa yang berjalan di atas sebuah jalan
dengan tujuan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memasukkannya ke
dalam surga … Keutamaan orang alim atas orang ‘abid bak keutamaan bulan
atas seluruh bintang di malam purnama”.
2. Orang-orang yang mendapat syafa’at
“Empat golongan akan mendapatkan syafa’atku pada
hari kiamat: orang yang menolong Ahlul Baytku, orang yang memenuhi
kebutuhan mereka saat mereka butuh, orang yang mencintai mereka dengan
hati dan lisannya, dan orang yang membela mereka dengan tangannya”.
3. Tolak ukur diterimanya amal
“Tidak akan diterima suatu ucapan kecuali jika
disertai dengan amal, tidak akan diterima suatu ucapan dan amal kecuali
jika disertai dengan niat, dan tidak akan diterima suatu ucapan, amal
dan niat kecuali jika sesuai dengan sunnah”.
4. Karakter orang-orang yang akan masuk surga
“Maukah kuberitahukan kepada kalian orang-orang yang
tidak akan tersentuh api neraka pada hari kiamat?” “Ya”, jawab sahabat
singkat. Ia melanjutkan sabdanya: “Orang yang teguh pada pendiriannya,
selalu berbahagia, lemah-lembut dan tidak mempersulit orang lain”.
5. Tanda-tanda orang zalim
“Tanda-tanda orang zalim adalah empat: menzalimi
atasannya dengan menentang perintahnya, menguasai bawahannya dengan
kekerasan, membenci kebenaran dan melakukan tindak kezaliman dengan
terang-terangan”.
6. Cabang ilmu agama
“Ilmu itu ada tiga macam: pokok akidah, akhlak dan hukum syari’at. Selain dari tiga ilmu tersebut adalah barang lebih”.
7. Fatwa orang yang tidak ahli
“Barang siapa yang mengeluarkan fatwa tidak didasari dengan ilmu pengetahuan, maka ia telah celaka dan mencelakakan orang lain”.
8. Puasa sejati
“Orang yang sedang berpuasa selalu berada dalam kondisi ibadah selama ia tidak mengghibah seorang muslim”.
9. Keutamaan bulan Ramadhan
“Bulan Ramadhan adalah bulan Allah ‘azza wa ajalla,
sebuah bulan yang di dalamnya pahala kebaikan akan dilipatgandakan dan
kejelekan akan dihapus, bulan yang penuh berkah, bulan untuk kembali
(kepada-Nya), bulan untuk bertaubat, bulan pengampunan, bulan pembebasan
diri dari api neraka dan bulan kemenangan dengan mendapat surga.
Ingatlah, jauhilah segala perbuatan haram pada bulan itu dan
perbanyaklah membaca Al Quran”.
10. Tanda-tanda orang yang sabar
“Tanda-tanda orang yang sabar ada tiga: pertama,
tidak malas, kedua, tidak pernah menyesal (karena kegagalan–pen.), dan
ketiga, tidak pernah mengeluh karena ketentuan-Nya (yang telah
ditentukan atas dirinya). Karena ketika ia malas, ia telah melenyapkan
kebenaran, ketika ia menyesal, ia tidak akan bersyukur dan ketika ia
mengeluh (karena ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah atas
dirinya), maka ia telah mengingkari-Nya”.
11. Penghuni neraka yang paling celaka
“Penduduk neraka akan tersiksa oleh bau busuk orang
alim yang tidak mengamalkan ilmunya. Yang paling menyesal di antara
penduduk neraka adalah seseorang yang mengajak orang lain kembali kepada
Allah lalu ia menerima ajakannya dan menaati-Nya (sepenuh hati),
kemudian Allah memasukkannya ke dalam surga dan memasukkan orang yang
mengajak tadi ke dalam neraka dikarenakan ia tidak mengamalkan ilmunya”.
12. Orang alim penyembah dunia
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Daud a.s. seraya
berfirman: “Janganlah kau jadikan seorang alim yang mencintai dunia
sebagai penghalang antara Aku dan dirimu, karena ia akan menghalangimu
untuk mencapai kecintaan-Ku. Mereka adalah kendala bagi hamba-hamba-Ku.
Balasan-Ku paling kecil yang akan Kutimpakan kepada mereka adalah Aku
akan mencabut kemanisan bermunajat kepada-Ku dari hati mereka”.
13. Hasil sebuah yakin
“Jika kalian meyakini kebaikan dan keburukan akhirat
sebagaimana kalian meyakini adanya dunia ini, niscaya kalian akan lebih
mengutamakan akhirat”.
14. Pertanyaan pertama di hari kiamat
“Pada hari kiamat seorang hamba tidak boleh
melangkahkan kakinya kecuali setelah ditanyai tentang lima perkara:
untuk apa ia habiskan umurnya, untuk apa ia gunakan keperjakaannya,
bagaimana ia mengamalkan ilmunya, dari mana ia mendapatkan harta dan
bagaimana menggunakannya, dan tantang kecintaannya kepada kami, Ahlul
Bayt”.
15. Kerjakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya
Ketika Rasulullah SAWW menguburkan Sa’d bin Mu’adz
dengan rapi, bersabda: “Aku tahu bahwa kuburan pada akhirnya akan
ambruk, akan tetapi Allah menyukai seorang hamba ketika ia mengerjakan
sesuatu, ia akan mengerjakannya dengan sebaik-baiknya”.
16. Kematian adalah sebuah kesadaran
“Seluruh manusia adalah tidur, dan ketika mati, mereka baru sadar”.
17. Amalan yang dapat membantu
“Tujuh hal yang pahalanya tidak akan terputus
setelah seorang hamba meninggal dunia: sebatang pohon kurma (setiap
pohon berbuah lainnya—pen.) yang ditanamnya, sumur yang digalinya,
sungai yang dialirkannya, masjid yang dibangunnya, Al Quran yang
ditulisnya, ilmu yang diwariskannya atau anak saleh yang ditinggalkannya
dan ia memintakan ampun baginya”.
18. Orang-orang yang berbahagia
“Berbahagialah orang yang karena ia sendiri merasa
memiliki aib tidak mau mencari-cari aib saudara mukminnya, berbahagialah
orang yang menggunakan hartanya dengan tidak berlebih-lebihan,
menginfakkan kelebihan hartanya (kepada orang lain), menahan diri dari
berbicara lebih dan menghindari perilaku-perilaku yang buruk”.
19. Mencintai keluarga Muhammad SAWW
“Barang siapa meninggal dunia dengan membawa
kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam
keadaan syahid, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa
kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dengan
dosa yang telah terampuni, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan
membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia
dalam keadaan bertaubat, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan
membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia
dalam keadaan mukmin yang sempurna. Ingatlah barang siapa meninggal
dunia dengan membawa kebencian kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia
akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan kening yang bertulisan ‘Orang
yang putus dari rahmat Allah’, (dan) ingatlah barang siapa meninggal
dunia dengan membawa kebencian kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia
tidak akan mencium bau harum surga”.
20. Balasan bagi suami yang suka mengganggu istrinya dan bagi istri yang suka mengganggu suaminya
“Jika seorang istri menyakiti suaminya dengan
lidahnya, maka Allah tidak akan menerima semua amal baiknya meskipun ia
berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari kecuali jika ia telah
menjadikan hatinya rela. Dan ia adalah orang yang paling dahulu masuk
api neraka. Begitu juga suami jika ia menzalimi istrinya”.
21. Balasan bagi seorang istri yang tidak mengasihani suaminya
“Jika seorang istri tidak mau menoleransi suaminya
dan memaksakannya untuk mengerjakan sesuatu yang berada di luar
kemampuannya, maka segala kebaikannya tidak akan diterima dan ia akan
berjumpa dengan Allah sedangkan Ia murka terhadapnya”.
22. Yang pertama kali dipertanyakan pada hari kiamat
“Yang pertama akan dipertanyakan pada hari kiamat adalah darah yang dikucurkan bukan atas dasar kebenaran”.
23. Pahala kekejaman dan kasih sayang
“Di malam Isra` dan Mi’raj aku pergi menjenguk
neraka. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita yang sedang disiksa. Aku
bertanya tentang dirinya (mengapa ia disiksa sedemikian rupa?). Aku
mendengar jawaban: “Ia pernah memelihara seekor kucing. Akan tetapi, ia
tidak memberinya makan dan minum serta tidak membiarkannya bebas memakan
sisa-sisa makanan yang tercecer di atas tanah”. Dan aku pergi menjenguk
surga. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita penzina. Lalu aku bertanya
(mengapa ia bisa masuk surga?). Aku mendengar jawaban: “Ketika ia sedang
melalui sebuah jalan, ia melihat seekor anjing yang menjulurkan
lidahnya karena kehausan. Kemudian ia menjulurkan kainnya ke dalam
sebuah sumur dan memeraskan airnya di mulut anjing tersebut hingga ia
terbebas dari dahaga. Dengan perbuatannya itu Allah telah
mengampuninya”.
24. Amalan yang tidak disertai dengan ikhlas
“Pada hari kiamat sebuah suara akan berteriak
lantang sehingga semua orang mendengar suaranya: “Di manakah orang-orang
yang pernah menyembah manusia? Berdirilah dan ambillah pahala amalan
kalian dari orang yang pernah dijadikan tujuan amalan kalian. Karena Aku
tidak akan menerima sebuah amalan yang tercampuri oleh dunia dan
orang-orang yang hidup di dalamnya”.
25. Cinta dunia adalah pembasmi amalan
“Pada hari kiamat akan dihadirkan sekelompok manusia
(untuk dihisab) sedangkan amalan-amalan mereka bak gunung Tihamah (baca
: banyak cuma tidak berarti). Setelah itu mereka diperintahkan untuk
masuk neraka”. “Apakah mereka mengerjakan shalat di dunia?”, tanya Para
sahabat keheranan. Rasulullah SAWW menjawab: “Ya, mereka mengerjakan
shalat, berpuasa dan meluangkan waktu pada malam hari untuk beribadah.
Akan tetapi, ketika sekelumit urusan dunia menghampiri mereka, mereka
merangkulnya tanpa pikir panjang”.
26. Anda akan bersama dengan orang yang Anda cintai
“Setiap orang akan selalu bersama dengan orang yang dicintainya”.
27. Mencintai Ahlul Bayt a.s.
“Barang siapa yang ingin hidup seperti hidupku, mati
seperti matiku dan menempati surga ‘Adn yang telah Tuhanku khususkan
untukku, maka hendaknya ia berwilayah kepada Ali dan walinya serta
mengikuti jejak para imam setelahku. Karena mereka adalah ‘itrahku.
Mereka diciptakan dari tanah asal ciptaanku. Mereka telah dianugerahi
kepahaman dan ilmu yang luas. Celakalah orang-orang yang membohongkan
keutamaan mereka dan memutuskan hubungan denganku dengan mencampakkan
mereka. Semoga Allah tidak memberikan syafa’atku kepada mereka”.
28. Berwilayah kepada Ali a.s. adalah syarat utama terkabulnya sebuah amalan
“Demi Dzat yang telah mengutusku dengan membawa
kebenaran, jika seseorang dari kalian membawa amalan sebesar gunung pada
hari kiamat, akan tetapi, ia tidak berwilayah kepada Ali bin Thalib
a.s., maka Allah akan mencampakkannya ke dalam api neraka”.
29. Pahala untuk orang sakit
“Jika seorang muslim sakit, maka Allah akan menulis
baginya pahala sebaik pahala yang ia kerjakan pada waktu sehat dan
dosa-dosanya akan berguguran bak daun kering berguguran dari pohonnya”.
30. Tanggung jawab seorang muslim
“Barang siapa yang memasuki harinya dengan tidak
memperdulikan urusan muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka,
dan barang siapa yang mendengar seorang muslim berteriak: ‘Wahai
muslimin, tolonglah’ dan ia tidak menghiraukan teriakannya, maka ia
bukanlah orang muslim”.
31. Hubungan bangsa Iran dengan Ahlul Bayt a.s.
Para utusan Bazan, seorang raja Yaman yang hidup di
bawah lindungan Iran dan ia sendiri adalah berkebangsaan Iran, menghadap
Rasulullah SAWW seraya berkata: “Bagaimana masa depan kami wahai
Rasulullah?” Rasulullah SAWW menjawab: “Kalian adalah dari kami dan masa
depan kalian akan menuju kepada kami”. Ibnu Hisyam berkata: Aku pernah
mendengar Az-Zuhri berkomentar: “Karena hadis tersebut di atas
Rasulullah SAWW bersabda: “Salman dari kami Ahlul Bayt”
32. Khianat yang besar
“Barang siapa yang memimpin muslimin sedangkan ia
melihat masih ada orang lain yang lebih utama dari dirinya, maka ia
telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan muslimin”.
33. Nilai Hidayah
Rasulullah SAWW bersabda kepada Imam Ali a.s.: “Jika
Allah memberikan hidayah kepada seorang kafir dikarenakan dirimu, hal
itu lebih utama dari seluruh isi dunia”.
34. Manusia di akhir zaman
“Akan datang suatu masa yang dihuni oleh orang-orang
yang batin mereka bejat dan lahiriah mereka tampak indah mempesona.
(Mereka berbuat demikian itu) karena rakus terhadap dunia. Mereka
–-dengan itu– tidak akan pernah mengharapkan apa yang ada di sisi Tuhan
mereka. Agama mereka adalah riya`, dan mereka tidak memiliki rasa takut
sedikit pun. Allah akan mengazab mereka, lalu mereka (akan bersimpuh)
memohon (ampunan) bak orang yang tenggelam memohon pertolongan. Akan
tetapi, Ia tidak akan mengabulkan permohonan mereka”.
35. Sahabat yang paling jujur
“Dunia tidak pernah melihat orang yang paling jujur dari Abu Dzar”.
36. Bertanya kepada orang alim dan berbelas asih kepada fakir dan miskin
“Bertanyalah kepada ulama, berbicaralah dengan para hakim dan duduklah bersama fakir dan miskin”.
37. Mencium tangan. Tidak!
Salah seorang sahabat ingin untuk mencium tangan
Rasulullah SAWW. Ia tidak mengizinkannya melakukan hal itu seraya
bersabda: “Perbuatan itu dilakukan oleh bangsa ‘Ajam terhadap para raja
mereka. Aku bukanlah seorang raja. Akan tetapi, aku orang seperti
kalian”.
38. Berbuat asih terhadap sesama jenis
“Tidak pernah beriman kepadaku orang yang tidur
kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, dan jika penduduk sebuah desa
tidur nyenyak sedangkan ada salah seorang dari mereka yang kelaparan,
maka Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat”.
oleh Mahdi Alhusaini
0 komentar:
Posting Komentar