Seri Manusia Suci (Muhammad Rasulullah SAWW)



Muhammad Rasulullah SAWW

a. Biografi Singkat Muhammad SAWW
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Manaf dilahirkan di kota Makkah. Abdullah, ayahnya meninggal dunia sebelum ia dilahirkan. Ketika ia berusia enam tahun, ibunya tercinta juga harus meninggalkan dunia fana ini.
Akhirnya ia dibesarkan oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib hingga berusia delapan tahun. Setelah Abdul Muthalib meninggal dunia, ia tinggal bersama pamannya, Abu Thalib. Selama tinggal bersama Abu Thalib, perilakunya mendapat perhatian penduduk sekitar, dan tidak lama berselang ia telah mendapat tempat di hati mereka. Berbeda dengan anak-anak sebayanya yang selalu mengurai rambut dan tidak menatanya dengan rapi, ia selalu menata rambutnya dengan rapi dan membersihkan wajahnya layaknya orang dewasa. Ia tidak pernah rakus terhadap makanan. Teman-teman sebayanya –sebagaimana layaknya kebiasaan anak-anak kecil– selalu makan dengan tergesa-gesa, dan kadang-kadang mereka berebutan makanan. Ia selalu mencukupkan diri dengan sedikit makanan dan menahan diri dari sifat tamak.
Dalam setiap situasi dan kondisi, ia selalu menunjukkan sikap berwibawa.
Setelah bangun dari tidur, kadang-kadang ia pergi ke sumur Zamzam dan minum darinya beberapa teguk. Ketika matahari sudah menginjak tinggi dan ia dipanggil untuk sarapan, ia hanya berkata: “Aku tidak merasa lapar”.
Ia tidak pernah mengucapkan lapar atau haus, baik ketika ia masih kecil mau pun sesudah dewasa.
Pamannya, Abu Thalib selalu menidurkannya di sampingnya. Ia pernah berkata: “Aku tidak pernah mendengar kata-kata bohong keluar dari mulutnya dan tidak pernah melihat kelakuan tak layak dan tertawa tidak senonoh darinya”.
Ia tidak menyukai alat-alat mainan, selalu menyendiri dan rendah hati.
Pada usia tiga belas tahun, ia menemani Abu Thalib berdagang ke Syam (Syiria sekarang). Dalam perjalanan inilah keagungan jiwa dan sifat amanahnya teruji.
Pada usia dua puluh lima tahun ia menikah dengan Khadijah binti Khuwailid.
Di kalangan masyarakat Makkah, Muhammad SAWW dikenal sebagai orang yang amanah dan jujur. Oleh karena itu, mereka memanggilnya Muhammad Al-Amin (yang terpercaya). Pada usia dua puluh lima tahun ini dengan menempatkan Hajarul Aswad di tempatnya semula dan mencegah terjadinya perang antar kabilah Makkah, ia telah membuktikan keahliannya dalam manajemen, dan dengan ikut serta dalam perjanjian Hilful Fudhul ia telah membuktikan kecintaannya terhadap persatuan insani.
Kesucian, kejujuran, menjauhkan diri dari segala bentuk syirik dan menyembah berhala, tidak peduli dengan gemerlapnya dunia dan selalu merenungkan ciptaan yang maha agung ini adalah poin yang telah membedakannya dari yang lainnya.
Pada usia empat puluh tahun, ia diangkat menjadi nabi dan selama tiga tahun ia berdakwah secara diam-diam di kota Makkah. Setelah masa tiga tahun ini berlalu dan ayat yang berbunyi: “Berilah peringatan kepada keluarga dekatmu” turun, ia mulai melakukan dakwah dengan terang-terangan dan memulai hal itu dari keluarga dekatnya sendiri. Setelah itu, ia menggo-internasionalkan dakwah untuk bertauhid, meninggalkan syirik dan menyembah berhala.
Semenjak itulah para pembesar Quraisy mendeklarasikan penentangan terhadap Rasulullah SAWW dan mulai mengganggu setiap aktivitas dakwahnya.
Selama tiga belas tahun, Rasulullah SAWW menghadapi segala gangguan dan ejekan para pembesar Quraisy dengan tegar dan tidak mundur selangkah pun dari missinya.
Setelah tiga belas tahun berdakwah di Makkah, ia terpaksa harus berhijrah ke Madinah. Pasca hijrah, lahan untuk dakwah Islam tersedia dengan baik meskipun pada periode sepuluh tahun ini musyrikin, munafikin dan kabilah-kabilah Yahudi masih selalu mengganggunya.
Setelah melakukan haji Wada’ dan memproklamasikan keimamahan Ali bin Abi Thalib a.s. di Ghadir Khum pada tahun 10 H, ia meninggalkan dunia fana ini pada 28 Shafar 11 H.
b. Akhlak Rasulullah SAWW
Rasulullah SAWW adalah manusia paling sempurna dan penghulu para nabi-nabi terdahulu. Untuk membuktikan keagungannya, kita cukup mengetahui bahwa Allah SWT memanggilnya dalam Al Quran dengan sebutan “wahai Rasul” dan “wahai Nabi”. Dan di samping itu, Ia telah menjadikannya panutan bagi seluruh alam semesta. Ia berfirman: “Sungguh telah terdapat budi yang luhur bagi kalian dalam diri Rasulullah”. Sungguh beliau memiliki akhlak yang luhur dan sempurna.
Allah berfirman: “Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) berada di atas puncak budi pekerti yang agung”, “Seandainya engkau berperangai kasar dan keras hati, niscaya mereka akan berpaling darimu”.
Dengan ini dapat diketahui bahwa salah satu faktor berkembangnya Islam dengan pesat adalah akhlak Rasulullah SAWW yang terpuji. Ia tidak pernah menyia-siakan waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Ketika berdoa ia selalu merintih: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari segala bentuk pengangguran dan rasa malas”. Ia berprinsip untuk selalu menegakkan keadilan. Dalam menjalankan perdagangan ia tidak pernah berbohong dan melaksanakan praktek penipuan, serta mempersulit pembeli. Ia tidak pernah berdebat dengan siapa pun, dan tidak pernah melimpahkan tanggung jawabnya kepada orang lain.
Ia memiliki pendirian bahwa kejujuran dan menjaga amanat adalah pondasi utama kehidupan. Ia pernah bersabda: “Dua hal itu (kejujuran dan menjaga amanat) sangat ditekankan oleh para nabi terdahulu”.
Ia memiliki statemen bahwa semua anggota masyarakat harus berdiri tegak melawan para lalim dan jangan hanya menjadi penonton.
Ia pernah berpesan: “Bantulah saudaramu, baik ia sebagai zalim atau mazlum”. Para sahabat bertanya dengan penuh keheranan: “Kita telah mengetahui bagaimana cara membantu saudara yang dimazlumi. Bagaimana cara membantu saudara yang zalim?” Ia menjawab: “Cegahlah ia jangan sampai berbuat lalim kepada orang lain”.
Pembaca yang budiman, kita sekarang sedang hidup di sebuah dunia yang didominasi oleh dekadensi moral dan berkuasanya hawa nafsu. Solusi terbaik -–untuk menanggulangi kondisi tersebut– adalah kita harus mengkaji kembali sejarah para nabi umumnya, dan sejarah Rasulullah SAWW khususnya yang dipenuhi oleh berbagai pelajaran berharga. Sejarah mereka –-untuk masa sekarang– adalah sebuah teladan perikemanusiaan yang luhur.
Sejarah telah menunjukkan tiga contoh golongan yang dapat dijadikan pelajaran oleh umat manusia. Mereka adalah para raja dan kaisar, para filsuf dan para nabi. Para nabi a.s. memiliki masa lalu yang layak untuk dijadikan teladan. Kejujuran dan keakraban lebih mendominasi kehidupan mereka dari pada keangkuhan dan kekuasaan. Dari kening-kening mereka terpancar sinar ilahi yang menjadikan mata terbelalak melihatnya, bak sinar matahari pagi yang sejuk dipandang, akan tetapi bak misteri ghaib yang tidak terungkap substansinya.
Mata yang paling sederhana pun dapat melihat sinar tersebut dengan mudah. Akan tetapi, kejeniusan seseorang tidak dapat memecahkan rahasianya dengan mudah.
Jiwa-jiwa yang peka terhadap segala keindahan dan rahasia (spiritual) akan dapat merasakan kehangatannya bagaikan kehangatan cinta dan harapan. Dan hal itu akan didapatkannya di dalam gerak-gerik dan perilaku mereka.
Jiwa mereka dipenuhi oleh ilham dan wahyu yang mengalir dengan tenang di dalamnya. Setiap kali kita menengok sejarah masa lalu, kita akan mendapatkan bahwa umat manusia selalu mencari wajah-wajah sederhana nan menakjubkan itu. Ibrahim, Nuh, Musa dan Isa adalah sekelumit contoh dari mereka. Akan tetapi, bagaimana dengan Muhammad SAWW sebagai penutup para nabi a.s.? Menghadapi orang-orang yang menentangnya, ia hanya membaca ayat-ayat Al Quran, atau ia menerangkan keyakinannya dengan metode yang sederhana dan enggan berdebat. Kehidupannya mengingatkan kita kepada orang agung dan zahid. Ia sangat mencintai kelaparan dan menguji kesabarannya dengan menahan lapar. Kadang-kadang ia sangat merasa lapar dan dengan hanya mengganjalkan batu di perutnya ia berusaha untuk mencegah rasa sakit karenanya.
Menghadapi orang-orang yang selalu menyakitinya, ia selalu memaafkannya dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga mereka malu sendiri.
Suatu hari ketika ia melalui sebuah lorong Madinah, seorang Yahudi menuangkan air di atas kepalanya dari atap rumahnya. Akan tetapi, ia berlalu begitu saja tanpa marah sedikit pun setelah membersihkan diri dan bajunya di sebuah pojok lorong. Di hari yang lain, padahal ia tahu bahwa perlakuan itu akan terulang lagi, ia tetap berjalan di lorong tersebut.
Pada hari berikutnya ketika ia sedang berlalu di lorong tersebut, orang Yahudi itu tidak lagi menuangkan air di atas kepalanya. Ia heran. Dengan tersenyum ia berkata: “Mengapa hari ini ia tidak menyiramkan air lagi?” Penduduk yang bermukim di sekitar lorong itu berkata: “Ia sakit”. “Kita harus menjenguknya”, tegasnya.
Ketika melihat keakraban dan kecintaan luhur di wajah Muhammad SAWW, orang Yahudi merasa bahwa dirinya adalah sahabat lamanya. Dihadapkan kepada pandangan mata Muhammad SAWW yang penuh cinta dan kasih sayang, ia merasa jiwanya telah tercuci bersih dan kehendak untuk menyakitinya lagi hilang musnah.
Ia sangat rendah hati sehingga bangsa Arab yang congkak dan fanatis tunduk di hadapannya. Kehidupan, perilaku dan akhlaknya mengilhamkan kecintaan, kekuatan, kerelaan, ketegaran, cara berpikir yang tinggi dan keindahan jiwa. Kesederhanaan perilakunya dan kerendahan hatinya tidak mengurangi keteguhan jiwa dan daya tarik spiritualnya. Setiap kalbu akan tunduk di hadapannya. Setiap kali duduk bersama orang lain dalam sebuah pertemuan, ia tampil sebagai sosok yang teragung.
c. Karakter dan Keutamaan Rasulullah SAWW
Salah satu karakter Rasulullah SAWW yang paling menonjol adalah kemenangan tidak menjadikannya bangga –hal ini dapat kita lihat pada peristiwa perang Badar dan pembebasan kota Makkah– dan kekalahan tidak membuatnya putus asa –hal ini dapat kita lihat pada peristiwa perang Uhud yang tidak membuatnya menggigit jari, bahkan dengan cekatan ia mempersiapkan pasukan baru untuk menghadapi perang Hamra`ul Asad, dan peristiwa pengingkaran perjanjian perdamaian yang dilakukan oleh kaum Yahudi Bani Quraizhah serta bergabungnya mereka dengan pasukan Ahzab.
Karakter lainnya adalah kewaspadaan. Ia selalu mengecek kekuatan musuh dengan seksama dan untuk menghadapinya ia selalu mempersiapkan segalanya.
Karakter lainnya adalah elastisitas yang dibarengi oleh keteguhan pendirian. Pada situasi perang yang tidak menentu, Rasulullah SAWW membuktikan karakter di atas, dan disebabkan oleh perubahan situasi yang sangat cepat tersebut ia selalu mengeluarkan instruksi baru (yang dianggap perlu). Kecekatan dalam mengeluarkan sebuah instruksi –dalam pandangannya– adalah syarat utama dalam menghadapi problema-problema serius. Ia sangat menekankan menunggalnya sumber instruksi.
Ia memperlakukan kaum dan para pengikutnya dengan tujuan untuk mempererat hubungan dan memperbaiki mereka, dan selalu menanamkan rasa percaya diri dalam diri mereka. Ia selalu mengasihani anak-anak kecil dan menghormati orang-orang dewasa. Ia selalu menggembirakan anak-anak yatim dan mengayomi mereka. Ia selalu berbuat baik terhadap para fakir dan miskin. Terhadap hewan pun ia selalu berbuat kasihan dan melarang orang lain mengganggunya.
Salah satu contoh dari rasa berperikemanusiaan Rasulullah SAWW adalah ketika mengutus pasukan untuk memerangi dengan musuh, ia selalu berpesan untuk tidak menyerang masyarakat sipil.
Ia lebih menyukai untuk berdamai dengan musuh dari pada berperang. (ketika harus berperang) ia berpesan untuk tidak membunuh para lansia dan anak-anak kecil serta tidak menganiaya badan musuh yang telah tak berdaya.
Ketika bangsa Quraisy meminta suaka politik kepadanya, ia tidak memberlakukan boikot ekonomi terhadap mereka, bahkan ia menyepakati import gandum dari Yaman.
Ia menyerukan terealisasikannya sebuah perdamaian dunia dan melarang peperangan kecuali untuk situasi darurat.
Surat-surat yang dikirimnya kepada para raja (yang hidup di masa itu) dihiasi dengan kata-kata salam sejahtera dan ajakan untuk berdamai.
Dalam setiap peperangan Rasulullah SAWW selalu menunjuk lebih dari satu komandan pasukan. Ia menetapkan peraturan-peraturan yang sangat teliti demi mengomando dan memperkuat semangat sebuah pasukan. Ia menggabungkan antara teori politik dan teori militer dan menganggap kepatuhan terhadap komandan pasukan adalah sebuah rahasia bagi kedisiplinan dan ketaatan sebuah pasukan terhadap komandannya. Ia telah berhasil membangun sebuah manajemen dan sistem kemiliteran yang patut ditiru, serta memilih seorang komandan pasukan berdasarkan kelayakan dan wawasannya. Ia menyatukan semua pasukan di bawah kepemimpinannya dan memberikan tugas kepada setiap orang sesuai dengan kemampuannya.
d. Usaha Rasulullah SAWW dalam Membentuk Masyarakat yang Berperikemanusiaan
Keberadaan Rasulullah SAWW adalah sebuah rahmat bagi seluruh umat manusia. Ia tidak pernah membedakan seseorang pun dari kaidah di atas dikarenakan warna kulit dan suku bangsanya. Menurut pandangannya, semua manusia makan dari rezeki yang dianugerahkan oleh Allah.
Rasulullah SAWW mengajak manusia untuk:
Pertama, meningkatkan harkat dan martabat manusia. Ia bersabda: “Semua manusia berasal dari Adam, dan ia berasal dari tanah”.
Kedua, mengajak berdamai sebelum berperang.
Ketiga, memaafkan sebelum membalas, dan
Keempat, mempermudah (seseorang) sebelum membalas perbuatannya.
Dari realita di atas dapat kita ketahui bahwa seluruh peperangan yang dilaksanakannya bertujuan untuk merealisasikan tujuan-tujuan insani yang agung dan berlangsung untuk menciptakan sebuah tatanan masyarakat yang berperikemanusiaan.
Ia memerintahkan kepada seluruh pengikutnya untuk selalu betindak bijaksana, penuh rasa toleransi dan sikap bersahabat dengan semua manusia.
Ia telah menunjukkan bahwa dirinya adalah sebuah rahmat bagi seluruh alam semesta dalam peristiwa pembebasan kota Makkah. Dengan segala kemenangan yang telah digapainya saat itu, ia tetap berbuat baik terhadap para musuhnya dan enggan untuk bertindak balas dendam padahal ia dapat melaksanakannya. Ia memaafkan mereka dengan sabdanya: “Pergilah kalian, karena kalian sekarang telah bebas”. Pada perang Dzatur Riqa’ ia berhasil menangkap Gauts bin Al-Harits yang telah berusaha beberapa kali untuk membunuhnya. Akan tetapi, ia memaafkannya.
Rasulullah SAWW selalu memperlakukan para tawanan perang dengan penuh toleransi. Ia telah membebaskan sejumlah besar dari mereka dan berpesan kepada pasukannya untuk tidak menyakitinya. Sebagai contoh, pada sebuah peperangan, ia melepaskan tali yang mengikat tangan seorang tawanan perang dengan tangannya sendiri ketika ia mendengarnya mengeluh kesakitan.
e. Rasulullah SAWW Sebagai Seorang Panglima Militer
Rasulullah SAWW memiliki akhlak yang sempurna. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas puncak akhlak yang agung”.
Akhlak di atas telah membentuknya menjadi seorang panglima militer yang berhasil dalam merealisasikan segala tujuannya dan memenangkannya dalam setiap peperangan.
Ia selalu bertindak asih terhadap semua manusia. Di segala situasi dan kondisi ia selalu bertoleransi terhadap seluruh masyarakat dan para anggota pasukannya. Ia jujur, tepercaya dan selalu memegang teguh janjinya. Ketika marah, ia selalu berusaha untuk menahan kemarahannya dan ketika menang perang, ia selalu memaafkan para musuhnya.
Ia selalu berusaha untuk merealisasikan perdamaian dan hidup bersahabat di antara anggota masyarakat, membersihkan mereka dari segala rasa dengki dan permusuhan, dan memberikan tugas kepada setiap orang sesuai dengan kemampuannya.
Karakter rasional yang telah terpatri dalam dirinya adalah merenung dan memandang jauh ke depan. Dengan melihat kondisi kaumnya kita dapat memahami ia adalah seorang penduduk dunia yang paling berakal. Hal itu dikarenakan dengan kekerasan watak, rasa berbangga diri dan fanatisme suku yang mereka miliki, ia dapat merubah mereka menjadi pembelanya yang setia sehingga mereka berhasil mengibarkan bendera Islam di seantero dunia.
Rasulullah SAWW berhasil menciptakan sebuah metode baru dalam teori peperangan, pemerintahan, manajemen, politik, ekonomi dan sosial.
Di perang Ahzab ia menggali jurang (yang dapat melindungi Madinah dari serbuan musuh), di perang Hudaibiyah ia mengadakan perjanjian perdamaian dengannya yang hasilnya dapat dibuktikan pada masa-masa berikutnya. Begitulah seterusnya di setiap peperangan, ia selalu menggunakan taktik-taktik baru sehingga ia dapat memenangkan peperangan dan musuh menyaksikan kemenangan tersebut dengan penuh keheranan.
Rasulullah SAWW berhasil membentuk sebuah pemerintahan yang hebat sehingga masyarakat dapat menikmati kepemimpinannya dengan melaksanakan segala instruksi dan perintahnya.
Ajakan Rasulullah SAWW kepada Islam berdasarkan kepada perealisasian perdamaian, dan instruksi perang hanya dilakukannya ketika musuh sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Pada hakikatnya, ia hanya ingin menangkal sebuah kekerasan dengan kekerasan yang sama.
Atas dasar ini, seluruh peperangannya –dari awal hingga akhir– bersandarkan pada satu pondasi yang permanen yang tidak pernah dilupakan oleh pasukannya. Pondasi itu adalah mengajak seluruh umat manusia kepada agama baru, mengadakan perjanjian perdamaian dengan musuh dan mereka harus membayar jizyah atau negara mereka dikuasai oleh tentara Islam, dan mengadakan peperangan dengan orang-orang yang memusuhinya.
f. Kebersihan
Rasulullah SAWW sangat menyukai kebersihan, dan dalam menjaga kebersihan badan ia tidak ada tandingannya.
Di samping melaksanakan tata krama wudhu`, ia selalu mandi pada hari-hari tertentu. Ia menganggap dua hal tersebut adalah ibadah. Ia sering menyuci rambutnya dengan daun Sidir lalu menyisirnya dan memakai minyak wangi. Gamis putih yang menutupi badannya hingga setengah betis selalu tampak bersih. Sebelum dan sesudah makan ia selalu menyuci tangan dan mulutnya, dan enggan untuk memakan sayur-sayuran yang berbau tak sedap. Sisir, celak, gunting dan cermin adalah teman setianya ketika ia mengadakan pepergian. Rumahnya yang sangat sederhana selalu tampak bersih. Ia sangat menekankan sampah-sampah harus dikeluarkan pada siang hari dan ketika malam tiba sampah-sampah itu sudah tidak ada di tempatnya lagi.
Kebersihan badan dan kesucian jiwanya bak dua sejoli yang tak dapat dipisahkan. Ia memerintahkan kepada para pengikutnya untuk membersihkan diri, pakaian dan rumah mereka. Khususnya pada hari Jumat, ia memerintahkan mereka untuk mandi sunah dan memakai wewangian sebelum pergi melaksanakan shalat Jumat.
g. Tata Krama Bergaul
Ketika berada di tengah-tengah masyarakat, ia selalu tersenyum, dan ketika menyendiri, ia selalu bertafakur. Ia tidak pernah memandang seseorang secara terus-menerus. Ia sering melihat ke bawah. Ia sering duduk bersimpuh dan tidak pernah menelonjorkan kakinya di hadapan siapa pun. Ia selalu mengucapkan salam terlebih dahulu, baik kepada para budak maupun anak-anak kecil. Setiap kali ia memasuki sebuah pertemuan, ia memilih duduk di barisan akhir. Ia tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk berdiri menyambut kedatangannya, atau menyerahkan tempat duduknya kepadanya.
Ia tidak pernah memotong pembicaraan lawan bicaranya dan ia memperlakukannya sebagai orang yang paling mulia dalam pandangannya. Ia tidak pernah berbicara melebihi kadar yang perlu, ia berbicara dengan tenang dan tidak pernah mengotori lidahnya dengan umpatan dan ejekan. Ia sangat pemalu dan tidak ada orang yang lebih pemalu darinya. Ketika sedang marah terhadap seseorang, yang tampak hanyalah kekesalan di wajahnya, dan ia tidak pernah untuk memprotesnya. Ia selalu menjenguk orang-orang yang sakit dan menghadiri tasyyi’ jenazah orang-orang yang meninggal dunia. Ia tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk mencerca atau menjelekkan orang lain kecuali dalam pengadilan.
h. Sifat Pemaaf
Ia tidak pernah menghiraukan kekurang ajaran seseorang terhadap dirinya dan menyimpan rasa dengki –apalagi rasa ingin balas dendam terhadap seseorang– dalam hatinya. Jiwanya yang agung lebih mengutamakan untuk memaafkan dari pada membalas dendam. Pada peristiwa perang Uhud ketika melihat perlakuan buas dan tidak senonoh terhadap jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, ia hanya merasa sedih dan tidak melakukan hal serupa terhadap jenazah-jenazah kaum Quraisy. Setelah berhasil menangkap para pelaku tersebut, ia pun tidak bermaksud untuk membalas dendam. Bahkan ia melarang Abu Qatadah Al-Anshari yang ingin mencaci-maki mereka.
Setelah pembebasan benteng Khaibar, sekelompok orang-orang Yahudi yang telah menyerahkan diri mengirimkan makanan beracun untuknya. Ia mengetahui maksud jahat mereka. Akan tetapi, ia tetap membiarkan mereka hidup sebagaimana layaknya manusia hidup. Pada kesempatan yang lain seorang wanita Yahudi juga bermaksud untuk meracuninya. Akan tetapi, ia memaafkannya.
Abdullah bin Ubay, salah seorang tokoh munafikin yang berhasil menyelamatkan diri dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, masih menyimpan rasa permusuhan di dalam hatinya dengannya ketika Rasulullah SAWW berhijrah ke Madinah, dan lewat kerja sama dengan para pemeluk Yahudi penentang Islam, ia masih melakukan tindakan-tindakan oposisi. Rasulullah SAWW tidak hanya tidak mengizinkan para pengikutnya untuk menghabisinya, bahkan ia masih memperlakukannya dengan penuh toleransi dan ketika sakit, ia masih menjenguknya.
Di saat pulang dari perang Tabuk sekelompok munafikin mengadakan rencana untuk meneror Rasulullah SAWW. Mereka ingin melemparkannya dari atas sebuah tebing –-ketika ia melewati sebuah tebing yang terjal– dengan cara meliarkan kudanya sehingga ia terpental dari pelananya. Meskipun mereka semua mengenakan topeng, Rasulullah SAWW masih mengenal mereka. Para sahabat memaksa untuk mananyakan nama-nama mereka, akan tetapi ia enggan untuk mengekspos nama-nama tersebut dan membalas kelakuan mereka.
i. Tunduk Kepada Undang-undang
Rasulullah SAWW selalu memaafkan setiap orang yang menyakiti dirinya. Akan tetapi, ia tidak pernah memaafkan orang-orang yang melanggar undang-undang. Ia tidak pernah menoleransi siapa pun yang melakukan hal itu. Hal itu dikarenakan undang-undang yang adil dan bijaksana adalah penjamin keamanan kehidupan bermasyarakat dan penegak berdirinya sebuah masyarakat yang kokoh. Tidak mungkin undang-undang dijadikan alat permainan oleh sebagian orang dan kepentingan masyarakat dijadikan korban bagi kepentingan individu.
Pada peristiwa pembebasan kota Makkah, salah seorang wanita dari kabilah Bani Makhzum mencuri dan pencurian yang dilakukannya sudah terbukti. Dengan ini harus dijalankan hukum atas dirinya. Keluarganya yang masih terjangkiti cara berpikir fanatisme kabilah menganggap bahwa dijalankannya hukum atas wanita itu adalah aib besar bagi kabilahnya. Dengan ini mereka sepakat untuk mencegah hukum itu dijalankan. Rasulullah SAWW dengan lantang berkata: “Kaum-kaum sebelum kalian binasa karena mereka pilih kasih dalam menjalankan hukum. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dalam menjalankan keadilan aku tidak akan pernah mundur selangkah pun meskipun pelaku kriminalitas itu adalah keluarga dekatku sendiri”.
Ia tidak pernah mengistimewakan dirinya sendiri dan tidak menganggap dirinya kebal hukum.
Suatu hari ia pergi ke masjid. Di sela-sela pesan yang disampaikan di mimbar ia bersabda: “Allah bersumpah bahwa pada hari pembalasan Ia tidak akan memaafkan orang yang pernah berbuat zalim. Jika aku pernah menzalimi salah seorang dari kalian, aku siap untuk menerima qishash”. Seorang sahabat yang bernama Sawadah bin Qais berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah, pada suatu hari saat anda pulang dari Tha`if, ketika anda menggerakkan tongkat, tongkat itu mengenai perutku dan perutku merasa sakit karenanya”.
“Tidak mungkin aku melakukan itu dengan sengaja. Meskipun demikian, aku siap untuk diqishash”, lanjutnya. Lalu ia memerintahkan salah seorang sahabat untuk mengambil tongkat tersebut. Kemudian ia menyerahkan tongkat tersebut kepada Sawadah seraya berkata: “Engkau bisa memukul perutku seperti tongkatku dulu menyentuh perutmu dan ambillah hakmu di dunia ini”.
Sahabat itu akhirnya berkata: “Tidak, aku telah memaafkan anda”.
“Semoga Allah memaafkanmu”, Rasulullah SAWW menimpali.
Begitulah perlakuan seorang pemimpin agama dan pemerintahan dalam rangka menegakkan keadilan sosial dan supremasi hukum.
j. Menghormati Pendapat Umum
Berkenaan dengan masalah yang telah ditentukan hukumnya oleh Al Quran, baik berupa ibadah maupun mu’amalah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kepentingan umum, Rasulullah SAWW selalu mengerjakannya dengan tanpa syarat dan tidak pernah memperbolehkan dirinya untuk ikut campur tangan dalam hal itu. Hal itu dikarenakan mengingkari hukum tersebut sama artinya dengan kufur terhadap Allah SWT. “Dan barang siapa tidak menjalankan hukum sesuai dengan ketentuan hukum Allah, maka ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”. Akan tetapi, jika masalah tersebut berhubungan dengan pekerjaan dan kehidupan dunia yang hanya bersangkutan dengan kepentingan pribadi seseorang, ia dapat menentukan nasib sendiri dengan pendapat yang ia anggap baik asalkan hal itu masih mubah. Tidak seorang pun berhak mencampuri urusan pribadi orang lain.
Sebaliknya, jika masalah tersebut berhubungan dengan kepentingan sosial masyarakat, ia memberikan hak kepada mereka untuk mengeluarkan pendapat. Meskipun Rasulullah SAWW memiliki kejeniusan yang luar biasa dalam menentukan kemaslahatan melebihi orang lain, akan tetapi beliau tidak pernah memaksakan pendapat kepada orang lain dan ia selalu menghormati pendapatnya. Ia merenungkan pendapat orang lain yang telah dihasilkan lewat musyawarah bersama dan meminta seluruh muslimin untuk memelihara sunnah yang terpuji ini.
Pada peristiwa perang Badar, ia meminta pendapat para sahabat sebanyak tiga kali dalam tiga permasalahan: pertama, apakah mereka harus berperang melawan Quraisy atau kembali ke Madinah dan tidak jadi berperang. Seluruh sahabat memilih untuk berperang dan Rasulullah SAWW setuju dengan itu.
Kedua, dalam menentukan pusat pertahanan muslimin. Dalam hal ini pendapat Hubab bin Mundzir mendapat persetujuannya.
Ketiga, dalam menentukan perlakuan yang layak bagi para tawanan perang. Sebagian sahabat berpendapat agar mereka dibunuh saja, dan sebagian yang lain berpendapat agar mereka dibebaskan dengan syarat membayar fidyah. Rasulullah SAWW menyetujui pendapat kedua ini.
Pada peristiwa perang Uhud, Rasulullah SAWW meminta pendapat para sahabat berkenaan dengan taktik perang melawan musuh apakah mereka bertahan di dalam kota dan memperkuat benteng pertahanan atau keluar kota menyongsong musuh dengan tujuan untuk melawan serangan musuh supaya mereka tidak masuk ke dalam kota. Ia memilih pendapat yang kedua.
Pada peristiwa perang Ahzab, Rasulullah SAWW membentuk sebuah badan musyawarah yang membahas apakah pasukan harus ke luar kota atau bertahan di dalam kota. Setelah berlangsung tukar pendapat yang agak lama, akhirnya diputuskan bahwa gunung Sala’ dijadikan benteng pertahanan dari arah belakang dan untuk menghambat gerakan musuh dari depan akan digali sebuah parit (khandaq) yang agak lebar.
Pada peristiwa perang Tabuk, dengan mendekatnya pasukan besar Islam ke perbatasan Syiria, Imperatur Romawi merasa ketakutan dan kehilangan kepercayaan diri, dan karena tidak percaya penuh kepada kekuatan pasukannya, akhirnya ia membatalkan perang. Menghadapi realita ini Rasulullah SAWW mengadakan musyawarah dengan para sahabat apakah mereka terus mengejar musuh yang sudah ketakutan atau kembali ke Madinah. Mereka lebih memilih untuk kembali ke Madinah.
Kita semua (muslimin) tahu bahwa Rasulullah SAWW terjaga (ma’shum) dari segala dosa dan kesalahan, dan seluruh perilakunya tidak layak untuk diprotes. Meskipun demikian, ia tetap menerima segala kritikan para sahabat dengan lapang dada meskipun kritikan tersebut tidak pada tempatnya. Ia tidak pernah mengikat mereka (dengan menolak kritikan-kritikan mereka), bahkan dengan segala kelembutan ia menjawab kritikan tersebut sehingga mereka terpuaskan dan menyadari akan kekeliruannya. Ia meyakini bahwa Pencipta alam semesta ini telah menganugerakan sarana berpikir, menimbang baik dan buruk dan kemampuan mengkritik kepada semua manusia. Ia menganggap hal itu adalah suatu yang alami dan tidak dikhususkan untuk para pemimpin saja. Dengan ini, bagaimana mungkin setiap orang tidak berhak untuk memiliki semua hak di atas dan harus dicabut darinya? Ia telah menekankan bahwa jika orang-orang atasan melakukan sebuah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, masyarakat harus memprotesnya.
Rasulullah SAWW pernah mengeluarkan instruksi perang kepada sebuah pasukan dan menentukan seorang sahabat Anshar menjadi komandan mereka. Di tengah jalan ia marah terhadap mereka karena sebuah permasalahan. Lalu ia memerintahkan mereka untuk mengumpulkan kayu-kayu kering dan membuat unggun api. Ketika api sudah menyala, ia berteriak: “Apakah Rasulullah tidak memerintahkan kalian untuk menaati segala perintahku?” “Rasulullah memerintahkan hal itu”, jawab mereka singkat. “Sekarang kuperintahkan kalian untuk masuk ke dalam api ini”, jeritnya lantang. Mereka enggan untuk melakukan perintahnya. Ketika Rasulullah SAWW mendengar peristiwa itu ia bersabda: “Jika mereka menaati perintahnya, niscaya mereka akan kekal di dalam api neraka. Perintah seorang komandan wajib ditaati ketika ia mengeluarkan instruksi sesuai dengan hukum”.
Pada peristiwa perang Hunain, Rasulullah SAWW membagi sebagian saham pampasan perang kepada orang yang baru memeluk Islam. Sa’d bin Ubadah dan sekelompok sahabat Anshar yang nota bene telah lama masuk Islam protes terhadap kebijakan itu dan dalam benak mereka bertanya-tanya mengapa Rasulullah lebih mengutamakan mereka dari pada para sahabat terdahulu? Akhirnya ia memerintahkan orang-orang yang protes tersebut berkumpul di suatu tempat. Setelah mereka berkumpul, Rasulullah SAWW menjelaskan dengan lemah-lembut segala faktor yang menyebabkan pampasan perang itu harus dibagi kepada mereka. Setelah mendengar penjelasannya itu mereka semua menangis dan akhirnya mereka minta maaf atas perbuatan yang telah mereka perbuat.
Pada peristiwa yang sama, salah seorang sahabat yang berasal dari kabilah Bani Tamim dan bernama Hurqush memprotes kebijakan tersebut seraya berkata dengan nada bicara yang pedas: “(Wahai Muhammad), berbuatlah dengan adil”. Ketika melihat kelancangannya, Umar bin Khattab berkata dengan marah: “Izinkanlah kupenggal lehernya”. “Tidak, biarkanlah dia”, jawab Rasulullah SAWW singkat. Ia menatap wajahnya seraya berkata dengan penuh kelembutan: “Jika aku tidak bertindak secara adil, siapa yang dapat bertindak dengan adil?”
Pada peristiwa perdamaian Hudaibiyah, Umar bin Khattab memprotes perjanjian yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAWW tersebut. Alasannya mengapa ia menerima perjanjian dengan persyaratan yang tidak adil? Dengan logika dan argumentasi yang jitu, Rasulullah SAWW berhasil memuaskannya.
Dengan metode dan perlakuan di atas Rasulullah SAWW telah menebar rahmat bagi seluruh alam dan mengajarkan cara dan manajemen menjalankan sebuah pemerintahan kepada seluruh penguasa dengan tujuan supaya mereka mengetahui bahwa kedudukan yang mereka miliki adalah kedudukan seorang ayah yang penuh asih, bukan kedudukan seorang pemilik hamba sahaya. Dalam setiap kondisi, mereka hendaknya memikirkan kemaslahatan rakyatnya, bukan memaksakan kehendaknya.
Rasulullah SAWW bersabda: “Aku telah diturunkan kepada umat manusia sebagai orang yang paling utama dari mereka sendiri untuk memikirkan kemaslahatan mereka. Al Quran telah memperkenalkan kedudukanku dalam firmannya: “Nabi (Muhammad) lebih utama (untuk mengurus urusan) mukminin dari pada diri mereka sendiri”. Oleh karena itu, jika salah seorang dari kalian meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan, maka hartanya tersebut dimiliki oleh para pewarisnya. Dan jika ia masih memiliki hutang atau meninggalkan keluarga yang fakir dan papa, maka aku yang akan menanggung hutangnya dan mengayomi keluarganya”. Begitulah keluhuran budi Rasulullah SAWW dan perilakunya sehari-hari.
Rasulullah SAWW seoranglah yang telah mampu mewujudkan segala sesuatu dari nol dan menebarkan akhlak insani di dalam lubuk hati muslimin dalam waktu yang singkat. Dengan perilakunya yang terpuji ia telah berhasil menjadikan kaum Arab yang sombong itu rendah hati, menjadikan para pemaksa menjadi iba hati, menjadikan para pemecah belah para pencetus persatuan, menjadikan orang-orang kafir beriman, menjadikan penyembah berhala bertauhid, menjadikan orang-orang bejat berharga diri, menjadikan para pendengki pemaaf, menjadikan para penganggur cinta pekerjaan, menjadikan orang-orang yang memiliki watak keras pelembut, menjadikan orang-orang kikir pemurah, menjadikan orang-orang bodoh berakal dan membebaskan mereka dari kebodohan dan kesesatan menuju petunjuk dan makrifat.
Di penutup biografi singkat ini kami haturkan kepada pembaca budiman hadis-hadis pilihan yang pernah disabdakan oleh junjungan kita Muhammad SAWW:
1. Keutamaan mencari ilmu
“Barang siapa yang berjalan di atas sebuah jalan dengan tujuan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga … Keutamaan orang alim atas orang ‘abid bak keutamaan bulan atas seluruh bintang di malam purnama”.
2. Orang-orang yang mendapat syafa’at
“Empat golongan akan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat: orang yang menolong Ahlul Baytku, orang yang memenuhi kebutuhan mereka saat mereka butuh, orang yang mencintai mereka dengan hati dan lisannya, dan orang yang membela mereka dengan tangannya”.
3. Tolak ukur diterimanya amal
“Tidak akan diterima suatu ucapan kecuali jika disertai dengan amal, tidak akan diterima suatu ucapan dan amal kecuali jika disertai dengan niat, dan tidak akan diterima suatu ucapan, amal dan niat kecuali jika sesuai dengan sunnah”.
4. Karakter orang-orang yang akan masuk surga
“Maukah kuberitahukan kepada kalian orang-orang yang tidak akan tersentuh api neraka pada hari kiamat?” “Ya”, jawab sahabat singkat. Ia melanjutkan sabdanya: “Orang yang teguh pada pendiriannya, selalu berbahagia, lemah-lembut dan tidak mempersulit orang lain”.
5. Tanda-tanda orang zalim
“Tanda-tanda orang zalim adalah empat: menzalimi atasannya dengan menentang perintahnya, menguasai bawahannya dengan kekerasan, membenci kebenaran dan melakukan tindak kezaliman dengan terang-terangan”.
6. Cabang ilmu agama
“Ilmu itu ada tiga macam: pokok akidah, akhlak dan hukum syari’at. Selain dari tiga ilmu tersebut adalah barang lebih”.
7. Fatwa orang yang tidak ahli
“Barang siapa yang mengeluarkan fatwa tidak didasari dengan ilmu pengetahuan, maka ia telah celaka dan mencelakakan orang lain”.
8. Puasa sejati
“Orang yang sedang berpuasa selalu berada dalam kondisi ibadah selama ia tidak mengghibah seorang muslim”.
9. Keutamaan bulan Ramadhan
“Bulan Ramadhan adalah bulan Allah ‘azza wa ajalla, sebuah bulan yang di dalamnya pahala kebaikan akan dilipatgandakan dan kejelekan akan dihapus, bulan yang penuh berkah, bulan untuk kembali (kepada-Nya), bulan untuk bertaubat, bulan pengampunan, bulan pembebasan diri dari api neraka dan bulan kemenangan dengan mendapat surga. Ingatlah, jauhilah segala perbuatan haram pada bulan itu dan perbanyaklah membaca Al Quran”.
10. Tanda-tanda orang yang sabar
“Tanda-tanda orang yang sabar ada tiga: pertama, tidak malas, kedua, tidak pernah menyesal (karena kegagalan–pen.), dan ketiga, tidak pernah mengeluh karena ketentuan-Nya (yang telah ditentukan atas dirinya). Karena ketika ia malas, ia telah melenyapkan kebenaran, ketika ia menyesal, ia tidak akan bersyukur dan ketika ia mengeluh (karena ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah atas dirinya), maka ia telah mengingkari-Nya”.
11. Penghuni neraka yang paling celaka
“Penduduk neraka akan tersiksa oleh bau busuk orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya. Yang paling menyesal di antara penduduk neraka adalah seseorang yang mengajak orang lain kembali kepada Allah lalu ia menerima ajakannya dan menaati-Nya (sepenuh hati), kemudian Allah memasukkannya ke dalam surga dan memasukkan orang yang mengajak tadi ke dalam neraka dikarenakan ia tidak mengamalkan ilmunya”.
12. Orang alim penyembah dunia
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Daud a.s. seraya berfirman: “Janganlah kau jadikan seorang alim yang mencintai dunia sebagai penghalang antara Aku dan dirimu, karena ia akan menghalangimu untuk mencapai kecintaan-Ku. Mereka adalah kendala bagi hamba-hamba-Ku. Balasan-Ku paling kecil yang akan Kutimpakan kepada mereka adalah Aku akan mencabut kemanisan bermunajat kepada-Ku dari hati mereka”.
13. Hasil sebuah yakin
“Jika kalian meyakini kebaikan dan keburukan akhirat sebagaimana kalian meyakini adanya dunia ini, niscaya kalian akan lebih mengutamakan akhirat”.
14. Pertanyaan pertama di hari kiamat
“Pada hari kiamat seorang hamba tidak boleh melangkahkan kakinya kecuali setelah ditanyai tentang lima perkara: untuk apa ia habiskan umurnya, untuk apa ia gunakan keperjakaannya, bagaimana ia mengamalkan ilmunya, dari mana ia mendapatkan harta dan bagaimana menggunakannya, dan tantang kecintaannya kepada kami, Ahlul Bayt”.
15. Kerjakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya
Ketika Rasulullah SAWW menguburkan Sa’d bin Mu’adz dengan rapi, bersabda: “Aku tahu bahwa kuburan pada akhirnya akan ambruk, akan tetapi Allah menyukai seorang hamba ketika ia mengerjakan sesuatu, ia akan mengerjakannya dengan sebaik-baiknya”.
16. Kematian adalah sebuah kesadaran
“Seluruh manusia adalah tidur, dan ketika mati, mereka baru sadar”.
17. Amalan yang dapat membantu
“Tujuh hal yang pahalanya tidak akan terputus setelah seorang hamba meninggal dunia: sebatang pohon kurma (setiap pohon berbuah lainnya—pen.) yang ditanamnya, sumur yang digalinya, sungai yang dialirkannya, masjid yang dibangunnya, Al Quran yang ditulisnya, ilmu yang diwariskannya atau anak saleh yang ditinggalkannya dan ia memintakan ampun baginya”.
18. Orang-orang yang berbahagia
“Berbahagialah orang yang karena ia sendiri merasa memiliki aib tidak mau mencari-cari aib saudara mukminnya, berbahagialah orang yang menggunakan hartanya dengan tidak berlebih-lebihan, menginfakkan kelebihan hartanya (kepada orang lain), menahan diri dari berbicara lebih dan menghindari perilaku-perilaku yang buruk”.
19. Mencintai keluarga Muhammad SAWW
“Barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan syahid, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dengan dosa yang telah terampuni, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan bertaubat, ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kecintaan kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia meninggal dunia dalam keadaan mukmin yang sempurna. Ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kebencian kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan kening yang bertulisan ‘Orang yang putus dari rahmat Allah’, (dan) ingatlah barang siapa meninggal dunia dengan membawa kebencian kepada keluarga Muhammad SAWW, maka ia tidak akan mencium bau harum surga”.
20. Balasan bagi suami yang suka mengganggu istrinya dan bagi istri yang suka mengganggu suaminya
“Jika seorang istri menyakiti suaminya dengan lidahnya, maka Allah tidak akan menerima semua amal baiknya meskipun ia berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari kecuali jika ia telah menjadikan hatinya rela. Dan ia adalah orang yang paling dahulu masuk api neraka. Begitu juga suami jika ia menzalimi istrinya”.
21. Balasan bagi seorang istri yang tidak mengasihani suaminya
“Jika seorang istri tidak mau menoleransi suaminya dan memaksakannya untuk mengerjakan sesuatu yang berada di luar kemampuannya, maka segala kebaikannya tidak akan diterima dan ia akan berjumpa dengan Allah sedangkan Ia murka terhadapnya”.
22. Yang pertama kali dipertanyakan pada hari kiamat
“Yang pertama akan dipertanyakan pada hari kiamat adalah darah yang dikucurkan bukan atas dasar kebenaran”.
23. Pahala kekejaman dan kasih sayang
“Di malam Isra` dan Mi’raj aku pergi menjenguk neraka. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita yang sedang disiksa. Aku bertanya tentang dirinya (mengapa ia disiksa sedemikian rupa?). Aku mendengar jawaban: “Ia pernah memelihara seekor kucing. Akan tetapi, ia tidak memberinya makan dan minum serta tidak membiarkannya bebas memakan sisa-sisa makanan yang tercecer di atas tanah”. Dan aku pergi menjenguk surga. Tiba-tiba aku melihat seorang wanita penzina. Lalu aku bertanya (mengapa ia bisa masuk surga?). Aku mendengar jawaban: “Ketika ia sedang melalui sebuah jalan, ia melihat seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Kemudian ia menjulurkan kainnya ke dalam sebuah sumur dan memeraskan airnya di mulut anjing tersebut hingga ia terbebas dari dahaga. Dengan perbuatannya itu Allah telah mengampuninya”.
24. Amalan yang tidak disertai dengan ikhlas
“Pada hari kiamat sebuah suara akan berteriak lantang sehingga semua orang mendengar suaranya: “Di manakah orang-orang yang pernah menyembah manusia? Berdirilah dan ambillah pahala amalan kalian dari orang yang pernah dijadikan tujuan amalan kalian. Karena Aku tidak akan menerima sebuah amalan yang tercampuri oleh dunia dan orang-orang yang hidup di dalamnya”.
25. Cinta dunia adalah pembasmi amalan
“Pada hari kiamat akan dihadirkan sekelompok manusia (untuk dihisab) sedangkan amalan-amalan mereka bak gunung Tihamah (baca : banyak cuma tidak berarti). Setelah itu mereka diperintahkan untuk masuk neraka”. “Apakah mereka mengerjakan shalat di dunia?”, tanya Para sahabat keheranan. Rasulullah SAWW menjawab: “Ya, mereka mengerjakan shalat, berpuasa dan meluangkan waktu pada malam hari untuk beribadah. Akan tetapi, ketika sekelumit urusan dunia menghampiri mereka, mereka merangkulnya tanpa pikir panjang”.
26. Anda akan bersama dengan orang yang Anda cintai
“Setiap orang akan selalu bersama dengan orang yang dicintainya”.
27. Mencintai Ahlul Bayt a.s.
“Barang siapa yang ingin hidup seperti hidupku, mati seperti matiku dan menempati surga ‘Adn yang telah Tuhanku khususkan untukku, maka hendaknya ia berwilayah kepada Ali dan walinya serta mengikuti jejak para imam setelahku. Karena mereka adalah ‘itrahku. Mereka diciptakan dari tanah asal ciptaanku. Mereka telah dianugerahi kepahaman dan ilmu yang luas. Celakalah orang-orang yang membohongkan keutamaan mereka dan memutuskan hubungan denganku dengan mencampakkan mereka. Semoga Allah tidak memberikan syafa’atku kepada mereka”.
28. Berwilayah kepada Ali a.s. adalah syarat utama terkabulnya sebuah amalan
“Demi Dzat yang telah mengutusku dengan membawa kebenaran, jika seseorang dari kalian membawa amalan sebesar gunung pada hari kiamat, akan tetapi, ia tidak berwilayah kepada Ali bin Thalib a.s., maka Allah akan mencampakkannya ke dalam api neraka”.
29. Pahala untuk orang sakit
“Jika seorang muslim sakit, maka Allah akan menulis baginya pahala sebaik pahala yang ia kerjakan pada waktu sehat dan dosa-dosanya akan berguguran bak daun kering berguguran dari pohonnya”.
30. Tanggung jawab seorang muslim
“Barang siapa yang memasuki harinya dengan tidak memperdulikan urusan muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka, dan barang siapa yang mendengar seorang muslim berteriak: ‘Wahai muslimin, tolonglah’ dan ia tidak menghiraukan teriakannya, maka ia bukanlah orang muslim”.
31. Hubungan bangsa Iran dengan Ahlul Bayt a.s.
Para utusan Bazan, seorang raja Yaman yang hidup di bawah lindungan Iran dan ia sendiri adalah berkebangsaan Iran, menghadap Rasulullah SAWW seraya berkata: “Bagaimana masa depan kami wahai Rasulullah?” Rasulullah SAWW menjawab: “Kalian adalah dari kami dan masa depan kalian akan menuju kepada kami”. Ibnu Hisyam berkata: Aku pernah mendengar Az-Zuhri berkomentar: “Karena hadis tersebut di atas Rasulullah SAWW bersabda: “Salman dari kami Ahlul Bayt”
32. Khianat yang besar
“Barang siapa yang memimpin muslimin sedangkan ia melihat masih ada orang lain yang lebih utama dari dirinya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan muslimin”.
33. Nilai Hidayah
Rasulullah SAWW bersabda kepada Imam Ali a.s.: “Jika Allah memberikan hidayah kepada seorang kafir dikarenakan dirimu, hal itu lebih utama dari seluruh isi dunia”.
34. Manusia di akhir zaman
“Akan datang suatu masa yang dihuni oleh orang-orang yang batin mereka bejat dan lahiriah mereka tampak indah mempesona. (Mereka berbuat demikian itu) karena rakus terhadap dunia. Mereka –-dengan itu– tidak akan pernah mengharapkan apa yang ada di sisi Tuhan mereka. Agama mereka adalah riya`, dan mereka tidak memiliki rasa takut sedikit pun. Allah akan mengazab mereka, lalu mereka (akan bersimpuh) memohon (ampunan) bak orang yang tenggelam memohon pertolongan. Akan tetapi, Ia tidak akan mengabulkan permohonan mereka”.
35. Sahabat yang paling jujur
“Dunia tidak pernah melihat orang yang paling jujur dari Abu Dzar”.
36. Bertanya kepada orang alim dan berbelas asih kepada fakir dan miskin
“Bertanyalah kepada ulama, berbicaralah dengan para hakim dan duduklah bersama fakir dan miskin”.
37. Mencium tangan. Tidak!
Salah seorang sahabat ingin untuk mencium tangan Rasulullah SAWW. Ia tidak mengizinkannya melakukan hal itu seraya bersabda: “Perbuatan itu dilakukan oleh bangsa ‘Ajam terhadap para raja mereka. Aku bukanlah seorang raja. Akan tetapi, aku orang seperti kalian”.
38. Berbuat asih terhadap sesama jenis
“Tidak pernah beriman kepadaku orang yang tidur kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, dan jika penduduk sebuah desa tidur nyenyak sedangkan ada salah seorang dari mereka yang kelaparan, maka Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat”.
oleh Mahdi Alhusaini

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger