Candi Dieng
merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki pegunungan Dieng, Di
wilayah kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Kawasan Candi Dieng
menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut,
memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800
m.
Dieng berasal dari kata Dihyang yang artinya tempat arwah para leluhur. Dataran
tinggi Dieng dianggap merupakan suatu tempat yang memiliki kekuatan
misterius sebagai tempat bersemayamnya arwah para leluhur, sehingga
tempat ini dianggap suci.
Selain candi di kawasan ini juga ditemukan peninggalan berupa prasati dan arca, diantaranya Arca Dewa Siwa,Wisnu, Agastya, Ganesha dan lain-lainya yang bercirikan Agama Hindu.
Kumpulan
candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun antara akhir
abad ke-8 sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan candi tertua di
Jawa. Sampai saat ini belum ditemukan informasi tertulis tentang sejarah
Candi Dieng, namun para ahli memperkirakan bahwa kumpulan candi ini
dibangun atas perintah raja-raja dari Wangsa Sanjaya. Di kawasan Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 713 Saka sama dengan 808 atau 809 Masehi, yang diperkirakan merupakan prasasti tertua bertuliskan huruf Jawa kuno,
yang masih masih ada hingga saat ini. Pembangunan Candi Dieng
diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung
antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8,
meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan dari tahap pertama, yang berlangsung sampai sekitar tahun 780 M.
Candi
Dieng pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1814. Ketika itu
seorang tentara Inggris yang sedang berwisata ke daerah Dieng melihat
sekumpulan candi yang terendam dalam genangan air telaga. Pada tahun
1956, Van Kinsbergen
memimpin upaya pengeringan telaga tempat kumpulan candi tersebut
berada. Upaya pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1864, dilanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar
oleh Van Kinsbergen.
Terdapat
tiga komplek candi di daerah ini, yang terdiri atas 19 candi namun
hanya 8 yang masih berdiri. Bangunan-bangunan candi ini saat ini dalam
kondisi yang memprihatinkan. Batu-batu candi ada yang telah rontok,
sementara di beberapa bagian bangunan ini terlihat retakan yang
memanjang selebar 5 cm. Selain itu, bangunan ini sudah mulai miring ke
arah barat. Candi Dieng diberi nama yang berkaitan dengan cerita atau
tokoh-tokoh wayang Purwa dalam lokan Mahabarata, misalnya candi Arjuna, candi Gatotkaca, candi Dwarawati, candi Bima,
candi Semar, candi Sembadra, candi Srikandi dan candi Puntadewa. Nama
candi tersebut tidak ada kaitannya dengan fungsi bangunan dan
diperkirakan nama candi tersebut diberikan setelah bangunan candi
tersebut ditinggalkan atau tidak digunakan lagi. Tokoh yang membangun
candi tersebut belum bisa dipastikan, karena informasi yang terdapat di
12 prasasti batu tidak ada satupun yang menyebutkan siapa tokoh yang
membangun.
Candi-candi
di kawasan Candi Dieng terbagi dalam tiga kelompok dan satu candi yang
berdiri sendiri. Ketiga kelompok candi tersebut adalah Kelompok Arjuna,
Kelompok Gatutkaca, Kelompok Dwarawati dan satu candi yang berdiri
sendiri adalah Candi Bima.
a. Kelompok Arjuna
Kelompok
Arjuna terletak di tengah kawasan Candi Dieng, terdiri atas 4 candi
yang berderet memanjang arah utara-selatan. Candi Arjuna berada di ujung
selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara adalah Candi Srikandi,
Candi Sembadra dan Candi Puntadewa. Tepat di depan Candi Arjuna,
terdapat Candi Semar. Keempat candi di komples ini menghadap ke barat,
kecuali Candi Semar yang menghadap ke Candi Arjuna. Kelompok candi ini
dapat dikatakan yang paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya di
kawasan Dieng.
Candi Arjuna.
Candi
ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar
persegi dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri
diatas batur setinggi sekitar 1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju
pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi
dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari
tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.
Pada
dinding luar sisi utara, selatan dan barat terdapat susunan batu yang
menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca.
Bagian depan bingkai relung dihiasi dengan pahatan berpola kertas
tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut
menganga. Di bagian atas bingkai terdapat hiasan kalamakara tanpa rahang
bawah. Pada dinding di kiri dan kanan ambang pintu bangunan utara
terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini kedua relung tersebut
dalam keadaan kosong.
Pada
dinding di sisi selatan, barat dan utara terdapat relung tempat
meletakkan arca. Ambang relung diberi bingkai dengan hiasan pola kertas
tempel dan Kalamakara di atasnya. Kaki bingkai dihiasi dengan pahatan
kepala naga dengan mulut menganga. Tepat di pertengahan dinding di bawah
relung terdapat jaladwara (saluran air).
Atap
candi berbentuk kubus bersusun, makin ke atas makin mengecil. Bagian
atas dan puncak atap sudah hancur. Di setiap sisi masing-masing kubus
terdapat relung dan di setiap sudut terdapat hiasan berbentuk seperti
mahkota bulat berujung runcing. Sebagian besar hiasan tersebut sudah
rusak.
Di
tengah ruangan di dalam tubuh candi terdapat yang tampak seperti sebuah
yoni. Di sudut luar, menempel pada dinding belakang candi terdapat arca
yang sudah rusak.
Konon Candi Arjuna memiliki keistimewaan karena terdapat bak batu yang selalu terisi tetesan air embun yang berasal dari atap candi. Uniknya, sekumpulan air embun tersebut tidak bisa kering walaupun terkena panas matahari. Karena tak bisa kering, kemudian oleh masyarakat disakralkan dan diberi nama air kehidupan “Parwito Sari” serta dipercaya banyak mengandung berkah bagi yang menggunakannya.
Candi Semar.
Candi
ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk
persegi empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar
50 cm, polos tanpa hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam
tubuh candi terdapat di sisi timur. Pintu masuk tidak dilengkapi bilik
penampil. Ambang pintu diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel
dan kepala naga di pangkalnya. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara
tanpa rahang bawah.
Pada
dinding di kiri dan kanan pintu terdapat lubang jendela kecil. Di
dinding utara dan selatan tubuh candi terdapat, masing-masing, dua
lubang yang berfungsi sebagai jendela, sedangkan di dinding barat
(belakang) candi terdapat 3 buah lubang. Ruangan dalam tubuh candi dalam
keadaan kosong. Atap candi berbentuk limasan tanpa hiasan. Puncak atap
sudah hilang, sehingga tidak diketahui lagi bentuk aslinya. Konon Candi
Semar digunakan sebagai gudang untuk menyimpan senjata dan perlengkapan
pemujaan.
Candi Srikandi.
Candi
ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm
dengan denah dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan
bilik penampil.
Pada
dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada dinding
timur menggambarkan Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma.
Sebagian besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak
sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
Batur
candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur
sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian
yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu
masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan bilik penampil.
Adanya bilik penampil di sisi barat dan relung di ketiga sisi lainnya
membuat bentuk tubuh candi tampak seperti poligon. Di halaman terdapat
batu yang ditata sebagai jalan setapak menuju pintu.
Sepintas
Candi Sembadra terlihat seperti bangunan bertingkat, karena atapnya
berbentuk kubus yang ukurannya hampir sama besar dengan ukuran tubuhnya.
Puncak atap sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh
arca.
Seperti
candi lainnya, ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi
ini tampak lebih tinggi. Tubuh candi berdiri di atas batur bersusun
setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk ke dalam ruang dalam
tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai dengan
batur candi.
Atap
candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk kubus besar.
Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk
aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat
menaruh arca. Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan diberi bingkai
yang berhiaskan motif kertas tempel.
Ruang
dalam tubuh candi sempit dan kosong. Di ketiga sisi lainnya terdapat
jendela yang bingkainya diberi hiasan mirip dengan yang terdapat di
pintu. Sekitar setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang
disusun berkeliling memagari kaki candi. Di depan candi terdapat
batu yang disusun berkeliling membentuk ruangan berbentuk bujur
sangkar. Di tengah ruangan terdapat dua buah susunan tumpukan dua buah
batu bulat yang puncaknya berujung runcing.
Di
utara candi terdapat batu yang disusun berkeliling membentuk ruangan
berbentuk persegi panjang. Di tengah ruangan terdapat dua buah batu
berbentuk mirip tempayan yang lebar.
b. Kelompok Gatutkaca
Kelompok
Gatutkaca juga terdiri atas 5 candi, yaitu Candi Gatutkaca, Candi
Setyaki, Candi Nakula, Candi Sadewa, Candi Petruk dan Candi Gareng,
namun saat ini yang masih dapat dilihat bangunannya hanya Candi
Gatutkaca. Keempat candi lainnya hanya tersisa tinggal reruntuhannya
saja.
Batur
candi setinggi sekitar 1 m dibuat bersusun dua dengan denah dasar
berbentuk bujur sangkar. Di pertengahan sisi selatan, timur dan utara
terdapat bagian yang menjorok keluar, membentuk relung seperti bilik
penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat dan, dilengkapi dengan
bilik penampil. Anak tangga di batur terlindung dalam dalam bilik
penampil.
Sepintas
Candi Gatutkaca juga terlihat seperti bangunan bertingkat, karena
bentuk atapnya dibuat sama dengan bentuk tubuh candi. Puncak atap sudah
hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi
atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Sekitar
setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang disusun berkeliling
memagari kaki candi. Di halaman Kompleks Candi Gatutkaca terdapat
tumpukan batu reruntuhan keempat candi lain yang belum dapat disusun
kembali.
c. Kelompok Dwarawati
Kelompok
Dwarawati terdiri atas 4 candi, yaitu Candi Dwarawati, Candi Abiyasa,
Candi Pandu, dan Candi Margasari. Akan tetapi, saat ini yang berada
dalam kondisi relatif utuh hanya satu candi, yaitu Candi Dwarawati.
Candi Dwarawati.
Bentuk
Candi Dwarawati mirip dengan Candi Gatutkaca, yaitu berdenah dasar segi
empat dengan penampil di keempat sisinya. Tubuh candi berdiri di atas
batur setinggi sekitar 50 cm. Tangga dan pintu masuk, yang terletak di
sisi barat, saat ini dalam keadaan polos tanpa pahatan.
Pada
pertengahan dinding tubuh candi di sisi utara, timur dan selatan
terdapat semacam bilik penampil yang menjorok keluar membentuk relung
tempat meletakkan arca. Bagian atas relung melengkung dan meruncing pada
puncaknya. Ambang relung dihiasi pahatan bermotif bunga yang sederhana.
Demikian juga sisi atas dinding bilik penampil. Ketiga relung pada
dinding tubuh candi tersebut saat ini dalam keadaan kosong tanpa arca.
Sepintas
candi ini juga terlihat seperti bangunan bertingkat, karena bentuk
atapnya dibuat sama dengan bentuk tubuh candi. Di keempat sisi atap
terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini, relung-relung tersebut
juga dalam keadaan kosong. Puncak atap sudah tak tersisa lagi sehingga
tidak diketahui bentuk aslinya. Di halaman depan candi terdapat susunan
batu yang mirip sebuah lingga dan yoni.
d. Candi Bima
Candi Bima
terletak menyendiri di atas bukit. Candi ini merupakan bangunan
terbesar di antara kumpulan Candi Dieng. Bentuknya berbeda dari
candi-candi di Jawa tengah pada umumnya. Kaki candi mempunyai denah
dasar bujur sangkar, namun karena di setiap sisi terdapat penampil yang
agak menonjol keluar, maka seolah-olah denah dasar Candi Bima berbentuk
segi delapan.
Penampil
di bagian depan menjorok sekitar 1,5 m, berfungsi sebagai bilik
penampil menuju ruang utama dalam tubuh candi. Penampil di ketiga sisi
lainnya membentuk relung tempat meletakkan arca. Saat ini semuanya dalam
keadaan kosong. Tak satupun arca yang masih tersisa.
Bentuk
atap candi terdiri atas 5 tingkat, masing-masing tingkat mengikuti
lekuk bentuk tubuhnya, makin ke atas makin mengecil. Setiap tingkat
dihiasi dengan pelipit padma ganda dan relung kudu. Kudu ialah arca
setengah badan yang nampak seolah-olah sedang menjenguk ke luar. Hiasan
semacam ini terdapat juga di Candi Kalasan. Puncak atap sudah hancur
sehingga tidak diketahui bentuk aslinya.
Yuk kita ingat kembali!
- Kompleks candi Dieng terletak di kabupaten ... propinsi ....
- Kata Dieng berasal dari kata dhiyang yang artinya ....
- Di komplek candi dieng terdapat ... candi yang masih berdiri.
- Para ahli memperkirakan kawasan candi Dieng dibangun sekitar abad ....
- Kemungkinan kawasan Candi Dieng dibangun atas perintah raja-raja Wangsa ... dari kerajaan ....
- Berdasarkan arca dan prasasti yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa candi Dieng merupakan peninggalan sejarah bercorak agama ....
- Candi-candi di kawasan Dieng diberi nama berdasarkan cerita ....
- Candi di kawasan Dieng terdapat tiga kelompok, yakni ..., ..., dan ....
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar